Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Anggap Saja Semua Orang Sibuk, Kawan

foto ilustrasi www.123rf.com
Menganggap diri sendiri sebagai pribadi yang memiliki kepentingan lebih penting dibandingkan orang lain lumrah melekat di hati manusia. Namanya juga manusia. Dalam kehidupan sehari hari, banyak pertikaian muncul akibat sikap seperti itu.

Setiap orang memang boleh memiliki anggapan dirinya yang harus dilayani. Merasa orang penting yang harus diperhatikan terlebih dahulu. Merasa orang kaya yang harus mendapatkan perhatian lebih dibandingkan orang miskin. Atau juga orang miskin yang karena kondisinya meminta perhatian lebih, menganggap orang kaya karena sudah punya segalanya harus rela mengalah. Iya kalau si kaya mau mengalah, karena orang kaya kadang memiliki penyakit sulit menerima kekalahan.


Orang muda memiliki kepentingan, orang tua juga, orang kota sama, orang kampung pun sama. Intinya tiap tiap orang tak peduli profesinya apa, jabatannya apa, orang mana, suku apa, agama apa, pasti memiliki kepentingannya. Wajar kok seorang majikan marah marah kepada pembantunya yang datang telat ke rumahnya suatu hari. Apalagi ia butuh sekali bantuan pembantu pada hari itu. Begitu melihat kehadiran pembantu, majikan yang tak mau tahu alasan pembantunya datang terlambat segera berkacak pinggang. Marah. Sementara pembantu hanya diam dan meminta maaf. Saat ia mencoba menjelaskan alasannya, ia justru dimarahi lebih hebat. Padahal alasannya ia harus mengambil rapor anaknya.

Majikan berdalih, kalau hanya urusan rapor, kan bisa diwakilkan kepada istri pembantunya. Lah, apa ia tahu bahwa istri pembantunya sedang menjenguk tetangganya yang sedang dirawat di rumah sakit. Sakitnya tuh di sini. Majikan yang duduk sebagai pimpinan sebuah perusahaan terkenal lupa bahwa ia dulu melamar pekerjaan karena mengantongi ijazah yang keahliannya dibutuhkan perusahaan. Ia lupa bahwa mengambil rapor itu penting.

Di lain hari, tukang kebun di rumah majikan kaya lainnya wajahnya merengut ketika gajinya telat dua jam. Majikannya yang biasanya pulang jam lima sore hari itu telat sampai jam tujuh malam. Padahal majikannya harus menambal ban mobilnya saat hendak pulang ke rumah. Bengkel langganannya penuh sehingga ia harus rela mengantre. Keesokan harinya tukang kebun ini keluar karena merasa diremehkan. Yah.... sudah.

Meski menganggap semua orang sibuk, bukan berarti saling tak ada waktu untuk memahami. Kehidupan adalah warna yang sesekali biru langit, merah menyala atau hitam pekat. Bagi seseorang, mengunjungi tetangganya yang sakit bisa lebih penting ketimbang datang ke acara ulang tahun kerabatnya tepat waktu. Kebetulan tetangganya yang sakit baik sekali terhadapnya. Bagi orang lain, pangkas rambut bisa lebih penting ketimbang harus tepat waktu berjumpa sahabat lamanya yang sudah menunggu di rumah. Kebetulan ia lupa membawa ponsel dan tidak bisa menghubungi teman lamanya mengabari ia akan sedikit terlambat. Ia pangkas rambut karena sore harinya akan melamar gadis pujaannya bersama kedua orangtuanya. Ia tak ingin rambutnya yang gondrong menjadi sorotan calon mertuanya yang memang suka penampilan kelimis.

Dan... pernahkah kita tahu seseorang yang kita telepon berkali kali dan tidak mengangkat rupanya sedang sholat, menolong korban kecelakaan di depan rumahnya, melerai dua orang yang tengah bertikai, atau membeli makanan untuk kucingnya.

Asal.... jangan sok sibuk, kawan. Selamat malam.

Post a Comment for "Anggap Saja Semua Orang Sibuk, Kawan"