Sudah Salah, Marah, Bentak, Ngomel... Yealah
Pagi tadi, belum ada satu jam saat tulisan ini aku ketik, seorang lelaki mengomel habis-habisan kepada seorang lelaki lainnya. Jelas terlihat bagaimana kemarahan terpancar dari wajah lelaki yang mengomel tadi. Meski suasana ramai, toh tak mengurangi tensi lelaki yang mengomel tadi. Ada apa sih, pagi-pagi sudah ngomel-ngomel, Pak?
Ceritanya, di depan SMP Negeri 4, Tanjungpinang, Jalan Basuki Rachmat itu, ada U Turn atau tempat memutar arah. Yang dari arah Pamedan bisa mutar kembali di sini, yang dari arah Simpang Engku Putri juga bisa memutar di sini. Sebuah mobil dari arah Simpang Engku Putri menunggu sekian lama dengan menyalakan lampu sein atau riting pada sebelah kanan, tanda bahwa ia ingin memutar.
Saat lalulintas agak kosong, ia memutar kemudi penuh agar bisa belok kanan. Sebenarnya sekali putar kemudi kendaraannya bisa langsung berbelok dan jalan. Namun pada saat ujung kepala mobilnya berada di sudut terdekat dengan trotoar, sebuah sepeda motor dengan santainya nyelonong. Aku yang melihatnya mengira bakal terjadi benturan. Rupanya si pengemudi mobil menginjak remnya secara refleks, menyisakan hanya sekian centimeter moncong kepala mobilnya dengan bodi sepeda motor.
Sebuah klakson dibunyikan pengemudi mobil. Mendapatkan peringatan klakson, lelaki pengendara sepeda motor memelankan kendaraannya yang selamat dari benturan. Ia menoleh ke arah kaca depan mobil yang dikemudikan seseorang yang membunyikan klakson. Dan, keluarlah kata-kata marah, membentak, ngomel. Sementara anak sekolah yang ada di boncengannya hanya diam. Semua orang yang ada tahu, pemarah ini mengambil jalan kanan. Ia melawan arus dengan cueknya.
Jalanan memang gampang membuat semangat untuk marah meninggi. Jalanan identik dengan debu, panas, ketegangan dan makna serupa lainnya. Karena otak kita dibiasakan dengan konotasi tersebut, mungkin pada sebagian orang menjadi semacam kondisi baku. Kesenggol sedikit marah, antrean lampu hijau menyala marah dengan menekan-nekan klakson, disalip sewot, kecipratan air hujan sedikit meradang. Kalau dicari salah benar pada peristiwa pagi tadi, jelas yang salah ya pengendara sepeda motor.
Itulah, masih manusia karena memiliki rasa amarah. Okelah misalnya ditarik dahulu kata salah dan benar. Andaikata si pengendara sepeda motor itu benar, pengemudi mobil yang salah. Lalu pengendara motor tertabrak mobil hingga tulang kakinya patah, motornya ringsek. Ia harus dirawat di rumah sakit beberapa minggu. Memang biayanya dibantu orang yang menabraknya. Ketika sembuh dan diperbolehkan pulang, tulang kakinya tak lagi bisa sama panjang dengan tulang kaki satunya. Ia pincang, jalan melompat-lompat atau kalau tidak membawa kruk. Motornya sudah diperbaiki dan normal.
Sayang, ia tak lagi bisa mengendarai motornya. Ia tak bisa lagi mengantar anak-anaknya sekolah. Padahal ia korban, ia orang yang menaati peraturan lalulintas. Patuh. Benar tetapi harus kehilangan kebahagiaan mengantar anak-anak sekolah? Kehilangan masa jalan-jalan dengan motornya? Aku memilih untuk hati-hati saja. Biar saja kuingat pepetah, kalah menang jadi arang. Yang benar dan salah sama-sama merugi.
Butuh kearifan hati, melapangkan hati, mendinginkan hati saat berada di keramaian jalan raya. Cukuplah klakson untuk memberikan peringatan. Sudah terlalu banyak orang-orang yang merasa sok jagoan di negeri ini. Yang diperingatkan ya harus sadar diri. Kayaknya kok nggak ada yang tepuk tangan atau bersorak atau mengejek dan merendahkan jika ada orang salah diingatkan dan mendengarkan. Justru orang lain akan salut dan senang. tentu saja cara mengingatkannya juga pilih pilih kata. Mentang-mentang kata-kata tidak beli, gratis dikeluarkan dari mulut, maunya bahasa sampah yang dikeluarkan.
Sampai pada kalimat ini, gerinis masih turun. Selamat pagi sahabat, selamat beraktivitas semoga semuanya baik-baik saja seperti yang direncanakan.
Jika saling menghargai, lancar jaya pasti. Fotoku dhewe |
Saat lalulintas agak kosong, ia memutar kemudi penuh agar bisa belok kanan. Sebenarnya sekali putar kemudi kendaraannya bisa langsung berbelok dan jalan. Namun pada saat ujung kepala mobilnya berada di sudut terdekat dengan trotoar, sebuah sepeda motor dengan santainya nyelonong. Aku yang melihatnya mengira bakal terjadi benturan. Rupanya si pengemudi mobil menginjak remnya secara refleks, menyisakan hanya sekian centimeter moncong kepala mobilnya dengan bodi sepeda motor.
Semua sudah ada aturannya, ikuti sajalah. Fotoku dhewe. |
Jalanan memang gampang membuat semangat untuk marah meninggi. Jalanan identik dengan debu, panas, ketegangan dan makna serupa lainnya. Karena otak kita dibiasakan dengan konotasi tersebut, mungkin pada sebagian orang menjadi semacam kondisi baku. Kesenggol sedikit marah, antrean lampu hijau menyala marah dengan menekan-nekan klakson, disalip sewot, kecipratan air hujan sedikit meradang. Kalau dicari salah benar pada peristiwa pagi tadi, jelas yang salah ya pengendara sepeda motor.
Itulah, masih manusia karena memiliki rasa amarah. Okelah misalnya ditarik dahulu kata salah dan benar. Andaikata si pengendara sepeda motor itu benar, pengemudi mobil yang salah. Lalu pengendara motor tertabrak mobil hingga tulang kakinya patah, motornya ringsek. Ia harus dirawat di rumah sakit beberapa minggu. Memang biayanya dibantu orang yang menabraknya. Ketika sembuh dan diperbolehkan pulang, tulang kakinya tak lagi bisa sama panjang dengan tulang kaki satunya. Ia pincang, jalan melompat-lompat atau kalau tidak membawa kruk. Motornya sudah diperbaiki dan normal.
Antre,jangan asal nyelonong. Foto dhewe. |
Butuh kearifan hati, melapangkan hati, mendinginkan hati saat berada di keramaian jalan raya. Cukuplah klakson untuk memberikan peringatan. Sudah terlalu banyak orang-orang yang merasa sok jagoan di negeri ini. Yang diperingatkan ya harus sadar diri. Kayaknya kok nggak ada yang tepuk tangan atau bersorak atau mengejek dan merendahkan jika ada orang salah diingatkan dan mendengarkan. Justru orang lain akan salut dan senang. tentu saja cara mengingatkannya juga pilih pilih kata. Mentang-mentang kata-kata tidak beli, gratis dikeluarkan dari mulut, maunya bahasa sampah yang dikeluarkan.
Sampai pada kalimat ini, gerinis masih turun. Selamat pagi sahabat, selamat beraktivitas semoga semuanya baik-baik saja seperti yang direncanakan.
Post a Comment for "Sudah Salah, Marah, Bentak, Ngomel... Yealah"