Meski Dianaya Berat, Berjuang untuk Tetap Hidup
Aku awalnya sama dengan yang lain. Dengan sesuatu yang serupa denganku di sekelilingku. Kami tumbuh bersama. Perbedaan keluarga bukan penghalang bagi kami untuk berinteraksi. Bahkan beberapa di antara kami bisa hidup bersama. Lalu berubah ketika pembangunan dilaksanakan.
Siapa yang tak ingin memiliki tubuh yang bugar? Bentuk badan yang bagus? Lengan lengan yang lengkap dan berfungsi dengan baik? Kaki kaki berdiri kokoh. Dan makanan melimpah sebagai modal menjalani hidup. Namun lihatlah diriku kini, masih mampu berdiri saja sudah lebih baik. Bisa dikatakan ketidakberdayaanku bisa berujung nestapa. Namun aku melawan. Aku melawan sekuat tenaga.
Akulah sebatang pohon di tepi jalan. Mudah untuk menjumpaiku. Tahu Taman Gurindam, kan? Itu, taman yang letaknya di lereng bukti di atas Gedung Gonggong persis. Dari tempat pembuangan sampah sampai Gedung RRI, di sebelah kiri, akan kamu jumpai aku. Aku tak bisa pindah ke mana-mana. Kakiku terpasung beton keras. Membelengguku pagi, siang, sore, malam. Sesak rasanya pori pori kakiku bernafas.
Seharusnya aku berhak mendapatkan tanah yang bervitamin. Dahan dan ranting yang tumbuh alami. Sayangnya, dahan utamaku di bagian atas pernah dipotong. Mungkin berharap aku segera kering, lalu mati. Toh tanpa kehadiranku masih ada begitu banyak pohon di sekelilingku. Rupanya pemenggalan dahanku tak membuat Tuhan menakdirkanku mati di tepi jalan.
Ranting-ranting baru bermunculan. Di antara pori pori kulit batangku, mereka seakan melakukan perlawanan. Jika dibuat head to head, kekuatanku seorang diri dengan seorang manusia tentu jauh berbeda. Aku bukan lawan manusia. Tak puas dengan cara itu. Lihatlah, bumi tempatku tumbuh dan menancapkan kakiku dicor utuh. Tak ada sedikit bulatan di bagian bawah kakiku yang menyentuh tanah. Dibeton begitu saja.
Segala derita yang kualami tak ingin kujadikan ratapan. Hanya menangis dan meminta belas teman-temanku. Sebagian justru dalam kepongahan karena memiliki tubuh yang mampu membesar, memiliki akar gantung menjuntai dari dahan tinggi ke tanah. Ada yang tumbuh belasan meter, sementara aku hanyalah pohon kecil. Mungkin usiaku remaja. Ah, mungkin di usiakau yang masih remaja membuatku memiliki semangat luar biasa untuk melawan keinginan manusia agar aku mati.
Sedikit makanan yang mampu kuserap akarku adalah anugerah tiada tara. Aku sengaja tidak terlalu sering melihat ke bawah, agar tak menyadari kakiku sudah dibeton untuk memperluas jalan. Kalau musim hujan tiba, teman-temanku bergembira karena tanah tempatnya tumbuh segera basah oleh air. Sementara aku hanya melihat air mengalir membentuk alur alur kecil di atas aspal jalan, melewati kakiku dan tumpah di tepi aspal. Dalam kondisi terbatas, kumanfaatkan dahan dan ranting baruku agar bisa mendorong semangatku tetap hidup.
Salah satu hal yang juga menjadi pemikiranku ialah siapa tahu aku bermanfaat untuk mahluk lain, manusia. Pohon yang posisi berdirinya seperti aku tak banyak di sini. Di tepi jalan yang sudah diaspal. Justru menurutku aku bisa menjadi penanda kalau tepian aspal sudah mau habis ketika melihatku. Jarak tumbuhku dengan jurang hanya di kisaran 30 centimeter. Jangan ugal-ugalan untuk ngebut di sini dan roda terlalu dekat ke pinggir aspal. Jurang di belakangku mampu menyakiti tubuh kuat manusia sekali pun.
Selamat Hari Sumpah Pemuda, wahai generasi muda Indonesia. Semoga perjuangan sebatang pohon di tepi jalan ini mampu menjadi pelecut semangat untuk tetap berkarya dan berguna untuk sesama. Jangan mudah menyerah meski kondisi tengah parah. Dan aku belum seberapa jika engkau bandingkan dengan para pejuang yang mengusir penjajah dan tokoh-tokoh muda yang berhasil menyatukan semangat muda di negeri ini.
Mereka, tokoh-tokoh pemuda yang gerak-geriknya selalu diawasi, rapat-rapatnya diintimidasi oleh penjajah, langkahnya dibatasi, jeruji besi siap menanti, namun tak patah nyali. Sekali lagi, selamat Hari Sumpah Pemuda..
Aku dikerdilkan, namun tak menyerah. Fotoku dhewe. |
Akulah sebatang pohon di tepi jalan. Mudah untuk menjumpaiku. Tahu Taman Gurindam, kan? Itu, taman yang letaknya di lereng bukti di atas Gedung Gonggong persis. Dari tempat pembuangan sampah sampai Gedung RRI, di sebelah kiri, akan kamu jumpai aku. Aku tak bisa pindah ke mana-mana. Kakiku terpasung beton keras. Membelengguku pagi, siang, sore, malam. Sesak rasanya pori pori kakiku bernafas.
Seharusnya aku berhak mendapatkan tanah yang bervitamin. Dahan dan ranting yang tumbuh alami. Sayangnya, dahan utamaku di bagian atas pernah dipotong. Mungkin berharap aku segera kering, lalu mati. Toh tanpa kehadiranku masih ada begitu banyak pohon di sekelilingku. Rupanya pemenggalan dahanku tak membuat Tuhan menakdirkanku mati di tepi jalan.
Dahan utamaku pernah dipangkas. F-dhewe. |
Segala derita yang kualami tak ingin kujadikan ratapan. Hanya menangis dan meminta belas teman-temanku. Sebagian justru dalam kepongahan karena memiliki tubuh yang mampu membesar, memiliki akar gantung menjuntai dari dahan tinggi ke tanah. Ada yang tumbuh belasan meter, sementara aku hanyalah pohon kecil. Mungkin usiaku remaja. Ah, mungkin di usiakau yang masih remaja membuatku memiliki semangat luar biasa untuk melawan keinginan manusia agar aku mati.
Sedikit makanan yang mampu kuserap akarku adalah anugerah tiada tara. Aku sengaja tidak terlalu sering melihat ke bawah, agar tak menyadari kakiku sudah dibeton untuk memperluas jalan. Kalau musim hujan tiba, teman-temanku bergembira karena tanah tempatnya tumbuh segera basah oleh air. Sementara aku hanya melihat air mengalir membentuk alur alur kecil di atas aspal jalan, melewati kakiku dan tumpah di tepi aspal. Dalam kondisi terbatas, kumanfaatkan dahan dan ranting baruku agar bisa mendorong semangatku tetap hidup.
Kalau hujan, air tak bisa segera masuk ke tanah. F-dhewe. |
Selamat Hari Sumpah Pemuda, wahai generasi muda Indonesia. Semoga perjuangan sebatang pohon di tepi jalan ini mampu menjadi pelecut semangat untuk tetap berkarya dan berguna untuk sesama. Jangan mudah menyerah meski kondisi tengah parah. Dan aku belum seberapa jika engkau bandingkan dengan para pejuang yang mengusir penjajah dan tokoh-tokoh muda yang berhasil menyatukan semangat muda di negeri ini.
Mereka, tokoh-tokoh pemuda yang gerak-geriknya selalu diawasi, rapat-rapatnya diintimidasi oleh penjajah, langkahnya dibatasi, jeruji besi siap menanti, namun tak patah nyali. Sekali lagi, selamat Hari Sumpah Pemuda..
Post a Comment for "Meski Dianaya Berat, Berjuang untuk Tetap Hidup"