Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pesan Lagi Butuh Duit yang Tak Dibalas, Teman Macam Apa Kamu!

Ilustrasi-nuralimahmudi
Seorang suami membutuhkan bantuan segera. Kondisinya sekarat. Kalau istilah kerennya SOS, kependekan dari save our soul. Please, tolonglah. Anak perempuan satu-satunya sakit demam tinggi. Ia sudah mencoba mencari utangan, namun tak berhasil mandapatkannya.

Mungkin karena ia orang miskin. Lelaki ini bekerja sebagai pemulung sampah di sebuah tempat pembuangan sampah. Pekerjaan ini dijalaninya bersama istrinya. Pernah ia mencoba mencari pekerjaan lain, namun karena skillnya tak mumpuni, akhirnya ia kembali menjadi pemulung.

Anaknya berumur tiga tahun. Sudah dua hari demam. Dibelikannya obat di warung sebelah rumah, namun kondisi putrinya tak kunjung membaik.

Lalu lelaki ini teringat kepada seseorang yang selama ini dianggapnya sebagai saudara. Orang itu pun menganggapnya sebagai saudara. Dulu, saat pergi merantau bersama, kemana-mana senantiasa berdua. Satu kampung. Usia yang tak jauh berbeda membuat persahabatan keduanya seperti mie instan rebus dan bumbunya. Selalu ada berdua.

Lalu ia mencoba mengirimkan SMS kepada temannya itu.

"Sahabat, toolonglah saya. Anak saya sakit, demam tinggi. Saya tak ada uang lagi, kalau bisa pinjami saya untuk berobat dia. Maaf tak bisa nelepon, pulsa tak ada, ini pun pakai SMS gratisan" tulisnya.

Tak sampai semenit, temannya tadi menelepon.

"Oke sahabat, tunggu sebentar ya. Nanti saya ke rumahmu, jangan kemana-mana," terdengar suara temannya di ujung telepon.

Lelaki ini menahan lega. Ia bersyukur masih ada teman yang masih percaya kepadanya. Tak banyak pakai nanya, langsung berniat membantu.


Lalu ingatannya kembali ke pengalaman menyakitkan sehari sebelumnya.

"Mau pinjam duit, memangnya aku pegawai dinas sosial?" celetuk temannya sesama pemulung ketika lelaki ini mengutarakan niatnya meminjam uang.

"Dasar miskin, minggu lalu saya sudah kasih utangan beras. Belum kamu lunasi sudah berani-beraninya mau utang lagi. Ah pasti alasan saja anakmu sakit," ujar pemilik warung yang selama ini kerap menjadi tempat mengutang kebutuhan pokok para pemulung.

Satu jam, dua ja, hingga tiga jam, temannya yang menyanggupi meminjaminya uang belum juga datang. Padahal jarak rumahnya dengan rumah temannya paling satu jam perjalanan menggunakan sepeda motor. dan temannya itu pun memiliki sepeda motor meski butut.

Lelaki ini mengirimkan SMS lagi kepada temannya. Pesan tak terkirim, apalagi terbaca.

Ia galau. Pikirannya kacau. Tak disangka, teman dekatnya tega janji palsu. Dasar tak tahu diri, tak ingat saat baru merantau aku yang membelikan beras. Aku yang selama dua bulan membayar uang kos. Sahabat tak tahu diri.

Ia mencoba mengirimkan SMS, hingga kuota SMS gratisnya habis, Tak ada jawaban atau balasan sama sekali.

Sumpah serapah keluar dari mulut lelaki ini. Istrinya hanya terdiam melihat putri mereka tergolek lemas di kasur tipis yang sudah kusam.

Tiba-tiba handphone lelaki ini berdering. Nama temannya muncul di layar. Langsung saja ia mengeluarkan makian. Segala bentuk kata kata tak pantas dilontarkannya.

"Muak aku mendengar suaramu. Kamu tahu anakku sakit keras. Kalau tak bisa meminjami jangan berjanji, dasar teman tak tahu diri. Bla bla bla."

Lalu leli ini mematikan sambungan. Temannya kembali menelepon. Direject. Berulang kali seperti itu. Kemarahan mendera dada lelaki miskin ini.

Ia kemudian duduk di kursi kayu bekas di ujung satu-satunya ruangan di rumahnya yang lebih pantas disebut gubuk. Ketika dilihatnya istrinya meminjam ponselnya, ia berkata dengan nada keras, "Tak usah jawab kalau bajingan itu menelepon lagi. Putus persaudaraanku dengannya!'

"Tidak, Bang. Saya mencoba mengirim SMS kepada bekas teman kerja di perusahaan sepatu dahulu, siapa tahu ada yang mau membantu kita," jawab istrinya.

Saat tengah mencari-cari nomor telepon di buku catatan usang untuk dikirim SMS, sebuah pesan masuk ke handphone suaminya.

Dibukanya dan ia membaca kalimat yang terkirim ke handphone suaminya.

Maaf, pas ngantar uang ke sini ban motor pecah. Ganti ban luar dalam.

Lalu terkirim SMS kedua, isinya: Karena bayar ban, saya khawatir uang tak cukup utki berobat anakmu.

Lalu SMS ketiga masuk, begini kalimatnya: Saya pun ke toko hp dekat bengkel, jual hp saya ganti yg murah.

SMS terakhir: Tunggu di rumah, saya segera datang.

Seketika itu juga menitik air mata istri pemulung miskin ini. Lalu ia menyerahkan handphone di tangannya kepada suaminya.

Ia melihat bagaimana bibir suaminya bergetar bergetar membaca SMS temannya. Ia lalu menggigit bibirnya agak air mata tak tumpah.

Tak berapa lama temannya datang. Lelaki pemulung menubruknya sambil meminta maaf.

"Tak apa, bukankah kita sudah berjanji berteman saat suka dan sedih," jawab temannya sambil meminta pemulung segera mengangkat tubuh putrinya.

"Saya antar ke rumah dokter terdekat. Tadi saya nanya warga ada dokter praktik dekat jalan keluar sana," kata temannya lagi.

Di boncengan temannya, pemulung menatap wajah putrinya sambil menangis. Untuk uang berobat putrinya, seorang teman rela dan ikhlas melakukan perngorbanan seperti ini. Dan ia telah salah menduga.

Post a Comment for "Pesan Lagi Butuh Duit yang Tak Dibalas, Teman Macam Apa Kamu!"