Mereka Melepas Jilbab Sekolahnya di Taman
Rerimbunan itu terasa kental. Hijau muda dan tua bercampur, menandakan ada yang baru lahir dan yang sudah dimakan usia. Dedaunan lebat itu seakan kanopi besar di atas bangku bangku Taman Bestari, kawasan Tepi Laut, Tanjungpinang. Saat aku duduk di sebuah bangku beton yang dibuat melingkari batang pohon mangga, hari masih terik, sebentar lagi azan ashar. Namun panasnya tak terasa karena sejuknya hawa di taman ini.
Baru kemarin siang, saat 20 menit sejak aku duduk lalu membuka ponsel. Apalagi yang dilakukan manusia zaman sekarang saat sendirian kalau nggak buka ponsel? Sebab di situ bisa ngobrol sama teman, bisa nulis surat buat teman, bisa membaca berita sesuai yang diinginkan, nonton video rekaman atau langsung dan banyak lagi. Dua siswi sebuah sekolah menengah atas, entah SMU atau SMK aku tak tahu persis, memarkir sepeda motornya di tepi jalan. Tak jauh dari tempatku duduk.
Awalnya mereka melihat-lihat sekeliling. Menyusuri jalan setapak sebelum akhirnya menuruni anak tangga menuju bangku yang dilengkapi atap persegi melengkung. Keduanya terlihat bercakap-cakap. Karena posisiku di atas, aku dengan jelas bisa melihat gerak-gerik mereka. Dan aku bukan spy atau mengawasi mereka, kebetulan juga posisi dudukku lurus dengan tempat keduanya berada.
Tak ada lima menit berselang, salah satu siswi melepaskan jilbabnya. Ia lalu menggerai rambutnya dengan sisir tangan. Mungkin ingin mendapatkan bentuk rambut terbaik. Lalu ia berdiri menghadap ke arah jalan raya di bawahnya, kalau dari tempatku duduk berarti membelakangi. Dan temannya yang masih mengenakan jilbab kemudian mengarahkan kamera ponselnya untuk membidik temannya yang serius berpose.
Ada beberapa jepretan kukira. Sesekali mataku dan mata mereka beradu, membuat dua gadis belia itu pindah tempat. Mungkin risih mereka ya, kenapalah ada bapak-bapak duduk dekat sini, jadi gagal gaya nih mau foto foto. Lha aku ya nggak salah dong, sudah datang lebih dahulu. Lagian taman ini milik warga, siapa saja boleh datang. Kok jadi panjang hehe. Yang pasti mereke berdua pasti mencari hasil foto terbagus. Mungkin mau dikirimkan temannya.
Lalu aku juga serius menyentuh nyentuh layar ponselku. Dan saat aku kembali memperhatikan mereka, tak ada lagi yang mengenakan jilbab. Keduanya melepasnya untuk mendapatkan foto sesuai keinginan. Yang membuat aku nggak mudeng, apakah foto tanpa jilbab hasilnya memang lebih menarik dibandingkan yang mengenakan jilbab, ya? Ah biarlah, siapa tahu mereka memang sudah merencanakan untuk mengambil foto yang bagus dengan gaya dan pakaiannya. Dan kulihat memang mereka membungkus tubuhnya dengan jaket, menutupi seragam sekolahnya.
Setidaknya ada empat tempat di taman yang menjadi lokasi pemotretan mendadak siang itu. Di sela sela sesi pemotretan itu mata belia mereka masih tetap mengawasi orang orang yang sesekali melintas. Kalau siang taman ini memang terlihat sepi. Menjelang sore baru beberapa warga datang melepas penat atau sekadar ingin merasakan keteduhan.
Keduanya terlihat gugup saat mereka menatapku aku arahkan telunjuk tanganku ke arah empat kamera pengintai (CCTV) yang terpasang di taman. Tanpa berpikir panjang mereka bergegas menaiki tangga lalu meninggalkan taman dengan rambut masih terbuka, belum sempat lagi mengenakan jilbab sekolah.
Aku larut lagi dalam kesendirian. Bukan lantaran ditinggal gadis gadis belia nan cantik, melainkan memang saat itu hanya ada aku seorang dan tiga lainnya di ujung kiri jalan taman. Yah sempat mikir juga. Dulu hape pertamaku hanya bisa buat kirim SMS dan nelepon. Untuk mendapatkan kartu selulernya saja harus mengisi form lalu disurvei. Waktu itu belum ada pra bayar, masih pascabayar. Dan pada saat waktu pembayaran tiba, antre di kantornya menunggu panggilan. Sekarang, ganti nomor perdana saja gampangnya kayak beli kacang goreng.
Fitur ponsel juga sudah keren habis. Salah satu ya kamera tadi. Kemana-mana, di mana-mana, asalkan tak lupa bawa smartphone bisa ambil foto atau membuat klip video. Begitu gampangnya. Nggak heran kalau dua siswi tadi nggak perlu memanggil tukang foto keliling untuk mengabadikan mereka bergaya. Mereka bisa menjadi fotografer untuk temannya, gantian. Meski kaedah fotografi tak mereka kuasai, yang penting senyum jepter, tertawa jepret, pasang dua jari di depan wajah jepret, dan tunggu ya... foto segera dikirim.
Yang satu masih mengenakan jilbab. Kemajuan zaman membuat pengambilan foto bisa dilakukan dengan mudah. Fotoku dhewe. |
Awalnya mereka melihat-lihat sekeliling. Menyusuri jalan setapak sebelum akhirnya menuruni anak tangga menuju bangku yang dilengkapi atap persegi melengkung. Keduanya terlihat bercakap-cakap. Karena posisiku di atas, aku dengan jelas bisa melihat gerak-gerik mereka. Dan aku bukan spy atau mengawasi mereka, kebetulan juga posisi dudukku lurus dengan tempat keduanya berada.
Tak ada lima menit berselang, salah satu siswi melepaskan jilbabnya. Ia lalu menggerai rambutnya dengan sisir tangan. Mungkin ingin mendapatkan bentuk rambut terbaik. Lalu ia berdiri menghadap ke arah jalan raya di bawahnya, kalau dari tempatku duduk berarti membelakangi. Dan temannya yang masih mengenakan jilbab kemudian mengarahkan kamera ponselnya untuk membidik temannya yang serius berpose.
Ada beberapa jepretan kukira. Sesekali mataku dan mata mereka beradu, membuat dua gadis belia itu pindah tempat. Mungkin risih mereka ya, kenapalah ada bapak-bapak duduk dekat sini, jadi gagal gaya nih mau foto foto. Lha aku ya nggak salah dong, sudah datang lebih dahulu. Lagian taman ini milik warga, siapa saja boleh datang. Kok jadi panjang hehe. Yang pasti mereke berdua pasti mencari hasil foto terbagus. Mungkin mau dikirimkan temannya.
Lalu aku juga serius menyentuh nyentuh layar ponselku. Dan saat aku kembali memperhatikan mereka, tak ada lagi yang mengenakan jilbab. Keduanya melepasnya untuk mendapatkan foto sesuai keinginan. Yang membuat aku nggak mudeng, apakah foto tanpa jilbab hasilnya memang lebih menarik dibandingkan yang mengenakan jilbab, ya? Ah biarlah, siapa tahu mereka memang sudah merencanakan untuk mengambil foto yang bagus dengan gaya dan pakaiannya. Dan kulihat memang mereka membungkus tubuhnya dengan jaket, menutupi seragam sekolahnya.
Setidaknya ada empat tempat di taman yang menjadi lokasi pemotretan mendadak siang itu. Di sela sela sesi pemotretan itu mata belia mereka masih tetap mengawasi orang orang yang sesekali melintas. Kalau siang taman ini memang terlihat sepi. Menjelang sore baru beberapa warga datang melepas penat atau sekadar ingin merasakan keteduhan.
Dan keduanya asyik saling membidik. Fotoku dhewe. |
Aku larut lagi dalam kesendirian. Bukan lantaran ditinggal gadis gadis belia nan cantik, melainkan memang saat itu hanya ada aku seorang dan tiga lainnya di ujung kiri jalan taman. Yah sempat mikir juga. Dulu hape pertamaku hanya bisa buat kirim SMS dan nelepon. Untuk mendapatkan kartu selulernya saja harus mengisi form lalu disurvei. Waktu itu belum ada pra bayar, masih pascabayar. Dan pada saat waktu pembayaran tiba, antre di kantornya menunggu panggilan. Sekarang, ganti nomor perdana saja gampangnya kayak beli kacang goreng.
Fitur ponsel juga sudah keren habis. Salah satu ya kamera tadi. Kemana-mana, di mana-mana, asalkan tak lupa bawa smartphone bisa ambil foto atau membuat klip video. Begitu gampangnya. Nggak heran kalau dua siswi tadi nggak perlu memanggil tukang foto keliling untuk mengabadikan mereka bergaya. Mereka bisa menjadi fotografer untuk temannya, gantian. Meski kaedah fotografi tak mereka kuasai, yang penting senyum jepter, tertawa jepret, pasang dua jari di depan wajah jepret, dan tunggu ya... foto segera dikirim.
Tulisannya bagus sekali mas, enak dibaca dan gak ngebosenin. Kasih tipsnya dong biar bisa nulis kayak gini hehe
ReplyDeleteSalam kenal, salam dari orang Bintan ��
Pertama, jangan ribet mencari ide, semua hal di sekitar kita adalah sumber tulisan. Kedua rancang seperti apa tulisan yang ingin disampaikan, fokusnya di mana. Ketiga, jangan malu untuk menulis. Keempat, buat blog Mas Bro nanti kita ramaikan... Salam hangat
Delete