Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Belajar dari Pak Kasim Tentang Setetes Air

Saya menjumpainya di dekat simpang Jalan Bintan, yang kiri ke GOR Kacapuri, yang kanan ke arah Gedung Daerah. Sebelum Hotel Sampurna Jaya, di situlah suatu siang seorang lelaki yang usianya saya taksir di atas setengah abad, tengah mengisi enam jeriken airnya dengan air sumur milik warga.

Pak Kasim, jelas bukan orang yang berpendidikan tinggi. Kalau ijazahnya, sekolahnya tinggi mungkin ia malu untuk berjualan air bersih keliling. Ia akan mencari pekerjaan kantoran, yang dianggap lebih menjanjikan. Ia hanyalah bapak dari tiga anak, satu diantaranya sudah meninggal, dan suami dari seorang istri yang mencoba hidup dari kearifan alam.

Datang ke Tanjungpinang tahun 70-an, banyak cerita kehidupan yang mengaliri darah perantau dari Jawa Tengah ini. Hingga suatu ketika ia bekerja pada orang yang usahanya menjual air. Di Tanjungpinang, ketika musim kemarau air bersih adalah barang yang mahal. Biasanya para pelaku bisnis memasuki ceruk ini, berjualan air menggunakan pikap atau lori. Lumayan, banyak juga yang (pernah) sukses melakukan usaha ini.

Ketika kebutuhan semakin meningkat, Pak Kasim akhirnya bantging setir menjadi tukang becak barang di kawasan Kota Lama, Tanjungpinang. Tugasnya adalah mengantarkan barang dari sebuah gudang ke toko yang membutuhkan. Atau dari toko ke rumah pelanggan.


Rupanya filsafat air selalu teringat olehnya. Bagi Pak Kasim, air itu seharusnya berperilaku baik jika kepadanya diberikan kebaikan. ia menconthkan, banjir banjir yang terjadi dipastikan ada campur tangan manusia di dalamnya. Hutan ditebang, digunduli.



"Tanjungpinang sekarang jalannya banjir, tergenang. Mungkin karena manusia semakin banyak, butuh tanah lebih banyak untuk rumah. Pohonnya semakin sedikit," ujar Pak Kasim, sambil memindah ujung selang air ke satu mulut jeriken di becak barangnya.

Ia juga mengatakan, air pun dianjurkan untuk kesehatan. Dengan pola pikir sekadarnya, ia menyebut banyak minum itu bagus. Sementara kalau banyak makan? Pasti ada hal kurang bagus di ujungnya nanti. "Itu yang di teve-teve, artis yang dulu gemuk sekarang langsing susah payah menguruskan badan. Butuh duit banyak, lalu makannya diatur," ungkap Pak Kasim.

Dan Pak Kasim pun selalu membawa bekal botol air minum yang isinya air dari rumah.

Airlah yang mengilhami Pak Kasim hingga belasan tahun lalu meyakini usahanya. ya, hanya penjual air bersih keliling. Mengayuh pedal becak barangnya, memompa semangatnya, memandu otot-ootonya yang tak lagi muda untuk menggowes.

Dan Tuhan memberikan berkah kepada Pak Kasim melalui air bersih. Kini, selain tetap menjadi pengayuh becak barang, ia pun mengantarkan pesanan air bersih ke beberapa kedai makan Tionghoa di Kota Lama.



Sadar air itu anugerah Tuhan, meski Pak Kasim juga harus membelinya dari seorang warga yang sumurnya diberikan kemudahan Tuhan tetap berair meski kemarau, ia tak serakah. Ia menjualnya lagi dengan harga yang sangat pantas.

Apa yang membuatnya seperti itu? Rupanya ia teringat teman-temannya yang pernah sukses bisnis air bersih, melayani warga. Awalnya memang melejit, untungnya besar. Namun kebanyakan ia melihat akhir cerita sang teman berakhir duka.

"Saya hanya mengantarkan air kalau ada yang pesan saja. Tak perlu dijual mahal, biarkan air bisa dinikmati semua orang," tuturnya.

Air memberinya kekuatan untuk menyekolahkan tiga anaknya. Tiga-tiganya bekerja. Yang pertama meninggal dalam sebuah kecelakaan. Almarhum bekerja di sebuah kantor pemerintah. Kedua guru dan ketiga juga sudah bekerja.



Lihatlah, bagaimana ia dengan hati-hati dan cekatan memindahkan ujung selang air ke mulut jerikan lain. "Tak baik airnya bercecer," katanya dengan pandangan terus diarahkan ke ujung selang air.

Di rumah, kubuka keran air lalu terpancarlah air sumur. Kusemprotkan ke kendaraan. Di dapur, mencuci piring dengan air tetap mengalir sudah biasa. Soalnya sumur di rumah saya memang lumayan banyak airnya. Dan jika sudah seperti itu, maaf, pak Kasim pun saya lupakan. Itulah manusia, gampang melupakan bahkan hal baik sekali pun.

Post a Comment for "Belajar dari Pak Kasim Tentang Setetes Air"