Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Wus, Bungkusan Itu Dilempar Orang Kaya dari Dalam Mobil

Dua orang itu asyik berbincang. Padahal tempat duduk mereka hanya beton tangga jalan, menghubungkan tepi jalan raya dengan halaman Komplek Pinlang Mas, depan Gerbang Bintan Centre 1. Dan empat hari lalu aku melintasi, lalu berhenti. Mengamati sebentar keduanya.

Rapat kecil penyapu jalan, tak butuh notulen dan ruang AC.
Fotoku dhewe.
Lalu aku duduk di dekat mereka. Awalnya kehadiranku tak dianggap. Obrolan mereka masih tetap dilanjutkan. Mereka tak sedang membicarakan Anies - Sandiaga yang sebentar lagi dilantik sebagai Gubernur DKI menggantikan Ahok - Djarot. Nggak mikir mereka. Juga bukan geger Catalunya (baca Catalonia) yang ngebet berpisah dari Spanyol. Terlalu ribet bagi mereka hehe. Obrolan tak lepas dari pekerjaan mereka.

Keduanya adalah penyapu jalan. Cukup mudah untuk menebak pekerjaan mereka, bahkan saat sedang tidak bertugas. Mengenakan topi, baju lengan panjang, memegang sapu. Kalau sedang istirahat pun sapu tak pernah jauh dari mereka duduk. Kadang kalau mau jujur, betapa nikmatnya mereka duduk. Tak perlu mikir mau duduk di kursi mana yang kerap dijadikan rebutan. Mau beton bekas, batang kayu, gundukan tanah, semuanya bisa menjadi kursi.

Dan betapa nikmatnya mereka makan. Nasi bungkus yang dibawa dari rumah. Nasi yang sama, lauk yang sama, sayur yang sama, dengan yang dimakan suami dan anak-anak mereka di rumah. Minum cukuplah air putih. Sederhana namun menyehatkan. Dan orang-orang kecil seperti mereka memang tak neko-neko, kok. Sudah bisa bekerja, dibayar pemerintah setiap bulan, sudah bentuk anugerah yang menjadi alasan untuk besryukur.


Aku ikut nimbrung. Lalu melebur dalam cerita dan kisah mereka. Sebagai penyapu jalan, ada suka dan dukanya. Seperti pekerjaan lain, selalu ada dua hal bertentangan tersebut. Sukanya, bisa bekerja. Meski penyapu jalan, dianggap pekerjaan yang rendah bagi mereka yang hanya memanfaatkan matanya untuk sekadar melihat tanpa merasa dan berpikir, dianggap lebih beruntung. Dukanya, nah ini nih yang agak panjang untuk dituliskan.

Bersyukur atas pekerjaan dan bertanggung jawab
atas tugasnya. Fotoku dhewe.
Satu dari mereka bercerita, beberapa kali ada lemparan bungkusan plastik dari balik kaca mobil yang melintas. Padahal lemparan itu dilakukan bukan di tempatnya. begini gambarannya, misalnya Kareem Abdul Jabbar atau Michael Jordan atau Magic Johnson melemparkan bola basketnya ke keranjang bola, itu nggak salah. Juga Maradona, Pele, Neymar menendang bola ke gawang lawan itu ciamik. Sudah jelas ada keranjang basket dan gawangnya yang diincar.

Nah, lemparan tanpa peringatan dari balik kaca mobil ini dilakukan asal barang yang dilempar jatuh dekat penyapu jalan. Kecuali, kebetulan penyapu jalan sedang menyapu di dekat bak sampah. Mungkin orang kaya yang ada di mobil melemparkan sampah yang sudah dimasukkan plastik agar masuk ke dalam bak sampah. Lha ini nggak. Lempar begitu saja ke jalanan di mana penyapu jalan sedang bekerja.

Mau tak mau, penyapu jalan ini harus memungut plastik sampah tadi. Karena pekerjaan mereka juga diawasi. Ada pengawas lapangan yang berkeliling. Kalau plastik jatuh masih dalam kondisi terikat nggap apa-apa. Pernah juga isinya berserakan ketika menimpa tanah, karena sampahnya bukan sampah kering. Bagi mereka penyapu jalan, tak ada yang bisa dilakukan selain memungut atau menyapunya ulang. Kadang harus mengurut dada. Lalu siapa pelempar bungkus tersebut? Para perempuan tangguh ini menyebutnya sebagai orang kaya.

"Punya mobil kan orang kaya, Mas," ujar penyapu jalan satunya.

Mereka menyadari, menjadi tukang sampah tugasnya membersihkan sampah. Dan mungkin begitu juga yang ada dalam pikiran para orang kaya tadi. Asal lempar, lalu menginjak pedal gas, berlalu begitu saja. Atau mungkin seperti itu juga perilaku orang kaya yang suka melempar sampah keluar jendela mobilnya, ketika di rumah semuanya diserahkan kepada pembantunya. Masih menganggap manusia berkasta. Ih, zaman begini masih ada yang ngawur gitu, ya?

Absen dahulu, Bu. Alhamdulillah separoh kerja hari
itu selesai. Fotoku dhewe.
Keduanya tak pernah merasa sakit hati. Ya sakit hati sekian menit pernah. Namun esok paginya saat bekerja lagi, sudah nggak sakit hati lagi. Soalnya, kalau hal seperti itu membuat sakit hati, akan kembali berulang dan berulang.

Menjelang siang, para pahlawan kita ini istirahat. Menunggu pengawas menyodorkan buku absensi. Setelah itu pulang, sore hari kembali lagi menyapu jalan.

"Pernah juga saya sudah menyapu sampai sana," kata penyapu jalan pertama sambil menunjuk halaman Komplek Pinlang Mas ujung, "tak tahunya ada sampah kertas kecil-kecil dipotong-potong tercecer dari mobil. Sudah panas, haus, ada yang seperti itu. Saya sapu lagi."

Selain cerita tentang orang kaya, mereka juga mengatakan ada orang baik. Siapa mereka? Kadang, iya kadang, ada orang yang memberikan uang kepada mereka. Jumlahnya? Ada yang Rp50 ribu, Rp20 ribu. Begitulah, mereka menyebut orang dermawan tadi sebagai orang baik.

Lalu aku berpikir, coba orang orang kaya itu membuka kaca jendela mobilnya, minta tolong membuangkan bungkusan plastik sampahnya lalu memberinya sedikit rezeki kepada penyapu jalan, bukankah sebutannya jadi orang kaya yang baik hati? Anda mau disebut orang kaya yang baik hati dan mendapatkan berlarik larik doa baik dari bibir dan hati para penyapu jalan?

Post a Comment for "Wus, Bungkusan Itu Dilempar Orang Kaya dari Dalam Mobil"