Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pelajaran Berharga untuk Anak Saya Menjelang Operasi

Membaca berkas sendiri sebelum operasi. F-nurali
Tuhan menciptakan alam dan seisinya penuh dengan misteri yang menjadikan manusia berlomba-lomba melakukan penelitian. Sementara jauh di luar hasil penelitian yang dilakukan orang-orang pintar, ada dua hal yang selalu menyertai sebuah kehidupan, Baik dan buruk, positif dan negatif, dan kata lain yang artinya tak jaug berbeda.

Saat saya menuliskan artikel yang sedang Anda baca ini, saya tengah menunggu anak saya , M Farand Ilalang di RSUD Raja Ahmad Thalib, Provinsi Kepri di Tanjungpinang. Hanya berdua di lantai empat, satu kamar dua pasien. Kebetulan pasien lain tengah kosong jadi mutlak kamilah penguasa satu kamar dengan kamar mandi di dalam.

Begitu masuk, alhamdulillah ada sebuah televisi merek LG yang ukurannya kira-kira 17 inci, kalau salah ukuran mohon dimaafkan karena swear dari kecil saya tidak pernah berjualan televisi, kalau merusakaan sebuah televisi pernah. Sayangnya, sampai saya naik dan mengambil foto labelnya untuk mendapatkan nomor seri produknya lalu memasukkannya ke aplikasi remote yang saya unduh di playstore, ternyata tak bisa.

Pertanyaan saya sangat sederhana, kalau memang televisi itu hanya dibuat pajangan mbok ya diganti akuarium saja. Mendingan masih bisa melihat ikan -ikan bergerak ke sana ke sini di dalam air. Sudah tiga hari saya di kamar anyelir RSUD Provinsi Kepri ini, menunggu televisi dinyalakan hehe.


Ah, sudahlah. Mungkin pasien dengan televisi di depan matanya tak baik untuk kesehatan. Atau televisi membuat pasien patah tulang seperti anak saya memilih berlama-lama di depan televisi ketimbang tidur untuk memulihkan kondisinya pasca operasi.

Bukan itu kok sebenarnya inti tulisan saya kali ini. Sejak memeriksakan tangannya yang patah tulang, saya mengelompokkan tema pembicaraan dengan beberapa orang hanya dalam dua hal: positif dan negatif.

Tumbuhlah dengan pelajaran-pelajaran hidup, Nak. F-nurali
Yang positif adalah mereka, yang saat berbincang dengan anak saya dan mengetahui apa yang dideritanya memberikan pesan menggairahkan untuk menghadapi meja operasi. Kalimat-kalimat seperti: oh saya saat muda juga pernah, nggak lama kok sembuhnya. Apalagi zaman sekarang alat operasinya canggih.

Ada juga seorang pasien dengan kaki diperban karena batok tempurungnya pecah justru mengajak anak saya bercanda. "Ah itu hanya pergelangan tangan, Bang. Saya sekujur kaki, nih, lihat." Setiap kali mendapatkan teman bicara yang seperti itu, wajah anak saya tampak bergembira. Meski saya tahu, dua tulang di atas pergelangan tangan kirinya patah dan sakit.

"Nggak lama lah ya, Yah, nanti operasinya. Itu yang lukanya lebih parah dari Mas Lalang saja katanya sebentar," ujar anak saya. Optimis. Ia pun menunggu jadwal operasi dengan hati kuat. Keyakinannya terbentuk, aura positif masuk ke otaknya.

Nah, di saat memasuki ruang persiapan menjelang operasi di lantai tiga, kebetulan ada pasien yang juga menunggu memasuki ruang operasi. Sama-sama sudah dibuka baju dan celana panjangnya, hanya menyisakan celana dalam lalu diselimuti. Jelas usianya jauh lebih tua dibandingkan Ilalang. Sejenak keduanya bercakap.

Tak lama, lelaki tadi menceritakan bagaimana sakitnya menjalani operasi. Ia sampai dibius dua kali dan merasakan sakit yang luar biasa. Ia memang menunggu operasi untuk pengambilan pen yang sudah ditanam di pergelangan tangannya.

Kulihat air mata Ilalang menitik. Saya tahu, ada perasaan takut di hatinya. Dan saat Bapak tadi masuk dulu ke kamar operasi untuk ditangani dokter, saya berbicara banyak kepada anak saya. Di saat - saat terakhir menjelang operasi seharusnya mendapatkan penyemangat, ternyata bayangan menyakitkan yang didengarnya.

Akhirnya tibalah saatnya anak saya menjalani operasi. Masuk jam 11.00 keluar jam 15.00 WIB kurang beberapa menit. Tentu saja operasinya tak selama itu, karena ada waktu di mana obat bius harus dimasukkan, waktu untuk mendorong ranjang operasi anak saya dan sebagainya.

Saat saya dipanggil, Ilalang masih belum sadar. Tubuhnya terbaring di ranjang, di ruang pemulihan. Kulihat indikator kehidupan di layar monitor yang terus mengeluarkan bunyi seirama. Alhamdulillah, kata dokter kondisinya cukup stabil. Tinggal menunggu bangun, siuman, lalu dirontgen sebentar dan boleh masuk lagi ke ruang Anyelir.

Ini hari kedua pasca operasi. Ilalang yang menjalani, mengalami sendiri bagaimana rasanya dioperasi tak perlu minta referensi orang lain lagi. Ia tahu seperti apa dioperasi. Kepada saya ia menanyakan sebuah pertanyaan: kok kemarin Bapak itu cerita dioperasi merasakan sakit dan teriak ya, Yah? Saya hanya ingat diajak ngobrol dokter suka Eros gitaris Sehila on DSeven nggak, saya jawab nggak terlalu, habis itu nggak merasakan apa-apa. Tahu-tahu sudah dioperasi.

Oh, ya, anak saya memang berencana sekolah menengah musik jika tangannya pulih kelak.

Lalu saya bisikkan kepadanya, di manapun ia nanti berada. Akan selalu ada dua hal, baik dan buruk, positif dan negatif, suka dan tidak suka, cinta dan benci. Satu pelajaran tentangnya sudah dipelajarinya sendiri, saya percaya dia mendapatkan pengalaman berharga dari operasinya.

Post a Comment for "Pelajaran Berharga untuk Anak Saya Menjelang Operasi"