Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jangan Asal Masuk, Nggak Baik!

Masuk bisa menjadi runyam. Masuk menyebabkan kemarahan. Masuk bisa menimbulkan penyesalan. Apalagi saat masuk dikaitkan dengan salah satu hal yang saat aku masih kecil dikatakan guru dan orangtuaku sebagai budaya, yakni antre. Sebenarnya ada juga antre keluar, misalnya di kereta api, bioskop. Namun antre keluar biasanya tidak seriskan antre saat mau masuk. Mungkin saat antre keluar, tinggal menyelesaikan ujung kegiatan atau perbuatan.

Antre kata orang bijak mengasah kesabaran, lho. F-dhewe
Tetapi ada baiknya aku sampaikan, antre adalah kata baku dari antri. Hayo, pasti sebagian besar dari kita selama ini mengatakannya dengan antri, kan? Dengan akhiran vokal i, mengucapkannya juga lebih enak. Tetapi kalau dibuka di Kamus Besar Bahasa Indonesia tentang kata baku dan tidak baku, yang baku adalah antre. Yuk, lanjut...

Antre masuk inilah yang suatu hari lalu kujumpai di depan Bank Riau Kepri, samping Karaoke Keluarga Bagio, Batu 9. Yah namanya juga mesin, begitu juga dengan mesin Anjungan Tunai Mandiri atau ATM. Begitulah pintarnya orang Indonesia, agar kependekannya tetap ATM, dibuat sedemikian rupa agar tidak berubah. Padahal aslinya kepanjangannya Automatic Teller Machine. Kalau dituliskan Mesin Teller Otomatis dan disingkat MTO, jadi gak lucu, ya?

Kok malah sampai singkatan segala hehe. Saat itu mesinnya bermasalah. Mau tak mau nasabah yang sudah antre harus menunggu. Agaknya ada setengah jam lewat mesin yang ada dalam ruangan berpendingin itu tak bisa digunakan. Kulihat ada belasan sepeda motor yang diparkir di depan gedung yang halamannya tak seberapa luas, juga mobil di area sekitar. Selain menjadi bank warga masyarakat biasa, bank ini menjadi bank paling diserbu pegawai negeri lantaran gaji mereka ditransfar ke rekening masing-masing, ya di Bank Riau Kepri.

Zaman aku dulu, saat di kota kecamatan ada pasar malam, mau masuk tong setan harus antre. Tahu tong setan? Itu lho tong raksasa yang dibuat dari susunan papan kayu ditata berdiri ke atas namun bagian atasnya lebih lebar diameternya. Lalu didalamnya ada pengendara motor dan sepeda yang melintasi papan tadi dengan melaju mengikuti permukaan tong. Atau saat periksa ke Puskesmas, harus antre dengan cara duduk di kursi yang sudah disediakan.

Mungkin lantaran capek menunggu, sejumlah nasabah duduk duduk santai di tempat yang bisa diduduki. Kulihat satpam bank dan pegawai bank mencoba membuat mesin ATM kembali normal. Dibandingkan harus antre di depan teller manusia di dalam gedung, kalau hanya menarik sekian ratus ribu atau sekian juta nasabah memang lebih suka menggunakan kecanggihan mesin ATM. Tinggal tekan-tekan, beres deh urusan.



Aku sendiri duduk di sudut halaman bagian depan, di depan ruangan ATM. Hanya berjarak satu meter lebih, berupa lantai teras bank. Oleh Satpam disampaikan, mesin ATM akan segera bisa dioperasikan. Kami yang menunggu diminta mengeceknya. Saat itulah antrean menjadi tak teratur. Ada yang baru datang, karena tak melihat antrean berupa sekumpulan orang berdiri berurutan disangkanya ia adalah satu-satunya nasabah yang ingin menggunakan mesin ATM. Begitu berniat masuk, ya ada yang berteriak.

Yang diingatkan agaknya ada yang kurang nyaman di hatinya. Ia mengatakan, antre kok ada di mana-mana. Yah, serba susah kalau seperti ini. Wajar sajalah kalau halaman sebuah gedung atau kantor itu panas terik saat siang hari. Hari itu memang belum terik-teriknya, karena belum jam 12.00, namun panasnya sudah menyengat. Lagian mesin ATM juga agak bermasalah, sehingga satu persatu yang antre mencari tempat yang teduh. Tiap-tiap orang mengingat gilirannya.

Sebenarnya bukan sekali ini aku melihat antre yang tak lagi menjadi budaya. Padahal dalam banyak aktivitas, mau tak mau dihadapkan pada menunggu tadi. Saat beberapa orang melakukan pekerjaan yang sama atau tujuan yang sama pada suatu tempat, biasanya akan selalu melewati tahap menunggu. Menunggu juga tak bisa dikatakan proses yang sepele, nyatanya urusan menunggu terus dikembangkan demi kenyamanan. Mungkin sudah pada maklum, menunggu itu sangat membosankan.

Yang dulu ya rezeki, yang belakangan ya terima saja. F-dhewe
Wajar jika dewasa ini alat yang mendukung antre beragam dan semakin canggih. Nomor antrean tak lagi ditulis pakai spidol pada selembar kertas, melainkan tinggal tekan tombol antrean, maka sistem sudah terintegrasi dengan loket. Tunggu saja nomor antrean yang ada di tangan dipanggil oleh mesin otomatis. Itu tandanya antre masih penting untuk manusia. Kecuali aku tak ingin disebut manusia lagi hehe.

Antre juga menjadi studi atau penelitian banyak pihak. Nggak percaya? Browsing saja di internet, tanya Mbah Google, negara mana paling tertib antre rambu lalulintas, atau antre lainnya. Pasti ada tuh publikasinya. Antre itu bagus, meski aku sendiri juga masih sering melanggarnya. Antre bisa menjadi ladang kebaikan. Ternyata para ulama zaman dahulu sudah menggariskan pentingnya antre, lho. Adalah sebuah tindakan yang tak terpuji saat seseorang menyerobot antrean sementara yang diserobotnya tak rida atau rela.

Dari sebuah referensi tentang mengantre dengan baik, mungkin bisa dicoba. Jadi begini, saat antre usahakan menggunakan masa menunggu dengan hal hal positif. Misalnya, berkenalan dengan pemegang antrean di depan dan belakang Anda. Siapa yang menyangkal banyak teman banyak rezeki? Siapa tahu setelah berkenalan lalu obrolan mengerucut ke hal-hal yang mendukung pekerjaan kita?

Kapan ya negeri ini kembali dikenal karena budaya antrenya? Antre yang tertib tentunya. Semoga.

Post a Comment for "Jangan Asal Masuk, Nggak Baik!"