Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bibir Lebih Baik Ketimbang Papan Peringatan

Sebagian orang mengenakan sepatu usai salat asar berjamaah
di Masjid Al Irsyad. Fotoku dhewe
Kemarin sore, selepas mengantar anak les di Raffles, jalan Merdeka, Tanjungpinang, aku memutar balik lalu duduk santai di Taman Bestari. Satu jam menunggu lumayan bisa sejenak istirahat di bawah rindangnya pepohonan tua. Suasananya tenang, hawanya teduh. Lalu azan salat ashar berkumandang.

Bergegas kunyalakan mesin sepeda motorku, mencari masjid terdekat. Alhamdulillah ada Masjid Al Irsyad. Masjid ini berada dalam komplek perumahan perwira TNI Angkatan Laut. Sebelum aku memarkir kendaraan, kulihat sudah ada belasan motor diparkir. Karena aku belum berwudhu, maka kuikuti tangga turun. Masjid Al Irsyad memang terdiri dari dua lantai, lantai dua sejajar dengan jalan raya.

Kutanggalkan jaketku, kulipat seadanya lalu kumasukkan ke dalam tas punggungku. Setelah membersihkan diri, aku naik ke lantai dua. Sudah ada beberapa orang yang salat sunat masuk masjid. Sebuah masjid yang tidak terlalu besar, namun bersih. Karpet berwarna dominan biru serta dinding dengan sentuhan kaligrafi menyejukkan hati. Aku mengambil duduk di belakang sebelah kanan, di samping tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua.

Ada yang lebih lama berdoa selepas salat Ashar. Foto dhewe.
Tiba-tiba seorang lelaki yang usianya di atas 50 tahun lewat di depanku. Melihatku masih menggendong tas, ia menepuk pundakku dan mengatakan: Mas, tasnya ditaruh di depan saja. Kulihat bagian depan. Kalau itu yang dimaksud, maka depan adalah tempat kosong yang tidak digunakan jamaah untuk salat, sehingga jika ada banyak tas atau barang ditaruh di depan tidak akan menyentuh kepala jamaah saat sujud. Aku mengiyakan saja sambil mengucapkan terima kasih. Namun aku hanya menurunkan tas dari gendongan, menaruhnya di sebelah karena masih ada beberapa orang belum menyelesaikan salat sunatnya. Nggak sopan kalau harus melewati orang orang yang tengah menghadap Sang Khalik.


Tempat parkir motor Masjid Al Irsyad.
Rupanya apa yang disampaikan bapak tua tadi bukan yang pertama. Ada seorang pria baru saja salam, tanda salat sunatnya sudah selesai. Seorang lelaki yang berada persis di sebelahnya bertanya apakah tas hitam yang menggembung besar di bawah tiang masjid itu punya dia. Kulihat pria berseregam perusahaan itu mengangguk. Dan ia mendapatkan anjuran agar tasnya diletakkan di depan. Sepertinya semua orang yang berjamaah di Masjid Al Irsyad memiliki pemikiran yang sama kepada setiap orang yang masuk masjid, berniat salat dan meletakkan tasnya di tepi masjid, bawah tiang, belakang atau bagian sempit lain. Yang disarankan adalah memindahkan tas ke bagian depan ruang salat.

Usai iqamat diperdengarkan, semuanya berdiri mengambil posisi salat. Kulihat ada dua tas punggung di depan. satu punyaku, satu punya seseorang yang masih mengenakan seragam perusahaannya. Dan pada waktu itulah imam menoleh ke belakang, dengan pengeras suara menganjurkan agar semua yang membawa tas agar dipindahkan ke depan. Jujur saja, baru kali itu aku ke masjid dan mendapatkan anjuran yang sama dari beberapa orang.

Dan salat ashar berjamaah pun akhirnya kami lakukan.

Iseng-iseng aku berbincang dengan beberapa orang yang tengah mengenakan sepatunya. Mereka adalah pegawai di instansi militer, namun bagian sipilnya. Dari mereka aku mendapatkan jawaban: semua kemungkinan bisa terjadi. Masjid bagi mereka yang memiliki niat nggak baik tetap menjadi tempat untuk memuluskan niat mereka. Dan saling mengingatkan sudah menjadi tradisi di masjid ini. Lagipula, letak masjid memang bereda di tepi jalan raya. Siapa pun bisa masuk, terutama saat salat dilaksanakan.

Masjid Al Irsyad dan warna biru yang menyejukkan.
Sebelum turun ke lantai satu, kulihat dinding masjid memang tak terlalu banyak hiasan. hanya kaligrafi dan jam digital penunjuk waktu salat, azan dan iqamat. Untuk memperingatkan jamaah bisa saja dibuatkan tulisan misalnya: Jaga Barang Anda; Mohon Tas Taruh di Barisan Depan; Demi Keamanan, Tas Taruh Depan; Jangan Taruh Tas Sembarang, Letak di Depan dan sebagainya. Namun orang-orang yang biasa berjamaah di masjid ini tak memilih cara demikian.

Dengan menyapa, menganjurkan berarti sudah terjalin komunikasi. Bisa saja dari sekedar mengingatkan tadi berubah menjadi pertemanan. Dan pertemanan adalah salah satu bentuk menjaga ukhuwah islamiyah. "Kalau tas atau barang bawaan ditaruh di depan kan salatnya Insya Allah lebih khusuk, Mas. Apalagi yang di dalam tas barang berharga," ujar seorang dari mereka. "Papan peringatan bisa saja dibuat, tetapi saling mengingatkan secara langsung rasanya lebih afdhol," timpal lainnya.

Aku kembali duduk duduk di taman Bestari, menunggu jam 16.00 datang, untuk menjemput anakku pulang les Bahasa Inggris. Masih kunikmati sejuknya air wudhu serta keramahan orang orang di Masjid Al Irsyad.

2 comments for "Bibir Lebih Baik Ketimbang Papan Peringatan"