Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Selalu Ada Tuhan Jika Mau

ilustrasi: www.skimosity.com
Ini kisah hidup dari seorang wanita tangguh yang aku kenal. Selesai kuliah Diploma III, sebut saja Siti, menikah dengan teman sekampusnya. Harapan setiap pasangan adalah bahagia, sakinah mawaddah dan warahmah. Namun Tuhan selalu memiliki kehendak yang tak bisa dikira siapa pun itu. Dua tahun usia pernikahannya, Siti harus berpisah dengan suaminya. Memang belum bercerai, namun suaminya jarang atau lebih tepatnya tak pernah lagi mengunjunginya ke rumah.

Tinggal di rumah sewa di sebuah kota ibu kota provinsi, Siti harus berjuang menafkahi diri dan anaknya semata wayang. Ia memilih untuk belajar tabah, karena ia tahu lelaki yang menikahinya adalah pria yang dipilihnya sendiri. Ia memilih untuk menikah muda untuk menghindari pinangan lelaki yang tak dicintainya. Ia tak pernah menceritakan kehidupannya kepada orang tuanya. Hanya lewat akun facebook ia mencurahkan isi hatinya. Siapa yang berteman dengannya pasti bisa merasakan bagaimana kondisi Siti sebenarnya.


Hingga akhirnya Ibunya meninggal, disusul ayahnya. Siti yatim piatu. Hingga akhir hayatnya, orang tua Siti tak pernah tahu jika kondisi keluarga putri sulungnya tak lagi harmonis. Siti yang semasa remajanya berpenampilan cantik mulai saat itu tak pernah lagi memikirkan pesonanya. Ia fokus menjalani hidupnya. Sisi baiknya, ia benar-benar mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap malam ia berusaha bangun untuk menjalankan salat malam

Sebenarnya Siti memiliki simpanan yang ditinggalkan orang tuanya. Namun itu tak semudah mengharapkan. Beberapa surat penting bangunan milik orang tuanya sudah dipinjamkan saudara orangtuanya sebelum mereka meninggal. Begitulah hidup, saat pemilik sah surat surat itu tak lagi ada, justru muncul perselisihan. Siti hanya memperjuangkan salah satu surat berharga.

Untuk menopang kehidupannya, Siti bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah instansi pemerintah. Gaji yang diterimanya jauh dari kata cukup. Siti harus pandai mencari tambahan. Ia selalu mencari celah pekerjaan sampingan, seperti melipat surat suara atau pekerjaan lain yang bisa dijalankan di luar waktu kerjanya. Di tengah himpitan ekonominya, kebutuhan terasa semakin besar lantaran anak semata wayangnya juga harus tetap sekolah. Kabar terakhir yang saya dapatkan dari Siti, anaknya mendapatkan beasiswa. Saat magang di kelas dua, anaknya terpilih sebagai salah satu siswa magang berprestasi di sekolah. Jika sudah lulus tahun depan, jika memang berkenan, anaknya bisa diterima bekerja di perusahaan tempatnya pernah magang.

Kesusahan tak pernah ingin dirasakan siapa saja. Namun ujian hidup Siti tetap harus berlanjut. Saudaranya yang di kampung melahirkan. Dengan kondisi yang tak jauh lebih baik darinya, saudara justru meminta bantuan Siti untuk bisa mengadopsi bayinya. Diamnya Siti yang tak pernah mengumbar kesedihannya membuat saudara keluarganya tak tahu bahwa ia juga harus berjuang melawan sulitnya hidup.

Namun Siti memilih untuk membawa bayi itu dan kini mengasuhnya. Satu yang ia katakan kepadaku, dengan niat baik dan keyakinan Tuhan tak akan menelantarkan umat-Nya yang setia mendekat, selalu ada jalan keluar. Bersama bayi itu, Siti membawa serta seorang tetangga di kampung yang bersedia membantu merawat si bayi. Saat si bayi berusia dua tahun, pembantunya minta izin keluar dan mengadu nasib ke Jakarta. Tinggallah Siti bersama anak dan anak angkatnya. Berat. Kehaidupan semakin berat.

Siti menerima keadaannya dengan ikhlas. Setiap saat ia berdoa kepada TUhan agar memberikannya kesehatan. Setap hari ia harus menempuh perjalanan belasan kilometer untuk bisa sampai ke tempatnya bekerja. Hingga suatu saat ia termasuk satu dari sekian pegawai honor yang berhasil mendapatkan sertifikasi profesinya. Meski oleh pemerintah uangnya tak bisa dibayarkan setiap bulan, betapa bersyukurnya Siti.

"Saya tak pernah mendengarkan apa yang dikatakan orang lain jika itu sebuah keburukan, lebih baik saya memikirkan masa depan anak anak saya. Allah tak pernah tidur," katanya kepadaku beberapa hari kemarin.

Siti bersyukur. Anak yatim piatu ini tak mau bergantung kepada orang lain. Jika ia memilih memendam masalahnya, bukan karena ia tak bisa. Ia memilih menjaga pribadinya. Lagian, cerita kesedihan tak selamanya menimbulkan empati. Justu kadang sebaliknya.

Post a Comment for "Selalu Ada Tuhan Jika Mau"