Sultan Mahmud Riayat Syah Resmi Jadi Pahlawan Nasional Asal Kepri, Lantas?
Resmi sudah Sultan Mahmud Riayat Syah (SMRS) asal Kepulauan Riau menjadi Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Pemberian gelar dilaksanakan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (9/11). Selain SMRS, gelar Pahlawan Nasional juga diberikan kepada Tuan Guru Kiai Haji (TGKH) M Zainuddin Abdul Madjid asal Lombok NTB, Laksamana Malahayati (Keumalahayati) asal Aceh, dan Lafran Pane asal Yogyakarta.
Untuk SMRS, penganugerah gelar Pahlawan Nasional dihadiri oleh Tengku Husein, keturunan ke-7 SMRS, yang datang bersama anak dan menantunya atas undangan dari istana negara. Zuriat RMRS ini didampingi Gubernur Kepri H Nurdin Basirun dan Bupati Lingga Alias Wello. Penganugerahan gelar pahlawan itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 115 TK Tahun 2017.
Aku terus terang bangga dengan berita tersebut. Aku yang lahir di Jawa, namun sampai sekarang rezekiku di Kepri, turut merasakan kegembiraan itu. Dan untuk kali pertama aku ingin merasakan atmosfir kegembiraan dan rasa syukur itu, karena kabarnya plakat penganugerahan SMRS setibanya di Tanjungpinang besok pagi (11/11) akan diarak dari Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) keliling kota menuju Gedung daerah, Tepi Laut.
Akan diadakan prosesi Tepung Tawar diikuti penyampaian sejarah perjuangan SMRS, lantunan doa dan syukur. Malam harinya, syukuran berlanjut dengan pesta rakyat di Gedung daerah. Arakan-arakan plakat juga bakal diadakan di Kabupaten Lingga, pada acara Tamadun Melayu, yang bertepatan dengan hari ulang tahun Kabupaten Lingga. Sekadar tambahan, makam SMRS ada di Kabupaten Lingga.
Dengan demikian, kini Kepri memiliki tiga Pahlawan Nasional. Karena sebelum SMRS, dua Pahlawan Nasional dari Kepri sudah ditetapkan yakni, Raja Haji Fisabilillah (RHF) yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 072/TK/1997 tanggal 11 Agustus 1997 dan cucunya Raja Ali Haji (RAH) yang ditetapkan melalui SK Presiden No.089/TK/Tahun 2004.
Anakku yang sekolah di sebuah SMP di Tanjungpinang, yang melirik aku menulis artikel ini pun mengabariku, "Besok kami disuruh guru mengenakan baju kurung, yah. Untuk menyambut pemberian gelar pahlawan siapa itu, Yah?" Dan kujawab, Sultan Mahmud Riayat Syah.
Kegembiraan sudah pasti akan terasa di tanah Kepri. Kemeriahan penyambutan plakat sudah pasti mengundang banyak warga untuk berdatangan ke Gedung Daerah. Kebanggan akan terpancar dari wajah warga masyarakat, tak peduli pejabat tinggi, pegawai rendah dan rakyat jelata. Bakul bakul kakilima juga akan turut merayakannya sambil berjualan.
Penambahan jumlah Pahlawan Nasional juga akan berdampak ke berbagai hal, salah satunya buku sejarah lama harus direvisi. Karena jumlah Pahlawan Nasional Indonesia saat ini 173 orang, terdiri dari 160 laki-laki dan 13 perempuan.
Saat pesta penyambutan usai, jalan-jalan dilalui aktivitas warga seperti biasa, panggung hiburan sudah dibongkar, dan hari berganti, akankah penganugerahan Pahlawan Nasional untuk SMRS tinggal kenangan? Hanya koleksi foto-foto di memori smartphone. Dan ada masanya ketika ada foto baru yang lebih menarik harus masuk ke kartu memori, maka foto kemeriahan penyambutan Pahlawan Nasional itu akan dihapus. Apalagi demam chat di aplikasi pesan instan seperti whatsapp secara default akan meninggalkan foto yang dikirim teman ke memori smartphone.
Pelajar sudah pasti akan diingatkan ada pahlawan baru bernama Sultan Mahmud Riayat Syah. Masyarakat juga seharusnya tahu. Aku percaya, bukan sembarang orang bisa mendapatkan gelar tersebut. Semasa hidupnya ia harus melakukan tindak kepahlawanan, dan berjasa luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara. Berjasa bukan selalu harus di medan perang, melainkan juga di bidang lain yang gaung dan manfaatnya dirasakan secara nasional.
Ada syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum akhirnya Presiden memutuskan tokoh tersebut memperoleh gelar pahlawan nasional. Keputusan ini diambil setelah Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bersidang pada Oktober lalu.
Aku ibaratkan pesta penyambutan itu sebagai sebuah kejadian luar biasa. Pasti hangat saat penyelenggaraannya. Namun semakin lama gaungnya semakin hilang. Selain bakal ada banyak acara lain, ingatan manusia juga ada batasnya. Nama Sultan Mahmud Riayat Syah memang ada di hati, namun kisah heroiknya serta keberaniannya di Tanah Melayu ini apakah akan tetap menginspirasi generasi muda Kepri?
Gadget dan informasi teknologi menyebar begitu dahsyat. Game game bertebaran. Bagi yang hanya sekadar ingin menapaki zaman tanpa memberikan makna pada kehidupannya, masa lalu adalah saat yang tak perlu lagi diingat. Yang penting masa depan. Padahal tanpa masa lalu ya nggak ada masa depan Mas Bro! Kalau Sultan Mahmud Riayat Syah nggak berjuang ya belum tentu atai izin Allah kita menghirup kemerdekaan ini. Perlu ada anak-anak muda yang tetap mengingat keberadaan Pahlawan Nasional dari Kepri, membuat kegiatan untuk menurunkan semangat kepahlawanan itu kepada generasi berikutnya.
Mungkin yang ada dalam benak, acara untuk mengenang pahlawan itu sesuatu yang membosankan. Diskusi, seminar dan sebagainya. Lah, kalau cerdas ya bisa dibuat dalam bentuk yang lebih now. Misalnya festival lagu lagu perjuangan, temanya ya mengenang kembali jiwa kepahlawanan para Pahlawan Nasional. Lha wong lagu perjuangan diaransemen ulang menjadi lebih ngebeat atau ngeblues juga bisa kok. Dengan panggung ditata sedemikian rupa sehingga benar-benar berkesan. Bisa juga pementasan drama kolosal. Pementasan teater.
Atau kalau nggak, cukup deh menanamkan jiwa-jiwa kepahlawanan dalam hati anak-anak muda yang akan mewarisi negeri ini. Dianggap pahlawan kok mimpin tawuran, oalah. Dianggap pahlawan karena royal traktir teman di kafe. Dianggap pahlawan karena bisa bantu ngasih utangan. Ealah. Semoga saja ke depan bermunculan pahlawan-pahlawan di tanah ini. Kalau levelnya nggak harus sekelas Pahlawan Nasional ya paling tidak membanggakan masyarakat. Diakuinya SMRS sebagai Pahlawan Nasional seyogyanya bisa menjadi penyemangat. Lantas ada anak-anak muda yang menjadi SMRS pada bidangnya masing-masing.
Mau tahu riwayat singkat Sultan Mahmud Riayat Syah? Aku kutip dari halaman website Pemrpov Kepri, Sultan Mahmud Riayat Syah atau juga disebut Sultan Mahmud Syah III dilantik menjadi Sultan tahun 1761 M pada usia belia, saat masih berusia dua tahun. Pusat pemerintahannya berada di Hulu Riau (Kota Raja) selama 26 tahun (dari tahun 1761-1787 M).
Demi taktik perang melawan Belanda, Sultan Mahmud Syah III kemudian memindahkan Ibukota kerajaan di Lingga hingga akhir hayatnya, tahun 1812 M. Sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang, banyak kebijakan Sultan Mahmud Syah III yang strategis dan monumental.
Salah satunya dengan memerintahkan perjuangan melawan penjajah dalam perang di Teluk Riau dan Teluk Ketapang Melaka pada tahun 1784. Dalam peperangan ini, panglima perang Raja Haji Fisabillillah, tewas sebagai syahid.
Meski mengalami kekalahan, tidak menyurutkan perjuangan Sultan Mahmud Syah III melawan penjajah. Beliau justru semakin memperkuat armada perangnya, menyusun strategi dan membangun pusat-pusat ekonomi.
Sultan Mahmud Syah III juga mempererat kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang dengan beberapa kerajaan lainnya seperti Jambi, Mempawah, Indragiri, Asahan, Selangor, Kedah dan Trenggano. Sultan Mahmud Syah III, menguatkan persaudaraan antara Melayu dan Bugis melalui ‘sumpah setia’ dan pernikahan antara kedua belah pihak. Kebijakan Sultan ini terbukti mampu menjadi senjata ampuh, melawan penjajah yang terkenal dengan politik adu dombanya.
Pada masanya juga, Lingga dirintis menjadi pusat tamaddun Melayu. Diantaranya menggalakan dunia tulis (mengarang) dalam kitab-kitab ajaran agama Islam dan bahasa (sastra) Melayu. Kelak, bahasa Melayu menjadi cikal bakal bahasa pemersatu nusantara, yakni bahasa Indonesia.
Sultan Mahmud Syah III, menjadikan Pulau Penyengat sebagai maskawin pernikahannya dengan Engku Puteri Raja Hamidah binti Raja Haji. Berkat perjuangan Sultan pula, akhirnya Lingga dan Pulau Penyengat menjadi kota yang hebat. Lingga kemudian dikenal sebagai Bunda Tanah Melayu dan Pulau Penyengat sebagai Pulau Indera Sakti.
Foto-wannazie.blogspot.co.id |
Aku terus terang bangga dengan berita tersebut. Aku yang lahir di Jawa, namun sampai sekarang rezekiku di Kepri, turut merasakan kegembiraan itu. Dan untuk kali pertama aku ingin merasakan atmosfir kegembiraan dan rasa syukur itu, karena kabarnya plakat penganugerahan SMRS setibanya di Tanjungpinang besok pagi (11/11) akan diarak dari Bandara Raja Haji Fisabilillah (RHF) keliling kota menuju Gedung daerah, Tepi Laut.
Akan diadakan prosesi Tepung Tawar diikuti penyampaian sejarah perjuangan SMRS, lantunan doa dan syukur. Malam harinya, syukuran berlanjut dengan pesta rakyat di Gedung daerah. Arakan-arakan plakat juga bakal diadakan di Kabupaten Lingga, pada acara Tamadun Melayu, yang bertepatan dengan hari ulang tahun Kabupaten Lingga. Sekadar tambahan, makam SMRS ada di Kabupaten Lingga.
Dengan demikian, kini Kepri memiliki tiga Pahlawan Nasional. Karena sebelum SMRS, dua Pahlawan Nasional dari Kepri sudah ditetapkan yakni, Raja Haji Fisabilillah (RHF) yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 072/TK/1997 tanggal 11 Agustus 1997 dan cucunya Raja Ali Haji (RAH) yang ditetapkan melalui SK Presiden No.089/TK/Tahun 2004.
Anakku yang sekolah di sebuah SMP di Tanjungpinang, yang melirik aku menulis artikel ini pun mengabariku, "Besok kami disuruh guru mengenakan baju kurung, yah. Untuk menyambut pemberian gelar pahlawan siapa itu, Yah?" Dan kujawab, Sultan Mahmud Riayat Syah.
Kegembiraan sudah pasti akan terasa di tanah Kepri. Kemeriahan penyambutan plakat sudah pasti mengundang banyak warga untuk berdatangan ke Gedung Daerah. Kebanggan akan terpancar dari wajah warga masyarakat, tak peduli pejabat tinggi, pegawai rendah dan rakyat jelata. Bakul bakul kakilima juga akan turut merayakannya sambil berjualan.
Penambahan jumlah Pahlawan Nasional juga akan berdampak ke berbagai hal, salah satunya buku sejarah lama harus direvisi. Karena jumlah Pahlawan Nasional Indonesia saat ini 173 orang, terdiri dari 160 laki-laki dan 13 perempuan.
Makam Sultan Mahmud Riayat Syah di Lingga. F-prokepri.com |
Pelajar sudah pasti akan diingatkan ada pahlawan baru bernama Sultan Mahmud Riayat Syah. Masyarakat juga seharusnya tahu. Aku percaya, bukan sembarang orang bisa mendapatkan gelar tersebut. Semasa hidupnya ia harus melakukan tindak kepahlawanan, dan berjasa luar biasa bagi kepentingan bangsa dan negara. Berjasa bukan selalu harus di medan perang, melainkan juga di bidang lain yang gaung dan manfaatnya dirasakan secara nasional.
Ada syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum akhirnya Presiden memutuskan tokoh tersebut memperoleh gelar pahlawan nasional. Keputusan ini diambil setelah Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bersidang pada Oktober lalu.
Aku ibaratkan pesta penyambutan itu sebagai sebuah kejadian luar biasa. Pasti hangat saat penyelenggaraannya. Namun semakin lama gaungnya semakin hilang. Selain bakal ada banyak acara lain, ingatan manusia juga ada batasnya. Nama Sultan Mahmud Riayat Syah memang ada di hati, namun kisah heroiknya serta keberaniannya di Tanah Melayu ini apakah akan tetap menginspirasi generasi muda Kepri?
Gadget dan informasi teknologi menyebar begitu dahsyat. Game game bertebaran. Bagi yang hanya sekadar ingin menapaki zaman tanpa memberikan makna pada kehidupannya, masa lalu adalah saat yang tak perlu lagi diingat. Yang penting masa depan. Padahal tanpa masa lalu ya nggak ada masa depan Mas Bro! Kalau Sultan Mahmud Riayat Syah nggak berjuang ya belum tentu atai izin Allah kita menghirup kemerdekaan ini. Perlu ada anak-anak muda yang tetap mengingat keberadaan Pahlawan Nasional dari Kepri, membuat kegiatan untuk menurunkan semangat kepahlawanan itu kepada generasi berikutnya.
Mungkin yang ada dalam benak, acara untuk mengenang pahlawan itu sesuatu yang membosankan. Diskusi, seminar dan sebagainya. Lah, kalau cerdas ya bisa dibuat dalam bentuk yang lebih now. Misalnya festival lagu lagu perjuangan, temanya ya mengenang kembali jiwa kepahlawanan para Pahlawan Nasional. Lha wong lagu perjuangan diaransemen ulang menjadi lebih ngebeat atau ngeblues juga bisa kok. Dengan panggung ditata sedemikian rupa sehingga benar-benar berkesan. Bisa juga pementasan drama kolosal. Pementasan teater.
Atau kalau nggak, cukup deh menanamkan jiwa-jiwa kepahlawanan dalam hati anak-anak muda yang akan mewarisi negeri ini. Dianggap pahlawan kok mimpin tawuran, oalah. Dianggap pahlawan karena royal traktir teman di kafe. Dianggap pahlawan karena bisa bantu ngasih utangan. Ealah. Semoga saja ke depan bermunculan pahlawan-pahlawan di tanah ini. Kalau levelnya nggak harus sekelas Pahlawan Nasional ya paling tidak membanggakan masyarakat. Diakuinya SMRS sebagai Pahlawan Nasional seyogyanya bisa menjadi penyemangat. Lantas ada anak-anak muda yang menjadi SMRS pada bidangnya masing-masing.
Mau tahu riwayat singkat Sultan Mahmud Riayat Syah? Aku kutip dari halaman website Pemrpov Kepri, Sultan Mahmud Riayat Syah atau juga disebut Sultan Mahmud Syah III dilantik menjadi Sultan tahun 1761 M pada usia belia, saat masih berusia dua tahun. Pusat pemerintahannya berada di Hulu Riau (Kota Raja) selama 26 tahun (dari tahun 1761-1787 M).
Demi taktik perang melawan Belanda, Sultan Mahmud Syah III kemudian memindahkan Ibukota kerajaan di Lingga hingga akhir hayatnya, tahun 1812 M. Sebagai pemimpin tertinggi Kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang, banyak kebijakan Sultan Mahmud Syah III yang strategis dan monumental.
Salah satunya dengan memerintahkan perjuangan melawan penjajah dalam perang di Teluk Riau dan Teluk Ketapang Melaka pada tahun 1784. Dalam peperangan ini, panglima perang Raja Haji Fisabillillah, tewas sebagai syahid.
Pemberian gelar Pahlawan Nasional 2017 oleh Presiden Joko Widodo. F-Biro Pers Setpres |
Sultan Mahmud Syah III juga mempererat kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang dengan beberapa kerajaan lainnya seperti Jambi, Mempawah, Indragiri, Asahan, Selangor, Kedah dan Trenggano. Sultan Mahmud Syah III, menguatkan persaudaraan antara Melayu dan Bugis melalui ‘sumpah setia’ dan pernikahan antara kedua belah pihak. Kebijakan Sultan ini terbukti mampu menjadi senjata ampuh, melawan penjajah yang terkenal dengan politik adu dombanya.
Pada masanya juga, Lingga dirintis menjadi pusat tamaddun Melayu. Diantaranya menggalakan dunia tulis (mengarang) dalam kitab-kitab ajaran agama Islam dan bahasa (sastra) Melayu. Kelak, bahasa Melayu menjadi cikal bakal bahasa pemersatu nusantara, yakni bahasa Indonesia.
Sultan Mahmud Syah III, menjadikan Pulau Penyengat sebagai maskawin pernikahannya dengan Engku Puteri Raja Hamidah binti Raja Haji. Berkat perjuangan Sultan pula, akhirnya Lingga dan Pulau Penyengat menjadi kota yang hebat. Lingga kemudian dikenal sebagai Bunda Tanah Melayu dan Pulau Penyengat sebagai Pulau Indera Sakti.
Post a Comment for "Sultan Mahmud Riayat Syah Resmi Jadi Pahlawan Nasional Asal Kepri, Lantas?"