Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kearifan Orang Orang Kampung

Salah satu perempatan Kampung Bangun Rejo. F-google
Dua malam berselang, saya mendadak ingin mengikuti rapat yang diselenggarakan di rumah Pak RT yang baru. Undangan disebarkan satu malam sebelumnya. Entah siapa yang mengirimkan undangan, saat saya pulang kerja malam itu selembar kertas undangan sederhana disisipkan melalui lubang di bawah pintu.

Mungkin saya terlalu lama bersantai sehabis isya, dengan membuka beberapa saluran televisi. Saat saya keluar, mencoba mencari tetangga yang ingin berangkat rapat, kok sepi. Hehe, rupanya mereka sudah lebih dahulu berangkat. Ya sudah, saya berangkat. Karena belum pernah mengurus surat atau dokumen atau sesuatu yang membutuhkan tanda tangan atau disposisi Ketua RT, saya jadi tak tahu di mana rumah Pak RT baru.

Saya menelepon sekuriti perumahan tempat saya tinggal, dan alhamdulillah diberikan arahnya. Rumah Ketua RT yang baru ini berada di permukiman penduduk, sebuah kampung lama di Tanjungpinang Timur. Sejak Tanjungpinang berkembang, banyak lahan di kawasan permukiman lama yang dibeli pengusaha dijadikan perumahan. Termasuk perumahan tempat saya tinggl sekarang ini.

Saya datang agak terlambat, karena hampir seluruh kursi tamu sudah terisi.Akhirnya saya duduk di kursi deretan belakang, nomor dua dari belakang. Kursi-kursi disusun di halaman rumah seorang warga yang letaknya berhadapan persis dengan rumah Ketua RT baru. Ada jalan di antara kedua rumah yang berhadapan ini, namun malam itu sudah diubah fungsinya sementara sebagai kursi tamu undangan.


Rasanya agak terasing berada di sekitar warga yang sebenarnya ada dalam satu RT namun saya kurang mengenal mereka. Hanya saya batin di hati, oh rupanya yang sering berpapasan di jalan masih satu RT. Tak ada kata terlambat, saya pun ikut ngobrol bersama mereka. Hanya dalam hitungan menit, kami sudah menjadi satu keluarga besar RT.

Begitulah kalau rapatnya berskala RT dan agendanya silaturahmi. Deretan kursi depan membahas masalah apa, tengah apa, belakang apa hehe. Di deretan saya, awalnya berharap Ketua RT segera membuka rapat. Namun karena masih menunggu warga lain, ya menunggu.

Jalan Radar, tempat rapat RT yang saya ikuti. F-google
Obrolan teman-teman saya awalnya soal kambing. Jujur saja saya sangat tidak paham ilmu kambing dan tetek bengeknya. Satu-satunya yang saya tahu tentang kambing adalah sate kambing dan gulai kambing. Sementara yang diperbincangkan dengan hangat justru kambing beranak. Lalu suasana ramai ketika ada yang nyeletuk, urusan dukun kambing serahkan saja ke seseorang yang namanya disebut terang-terangan. Ger.... tawa pun pecah.

Akhirnya rapat dimulai, karena Pak RW juga sudah datang. Selain bersilaturahmi antara Ketua RT baru dan warga, juga dibahas beberapa hal. Diantaranya tentang uang iuran kematian atau babul khoirot. Berapa jumlah uang yang terkumpul di RT lama, akhirnya akan segera dipindahtangankan ke Ketua RT baru. Simpel, sederhana, tanpa ngeyel tak karuan.

Lalu soal persatuan. Nah ini agak seru karena ada yangmerasa disebut pengkhianat. Saling tunjuk jari memberikan masukan. Ujungnya, disepakati tak ada lagi penggunaan kata orang lama atau baru. Orang lama adalah warga permukiman yang jelas sudah tinggal di tempat ini jauh lebih lama ketimbang kami yang tinggal di perumahan.

"Warga yang baru dua minggu atau dua puluh tahun statusnya sama, warga RT kita juga," kata seorang warga.

Sebuah keputusan yang bijak. Dilakukan dengan cara ala kampung. Sementara perwakilan perumahan juga diberikan kesempatan berbicara, dan menyampaikan hal yang menyejukkan. Jika ada gotong royong atau kegiatan warga, mohon warga perumahan juga diundang karena ada keinginan untuk saling mengenal.

Namanya rapat, selalu ada banyak masukan. Untungnya semuanya dibahas satu persatu untuk menemukan jalan keluarnya. Apa tak malu ya para pejabat di negeri ini, yang beberapa kali terekam kamera di televisi adu fisik di panggung rapat. Merasa kepentingannya diusik, naik pitam. Maju ke meja pemimpin rapat, menggebrak meja, menudingkan telunjuk tangannya ke seseorang. Lalu berantem.

Diantara sekian orang yang dianggap kurang baik perilakunya, di dalam rapat dengan banyak warga, selalu ada orang-orang baik yang jumlahnya lebih banyak. Akhirnya menjadi peredam yang tidak menimbulkan suara berisik. Dibahas secara santun, tidak ada bisik-bisik, tidak perlu jeda waktu untuk saling melobi dan dendam tentu saja.

Saat rapat usai, saya merindukan rapat seperti itu lagi. Bukankah tetangga orang pertama yang akan saya mintai tolong jika terjadi sesuatu? Mereka yang jelas ada di sekeliling kita, saat keluarga kita jauh di seberang sana. Apalagi seperti saya, perantau yang datang perorangan, bukan transmigrasi bedol desa seperti pada zaman Orde Lama.

Post a Comment for "Kearifan Orang Orang Kampung"