Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dirimu Lebih Hebat dari Orang Lain

Masih saja banyak yang tidak percaya, dalam diri kita ada kelebihan yang tak dimiliki oleh orang lain. Selalu merasa orang lain lebih. Lebih hebat. Lebih Kaya. Lebih cantik. Lebih ganteng. Lebih memesona. Lebih beruntung. Lebih selebih lebihnya. Sayangnya kelebihan lain yang juga ada pada orang lain tak pernah dianggap.

Setphen William Hawking dengan kursi rodanya,
kekurangan fisik tak membuatnya kekurangan
kecerdasan. Foto-media1.britannica.com
Lebih miskin. Lebih gemuk. Lebih hitam. Lebih rendah. Lebih menderita. Lebih nelangsa. Lebih terpuruk. Dan lebih dari kekurangan kekurangan. Biasanya, melihat orang yang kita pandang di "bawah" kita, nggak terlalu kita pikir. Padahal dalam kekurangan orang lain, pasti ada kelebihan yang tidak kita ketahui. Bagaimana mau mengetahui kalau kita hanya melihat orang lain hanya dari sisi lebih selebih lebihnya tadi.

Ketika melihat seorang pemuda berusia 21 tahun terserang motor neuron, apa pendapat kita? Kasihan sekali. Aduh, masih muda penyakitan gitu, ya. Mungkin banyak dosa tuh. Mau jadi apa anak muda yang kondisinya seperti itu? Sekadar menjelaskan, motor neuron adalah penyakit yang menyebabkan dia kehilangan kendali atas semua anggota badannya kecuali kepala. Nggak usah deh lihat fotonya, gambarkan saja pemuda dengan kondisi begitu. Mengenaskan, saya yakin sebagian orang akan menggunakan kata ini jika melihatnya.

Dan kita salah. Orang ini bahkan di kemudian hari dijuluki selebriti akademika karena memiliki kepintaran di atas rata-rata. Masih menebak nebak siapa orang ini? Atau memang nggak tahu? Namanya Stephen William Hawking. Ilmuwan dari Inggris ini telah banyak menciptakan buku-buku tentang fenomena yang ada di dunia ini sehingga pantas mendapat Medali Penghargaan Sipil Tertinggi di Amerika Serikat atas dedikasinya pada tahun 2009.

Lihatlah Stephen yang terkulai di atas kursi rodanya. Hanya kepalanya bisa digerakkan. Bagi yang selalu berpikir negatif, bisa bisa dijadikan objek mendulang uang lewat cara mengemis. Seperti kita lihat di banyak tempat di negeri ini, bayi-bayi atau orang dewasa dengan kececatan fisiknya justru menjadi atau dijadikan umpan mengemis. Bagaimana mau tahu mereka memiliki kelebihan kalau sepanjang hidupnya hanya diajari dan dibiasakan dengan dunia minta meminta.


Memang enak sih membayangkan orang yang lebih kaya dan sebagainya itu. Cobalah lakukan menjelang tidur. Ambil bantal. Rebahkan badan. Tatap langit langit kamar. Lalu hadirkan bayangan seseorang yang tadi pagi, kemarin, minggu lalu atau kapan saja. Orang yang membuat kita merasa kecil, miskin, dan ingin menirunya. Kita mengarang-ngarang cerita sendiri dalam membayangkan, Kita menjadi seperti dia. Saat tertidur, kita bermimpi menjadi orang yang hebat.

Lain kali, yuk mencoba membayangkan bagaimana menjadi Stephen sewaktu terserang motor neuron. Atau tetangga kita yang hidupnya susah. Atau seseorang yang hanya mampu jualan nasi uduk di ujung jalan, jualannya sepi. Satpam yang gajinya selalu kurang. Apa yang dapat kita bayangkan dari mereka? Jangankan membayangkan, baru mulai ingat wajah mereka saja buru-buru kita singkirkan.

Sunny Kamengmau dan sejumlah tas merek Robita
yang digemari sosialita Jepang. Foto-news.indotrading.com
Kita pasti memilih membayangkan orang orang sukses ketimbang menghadirkan seorang pemuda hanya lulusan SMP. Merantau ke Bali dari kampungnya di Nusa Tenggara Timur. Lulusan SMP hanya bisa menjadi tukang sapu di sebuah hotel. Kita hentikan sejenak, maukah membayangkan ingin menjadi tukang sapu hotel? Pasti ogah. Padahal tukang sapu hotel memiliki akses ke orang-orang penting di hotel. Lantaran kerjanya bagus, diangkat menjadi tenaga pengamanan atau satpam. Satpam mendingan lah, bisa dibayangkan sebagai inspirator oleh anak-anak muda lainnya.

Namun zaman sekarang, apa relevan dengan zaman? Zaman selalu dijadikan alasan. Mana ada anak sekarang yang cuma lulusan SMP? Begitu jawabnya. Menjadi Satpam membuat si pemuda perantau ini tekun belajar Bahasa Inggris dan Jepang. Bahkan gaji pertamanya sebagai Satpam dibelikan buku kamus bahasa asing. Cobalah kita bayangkan saat orang ini menjadi Satpam, otak kita nggak akan mengejar bayangannya akan kerja kerasnya. Bahkan mungkin sebelum bayangannya berakhir justru kita pangkas, kita the end-kan secepatnya.

Lalu si Satpam ini, namanya Sunny Kamengmau, suatau hari bertemu dengan tamu hotel asal Jepang. Si turis kaget karena Satpam bisa Bahasa Jepang. Percayalah sama Tuhan, ketekunan, keuletan, kerja keras adalah hal hal bagus yang saya jamin juga disukai Tuhan. Asal untuk pekerjaan yang halal, ya. Tekun menipu online, rajin mencari utangan lalu kabur ya nggak bisa ditiru.

Si wisman dan Satpam hotel pun ngobrol, hingga menyentuh topik tas kulit. Dan saat ini orang Jepang di negaranya sono, tergila-gila dengan tas kulit bermerek Robita. Siapa Robita? Seudara Nobita? Bukan, Robita itu merek tas kulit milik Sunny Kamengmau. Tas ini sangat populer di Jepang, bahkan di kalangan sosialita kelas atas di sana. Tentu saja usahanya tidak tiba-tiba mengkilap. Ia sempat ditinggal beberapa penjahit lantaran tak kunjung berkembang. Namun Sunny Kamengmau nggak putus asa, ia pantang menyerah hingga saat ini ia mampu menggaji sedikitnya 100 karyawan pabrik tas kulitnya.

Kalau sudah seperti ini, baru kita membayangkan Sunny Kamengmau. Kita tak pernah mau iri dengan keluletannya menyapu lantai hotel. Malas menjadikannya teladan meski sudah menjadi Satpam yang rajin belajar bahasa asing. Maunya membayangkan yang sudah jadi.

Atau lihat deh pemilik warung yang belanja ke pasar jam 03.00 pagi buta. memasaknya hingga jam 09.00. Menyiapkannya di etalase warung. Mengepel lantai. Menyiapkan semuanya. Saat kita datang jam 12.00, saatnya makan siang, kita hanya terperangah melihat ramainya warung makan itu. Lalu sambil makan berpikir apa buka rumah makan saja, ya? Hehe, ngaco sampeyan itu. Lha yang bangun jam 03.00, masak saat orang lain masih tidur, nggak sampeyan bayangkan?

Anda, saya, bisa jadi lebih hebat dari orang-orang yang saya sebutkan di atas. Kalau mau contoh yang lain, banyak. Banyak sekali. Persoalannya mbok ya Anda sedikit kerja keras buka-buka internet baca jatuh bangun orang-orang hebat yang mengawali suksesnya dari miskin, nol, dengkul. Lha kalau hanya baca tulisan saya ya contohnya kurang banyak.

Untuk menjadi pribadi sukses, berpikir positif
di saat yang tepat akan membantu langkah berikutnya.
Foto-i.pinimg.com
Belajar hal besar dari orang-orang kecil adalah pekerjaan yang besar. Karena tak semua orang bisa dan mau melakukannya. Padahal memahami sesuatu dari kecil akan mengarahkan apa yang ada pada diri kita. Mungkin bakat kita akan terlihat setelah terpacu orang lain yang dipandang tak punya apa-apa. Sekali lagi, Tuhan itu menurunkan setiap manusia ke dunia dengan kelebihan dan kekurangannya. Ya kekurangan orang jangan dijadikan pendorong, jangan juga dijadikan bahan ecekan dan cemoohan. Ambil sisi kelebihannya, meski sebatas kejujurannya, cara bersosialisasi dengan teman dan tetangga, rajin beribadahnya, rendah dirinya, ketegasannya, pantang menyerahnya, rajin menabungnya, selalu mengucapkan syukur atas setiap rezekinya, dan lain lain.

Saatnya meyakini diri kita lebih baik dari orang lain. Duit belum ada, semangat banyak stok. Wajah biasa saja, tetapi sosialisasi mantap terjaga. Kaki pincang, tetapi ringan tangan membantu orang-orang. Lalu biarkan orang lain yang membayangkan Anda menjelang tidur mereka. Anda bisa lebih hebat jika berusaha. Membayangkan seseorang karena salah satu sisi hidupnya lalu satukan dengan sisi baik orang lain tak ada salahnya. Sukses bukan datang tiba-tiba. Dan Anda pun berpeluang mendapatkannya, karena kita tak pernah tahu rezeki dari_nya, kan?

Atau memang kita sudah dibutakan pada hal ini: yang kecil selalu kecil, yang besar semakin besar? Ya sudah, monggo saja sampeyan bermimpi besar.

Post a Comment for "Dirimu Lebih Hebat dari Orang Lain"