Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Saya Merindukan Surat Cinta

Surat cinta. Foto ilustrasi nurali mahmudi
Belum genap sebulan, saya membaca di koran dua kali terjadi pencabulan kepada gadis di bawah umur. Bahkan ada yang baru pacaran empat hari, akhirnya ibu si gadis lapor polisi karena pacar anaknya sudah berbuat tak sepantasnya.

Cinta memang aneh, unik. Agaknya pepatah lama, dari mana datangnya cinta, dari mata turun ke hati lama-lama dianggap usang. Jika sudah dicap usang, nasibnya seperti kalender. Mana ada orang menjual kalender dengan tahun mundur. Misalnya ini tahun 2018 lalu ada yang jualan kalender keliling tahun 2017. Kalaupun ada yang membeli, saya kok tidak yakin kalau dipajang. Kalau dibuat bungkus kacang atau benda kecil lain agar tak berserakan, mungkin. Masuk akal.

Dulu, dulu sekali, ketika saya tertarik dengan seorang gadis, saya pandangi dahulu wajahnya. Bentuk hidungnya, bibirnya, matanya, rambutnya. Lalu ke tingkahnya. Kalem, cool, tomboy atau jinak-jinak kuda nil. Setelah ada klik di hati, biasanya ke toko membeli kertas surat. Kalau tak salah waktu itu mereknya Harvest. Agak wangi-wangi baunya.


Hahahaha, ya maklum mau nembak seseorang masa pakai kertas buku tulis biasa. Kesan pertama kan begitu menggoda, selanjutnya terserah yang terima surat. Mau diterima syukur alhamdulillah, dipikir-pikir ya syukur dengan harapan 90 persen dijawab ya, ditolak ya pantang mundur. Selagi dia masih sendiri nguber, Kecuali kalau lihat dia sudah sama cowok lain, apa boleh buat. Ya harus mundur pelan-pelan. Pelan-pelan saja kata Tantri, yang vokalis Band Kotak itu, lho.

Berani mengirim surat saya jamin sudah melihat orang mau dikirimi. Paling tidak dari kejauhan. Sampai-sampai saya zaman SMA justru tak suka kalau ada hari Minggu. Tak bisa melihat parasnya yang membuat hati adem, ayem, tentrem. Itu tanda hati saya sudah kesengsem. Buah asem yang kecut pun serasa apem yang legit.

Saya pernah menjadi juara pertama lomba menulis surat cinta yang diadakan Suara Merdeka, korannya Jawa tengah. Untuk lomba, bisa ngarang ditujukan untuk siapa saja. Tetapi saya benar-benar membayangkan gadis pujaan hati saat menuliskannya. Ketika dimuat tentu banyak orang yang baca. Ulasan Mas Prie GS yang waktu itu menangani halaman untuk anak muda di Suara Merdeka atas surat cintaku pun lumayan bagus.

Meski menang tetapi gadis pujaan hati rupanya tak membacanya. Atau membaca namun dianggap ah gombal amoh (kain bekas) hahahaha. Yah, bukan jodohnya. Gitu saja kok repot. Apalagi menekan tombol report.

Saya pemberani. Waktu SMA datang langsung ke rumah teman satu kelas untuk memberikan surat cinta. Malam-malam. Saya berikan langsung. Bertatapan muka. Berhadap-hadapan. rasanya itu tak bisa dibayangkan. Ada khawatir, senang, malu pokoknya bercampur aduklah. Saat tangannya menerima surat saya, weh... byuh... rasanyaaaaa.

Dan saya ditolak saat itu juga. Dia membaca surat di depan saya.

Kini, surat cinta sudah kuno. Anak-anak sekarang tak perlu lagi deg-degan menunggu datangnya Pak Pos. Begitu menulis kata, langsung dibalas. Semua gara-gara media sosial yang jenisnya bisa dipilih. Saya masih respeklah sama apilkasi daring yang memiliki fitur video call. Setidaknya dua anak manusia yang baru kenal di dunia maya bisa saling melihat. Oh, ini rupanya wajahnya. Oh, tahi lalatnya mak, menggoda.

Sayangnya, meski ada fitur tersebut jarang digunakan oleh sebagian orang. Akhirnya ya hanya menggombal lewat tulisan. Tak tahu bahwa banyak sekali orang lain yang bisa membobol kata kunci media sosial milik orang lain. Beda dengan surat cinta. Saya rasa Pak Pos atau pegawai Pos kurang kerjaan kalau hanya membuka surat cinta yang dikirimkan lewat BUMN ini hanya untuk membacanya. Apalagi difotokopi. Buat apa, kurang kerjaan banget.

Ya, dua peristiwa yang saya baca di koran terjadi di Tanjungpinang dan Tanjungbalai Karimun. Yang di Tanjungpinang cowoknya akan menyebarkan foto pacarnya karena diputus. Diputus cinta kok sampai ngancam, ya? Lha kenalannya juga kurang begitu ada upaya, hanya lewat jari-jari di ponsel. Kenalannya hanya lewat media sosial, diputus ya tinggal cari lagi. Masih banyak. Persoalannya, yang lain mau atau nggak? hehe.

Di Tanjungbalai Karimun, lebih dahsyat, baru empat hari pacaran lewat media sosial, seorang dara berusia 13 tahun diperlakukan kenalan barunya seperti maaf layaknya suami istri. Empat hari pacaran lewat media sosial, tiga kali mereka melakukannya.

Saat ibu si dara membaca percakapan anak gadisnya dan pacarnya di ponsel, segera saja melaporkan apa yang dialami anaknya itu ke polisi.

Itu hanya secuil contoh pacaran lewat media sosial. Pasti ada juga yang akhirnya memang jadi pasangan yang baik-baik saja. Tetapi juga tak sedikit yang sekadar mencoba, menyapa say hello, dijawab dianggap berkah. Dibiarkan kosong ya tinggal cari yang lain.

Banyak kasus yang tidak terpublikasi. Begitulah media sosial, bisa kasih foto orang lain, bisa kasih nama perguruan tinggi palsu, dan data palsu lainnya. Kecuali membuat sebuah akun harus menyertakan fotokopi KTP bagi yang sudah punya, nomor induk siswa, denah alamat rumah, pernyataan orangtua yang mengizinkan anaknya memiliki sebuah akun medsos.

Hingga seseorang rela kabur dari rumah hanya untuk menemui pujaan hatinya Yang telah menggoda hari-harinya di media sosial. Padahal begitu bertemu, lah kok beda wajahnya. Mau apalagi, sudah begitu jauh jarak ditempuh. Belum tentu bawa duit untuk balik ke rumah. berani saja, karena si kadal di medsos menjanjikan tenang saja, nanti uang pulangnya saya yang nanggung. Huenake rek lek ngomong.

Begitulah kira-kira....

Post a Comment for "Saya Merindukan Surat Cinta"