Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ganti Hati di Tahun Baru (Sebuah Penyesalan)

Tak perlu seperti mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan untuk memiliki hati yang baru. Jika Dahlan memang benar-benar operasi ganti hati dengan hati orang lain di sebuah rumah sakit di Tiongkok, kita agaknya bersyukur jika masih diberi hati yang sehat. Dan tak perlu ke Tiongkok untuk sekadar ganti hati.

Foto - images.vexels.com
Pada dasarnya, dalam hati yang paling dalam setiap manusia ada keinginan untuk berbuat baik. Bahkan pada seorang penjahat sekali pun, masih punya sisi baik. Hittler, juga Kaisar Qin, kaisar pertama yang berhasil menyatukan tujuh kerajaan dengan kekejamannya dan mendeklarasikan Tiongkok, memiliki sisi hati yang dicatat sejarah sebagai kebaikan. Meski hanya secuil.

Dalam hitungan jam, tahun akan berganti. Meninggalkan 2017 dan memasuki 2018. Barusan aku pulang dari toko, menyaksikan ramainya jalan jalan di kotaku tinggal, Tanjungpinang. Mayoritas memang anak-anak muda. Sendiri atau berboncengan dengan teman atau pacar. Tahun baru selalu dirayakan. Terlepas dari beregam pendapat akan perlu atau tidaknya.

Aku sendiri mungkin kurang modern untuk merayakan datangnya tahun baru itu. Justru memilih di depan komputer yang entah kapan monitornya diganti, padahal sudah membuat mata kadang berair. Semoga tahun baru bisa menggantinya. Dalam kesunyian, karena rumahku memang berada di dalam, masuk 1,3 kilometer dari pusat kota, saat jariku mengetikkan kata-kata, hanya satu yang ingin kulakukan pada tahun mendatang. Pertama aku bersyukur kepada Tuhan yang sudah dengan sangat murahnya memberikan aku kehidupan hingga pergantian tahun, semoga.

Kedua, aku berusaha keras mengingat apa saja yang sudah kulakukan pada tahun 2017. Ternyata masih banyak hal yang harus diperbaiki. Malah mungkin masih ada pekerjaan rumah pada tahun sebelumnya yang belum tuntas di tahun ini. Ketiga, aku berusaha untuk tidak selalu menggunakan kalimat ini: manusia tempatnya salah. Karena kalau aku terjebak di dalamnya, aku pasti akan merasa biasa jika berbuat salah. Hati yang dalam pasti memaafkan.

Setiap manusia memiliki masa lalu. Masa yang sudah lewat. Ada kisah yang membuat hati bahagia saat mengenagnya. Hati gembira. Namun tak sedikit hal yang jika kurenungkan dalam sunyi, misalnya saat benar-benar berkomunkasi dengan Tuhan lewat ibadah dan ritual baik lain, akan mampu melelehkan air mata. Cengeng? Aku rasa bukan. Melow? Aku yakin juga bukan.

Menjadi baik tak semudah membalik telapak tangan,
pasti butuh kesungguhan ekstra. F-capture google.
Dengan mengenang masa lalu, aku tahu aku manusia yang tidak sempurna. Rasanya kebaikan yang ada masih terlalu sedikit. Aku tidak mengaitkan kebaikan dan bukan kepada surga dan neraka. Cukup sebatas keyakinan, kalau aku baik orang lain juga pasti baik kepadaku. Kadang untuk mengakui kebaikan kita, orang lain butuh waktu bertahun-tahun. Tidak apa-apa, karena memang susah memiliki hati yang baik. Selalu ada peristiwa yang justru akan menguju sebarapa hebat hati ini mampu memaafkan orang lain.

Tuhan, izinkan aku ganti hati tahun baru nanti. Hampir kepada semua aku pernah salah. Kepada bapak ibuku, kepada saudara-saudaraku, teman dekat, dan orang lain. Alangkah senang jika bisa bertemu dengan semua orang yang pernah kusakiti. Namun nyatanya itu tak mudah. Aku pernah browsing, mencari-cari dengan banyak kata kunci hanya untuk menemukan orang lain yang harus kuminta maafnya karena aku ingat pernah berbuat salah kepadanya.

Benar, zaman now begitu mudahnya orang menemukan orang lain. Ada banyak media sosial yang bisa digunakan. Pernahkah Anda berpikir tak semua orang suka menggunakan atau memiliki akun media sosial? Tidak! Selain itu, cukup dipahami jika mungkin saja orang itu memiliki akun sebuah media sosial namun menggunakan nama yang jauh dari nama aslinya. Kalaupun ada nama yang sama, begitu diklik ternyata fotonya orang lain. Atau gambar logo dan merek usahanya. Mana kutahu jika pemilik usaha yang logonya dijadikan foto profil di media sosial itu orang yang kucari?

Keempat, punya salah itu beban. Beban tak ada yang artinya positif. Jangan menyangkal, suatu masa Anda, aku, kita pernah berlama-lama diam hanya untuk memikirkan bagaimana caranya meminta maaf kepada seseorang yang tak kita ketahui alamatnya. Lalu otak kita berputar untuk menemukan jalan keluarnya. Beban cenderung membuat roman kita meredup. Dipaksakan untuk tersenyum pun akan terlihat bias. Menipu.

Sudahlah Tuhanku, aku hanya ingin menjadi orang baik. Hingga akhirnya kupasrahkan: jadikan aku baik di mata-Mu. Aku rasa ini kepatuhan tertinggi karena ingin dianggap baik di mata zat yang sudah menciptakanku sebagai manusia. Dan aku sadar sesadar-sadarnya ini bukan hal yang mudah. Terlalu sulit untuk manusia, aku.

Begitu banyak sebenarnya artikel di internet yang isinya cara atau tips menjadi pribadi yang baik. Ada yang artikelnya pendek, ada yang panjang, bahkan panjang sekali. Jika kita baca, sebenarnya isinya sudah kita ketahui semua. Karena semuanya bersumber di hati. Poin demi poin dijabarkan. Hingga pada intinya kutarik kesimpulan: muaranya ya di hati.

Foto - fireworks-factory.co.uk
Dunia ini jahat, sehingga sering menyeretku ke dalam pusaran yang melupakan sifat dasar manusia untuk berbuat baik. Pusaran itu kadang sungguh terlalu kuat untuk kita lawan. Hingga akhirnya kita terseret sedikit, sebagian bahkan sepenuhnya. Dan ada orang lain yang terluka. Betapa senagnya jika aku menjadi bermanfaat. Untuk orang lain, untuk banyak orang kalau bisa.

Kata orang pandai, orang baik itu tak pernah mengatakan dirinya baik. Ugh, jauh sekali dengan diriku. Baru berbuat baik sedikit sudah menuliskan status, atau cerita kepada orang lain kalau aku barusan begini dan begitu. Riya jadinya. Hanya untuk mendapatkan pengakuan kalau aku baik. Padahal sampah.

Juga bukan sesuatu yang rumit jika untuk memulai kebaikan pertama harus memahami mana yang benar dan salah. Jika benar dan salah ini soal ujian, masih bisa dipikir. Karena jawabannya ada pada buku yang sudah pernah diajarkan guru kita. Tergantung, kalau rajin belajar ya pilihan benar dan salah itu akan mudah diselesaikan. Keluar ruangan ujian lebih awal dan nilainya wow. Kalau benar dan salah akan sebuah tindakan dalam kehidupan nyata, tak sesederhana banar salah soal ujian. Ada faktor-faktor lain yang menyertainya.

Aku tahu ada tindakan yang kulakukan pada suatu waktu adalah kesalahan. Dan bodohnya karena terlalu menuruti pertimbangan yang banyak akhirnya tak membuahkan kebaikan. Ujungnya, seperti yang sudah kutuliskan di atas, orang baik tak pernah mengatakan dirinya baik. Sementara kalau aku menuliskan artikel ini hanya untuk menggiring ipini Anda semua kalau aku baik, itu sama artinya aku bukan orang baik.

Dan aku butuh ganti hati itu, Tuhan.

Post a Comment for "Ganti Hati di Tahun Baru (Sebuah Penyesalan)"