Gara-Gara Celana Ngatung dan Jenggot
Nama temanku ini Danu Wibiyono, usianya kepala tiga. Pernah bekerja sebagai pegewai honor di sebuah kantor pemerintahan di wilayah Provinsi Kepri, namun memilih mundur. Sarjana Teknik Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ini justru memutuskan diri membuka usaha air galon isi ulang.
Sejak aku jumpa dia, atau tepatnya kenal dia, kira-kira empat tahun lalu, Danu sudah berpenampilan seperti sekarang ini. Jenggotnya yang tidak terlalu lebat dibiarkan memanjang. Lalu semua celana yang dikenakannya tinggi bagian bawahnya pasti di atas mata kaki. Istilahnya cingkrang atau ngatung. Sementara gaya bicaranya seperti kereta api, dia akan senang berbincang dan berdiskusi, melontarkan segala pengatahuan yang dikuasainya. Aku yakin, Danu cerdas secara keilmuan.
Mungkin ada yang menjaga jarak dengan orang-orang yang berpenampilan seperti Danu. Mungkin juga ada yang berpikiran orang-orang berjenggot dan bercelana ngatung itu menganggap yang tidak berpenampilan sama dengannya berarti bukan satu kaumnya. Lebih jauh lagi mereka teroris.
Lho, lho, lho... lha wong soal celana ngatung dan jenggot kok ya sampai membuat hubungan sosial merenggang. Aku itu lho, kalau ketemu Danu di mana saja ya di situ kami duduk. Ketemu di tepi jalan ya paling cari warung terdekat, minum dan ngobrol bareng. Kalau pas bertemu di masjid ya paling habis salat salaman lalu ngobrol sebentar. Aku dan Danu jadi sering ngobrol karena kami pernah menitipkan barang dagangan kami masing-masing ke satu orang yang sama. bedanya, Danu menitipkan barang seperti pelindung kendaraan, sedangkan aku menitipkan jaket, sepatu. Pas ketemu ya gayeng, guyon, padahal ketemu ya di Tanjungpinang. Status: sama perantau.
Danu memelihara jenggot, saya memangkas habis jenggot. Ujung celana Danu ngatung, sementara ujung celana jinsku melebihi mata kaki. Bahkan kadang harus ditekuk agar tidak terlalu panjang. Danu lebih nyaman dengan baju gamisnya, lha aku lebih suka mengenakan kaos tanpa keras alias kaos oblong. Warnanya hitam pula. Gambarnya grup-grup band metal pula. Semakin pudar warnanya semakin belel pula, katanya.
Bertahun-tahun berteman, Danu dan aku masih bisa berkomunikasi seperti dahulu. bedanya, sekarang Danu sudah menjadi ayah satu anak. Perjuangan hidupnya tidak mudah. Pernah berjualan bilis kemasan, tidak jalan. Pernah jualan kelambu kendaraan, tidak berkembang. Pernah membeli lapak kecil di tepi jalan, jualan bensin dan tambal ban, akhirnya ditutup. Aku bangga punya teman seperti Danu. Ia percaya kemampuan dirinya dan rezeki yang sudah diatur oleh Allah.
Di zaman sekarang ini siapa yang masih memasak air untuk minum sehari-hari? Tinggal telepon tukang galon air akan datang kok. Mengambil galon koosng Anda lalu menggantinya dengan galon penuh air. Kebetulan di rumah sendirian, tidak bisa mengangkat air galon ke atas dispenser, banyak tuh tukang galon yang bersedia memasangkan galon ke atas dispenser tanpa tambahan biaya. Dan Danu salah satu tukang galon yang seperti itu.
Namun Danu tak mau sembarang membuka usaha isi ulang air galon. Ia ingin kualitas airnya lebih bagus, maka dipilihlah reverse osmosis atau RO. Dan nama depotnya adalah Sahabat RO. Pria asal Yogyakarta ini menjalankan usahanya pelan-pelan. Tentu saja ia bukan satu-satunya pemain RO di Tanjungpinang. Semua proses dijalaninya sendiri. Sementara istrinya membantunya menjada depot.
Belum genap satu tahun Sahabat RO berdiri, di depan Wahana Air Areca, kini Danu sudah memiliki pelanggan yang rumahnya tak hanya dekat usahanya. Ada yang sampai Teluk Keriting, Pantai Impian, Batu 13 dan ada permintaan dari Kijang yang jaraknya bisa 20 kilometeran, bahkan lebih. Danu sangat berhati-hati menjaga diri, dan ia ingin tetap menjadi pelaku usaha yang jujur. Ia hanya akan menjawab ketika ada calon konsumen datang bertanya, kenapa kok harganya lebih mahal, lalu apa RO itu.
Danu akan memberikan pemahaman, penjelasan, tentu saja secara ilmiah mengingat latar belakang pendidikannya. Bukan hanya warga lokal, warga keturunan Tionghoa pun lambat-laun mulai menyukai rasa Sahabat RO dan cara pelayanan Danu. Hal tersebut merupakan anugerah karena Danu merasa dipercaya menyiapkan air galon untuk kebutuhan hidup sehari-hari keluarga tadi.
"Jadi bukan gara-gara celana ngatung dan jenggot yang membuat kita merasa sendiri atau dijauhi. Melainkan lebih kepada hati," kata Danu.
Pemilik hati yang terjaga setiap hari, tak peduli ia mengenakan busana seperti apa, akan menikmati hidup secara indah. Sementara yang doyan memprovokasi, mengompori, menyebar fitnah dan aib, merasa paling benar sendiri, paling suci sendiri, pada ujungnya akan mengalami kehidupan yang bisa jadi sangat berat dijalani. Begitulah Danu, sahabatku, bicara santai kepadaku.
***
Suatu hari, aku telepon Danu,"Bro minta tolong antarkan tiga galon air isi ulang dan satu tabung gas tiga kilogram."
Dari seberang, pada speaker telinga ponsel, kudengar jawaban, "Siap, tetapi habis ashar ya, Mas."
Kubawa tiga galon air minum yang sudah kosong. Danu yang berjenggot, bercela ngatung tersenyum begitu sampai di depan rumahku. Ia mengucapkan salam, mengajak berjabatan lalu menaruh botol air yang penuh ke lantai teras rumah, menaikkan galon-galon yang kosong. Yah, aku percaya Danu. Bukan aksesoris pada diri kita yang membuat kita istimewa atau biasa atau bukan siapa siapa bagi orang lain, melainkan hati, jiwa, kalbu, nurani.
"Sudah ashar, Mas?" satu pertanyaan singkat itu keluar dari bibir Danu.
"Durung, Kang, sedelok maneh (Belum, Mas, sebentar lagi)," jawabku.
Lalu ia merapikan tempat galonnya, menyalakan mesin sepeda motornya, roda berputar dan aku menatapnya hilang di tikungan Jalan Radar. Mau Danu jenggotan atau kelimis, bercelana ngatung atau jins belel, kalau perilaku dan sikapnya menyenangkan ia adalah teman baikku. Sama seperti ia menerimaku apa adanya.
Segala persyaratan usaha diurus Danu. Legalitas penting. |
Mungkin ada yang menjaga jarak dengan orang-orang yang berpenampilan seperti Danu. Mungkin juga ada yang berpikiran orang-orang berjenggot dan bercelana ngatung itu menganggap yang tidak berpenampilan sama dengannya berarti bukan satu kaumnya. Lebih jauh lagi mereka teroris.
Lho, lho, lho... lha wong soal celana ngatung dan jenggot kok ya sampai membuat hubungan sosial merenggang. Aku itu lho, kalau ketemu Danu di mana saja ya di situ kami duduk. Ketemu di tepi jalan ya paling cari warung terdekat, minum dan ngobrol bareng. Kalau pas bertemu di masjid ya paling habis salat salaman lalu ngobrol sebentar. Aku dan Danu jadi sering ngobrol karena kami pernah menitipkan barang dagangan kami masing-masing ke satu orang yang sama. bedanya, Danu menitipkan barang seperti pelindung kendaraan, sedangkan aku menitipkan jaket, sepatu. Pas ketemu ya gayeng, guyon, padahal ketemu ya di Tanjungpinang. Status: sama perantau.
Pelanggan terus bertambah, Alhamdulillah. |
Bertahun-tahun berteman, Danu dan aku masih bisa berkomunikasi seperti dahulu. bedanya, sekarang Danu sudah menjadi ayah satu anak. Perjuangan hidupnya tidak mudah. Pernah berjualan bilis kemasan, tidak jalan. Pernah jualan kelambu kendaraan, tidak berkembang. Pernah membeli lapak kecil di tepi jalan, jualan bensin dan tambal ban, akhirnya ditutup. Aku bangga punya teman seperti Danu. Ia percaya kemampuan dirinya dan rezeki yang sudah diatur oleh Allah.
Di zaman sekarang ini siapa yang masih memasak air untuk minum sehari-hari? Tinggal telepon tukang galon air akan datang kok. Mengambil galon koosng Anda lalu menggantinya dengan galon penuh air. Kebetulan di rumah sendirian, tidak bisa mengangkat air galon ke atas dispenser, banyak tuh tukang galon yang bersedia memasangkan galon ke atas dispenser tanpa tambahan biaya. Dan Danu salah satu tukang galon yang seperti itu.
Namun Danu tak mau sembarang membuka usaha isi ulang air galon. Ia ingin kualitas airnya lebih bagus, maka dipilihlah reverse osmosis atau RO. Dan nama depotnya adalah Sahabat RO. Pria asal Yogyakarta ini menjalankan usahanya pelan-pelan. Tentu saja ia bukan satu-satunya pemain RO di Tanjungpinang. Semua proses dijalaninya sendiri. Sementara istrinya membantunya menjada depot.
Bersih galon dan bersih hati, sama penting. |
Danu akan memberikan pemahaman, penjelasan, tentu saja secara ilmiah mengingat latar belakang pendidikannya. Bukan hanya warga lokal, warga keturunan Tionghoa pun lambat-laun mulai menyukai rasa Sahabat RO dan cara pelayanan Danu. Hal tersebut merupakan anugerah karena Danu merasa dipercaya menyiapkan air galon untuk kebutuhan hidup sehari-hari keluarga tadi.
"Jadi bukan gara-gara celana ngatung dan jenggot yang membuat kita merasa sendiri atau dijauhi. Melainkan lebih kepada hati," kata Danu.
Pemilik hati yang terjaga setiap hari, tak peduli ia mengenakan busana seperti apa, akan menikmati hidup secara indah. Sementara yang doyan memprovokasi, mengompori, menyebar fitnah dan aib, merasa paling benar sendiri, paling suci sendiri, pada ujungnya akan mengalami kehidupan yang bisa jadi sangat berat dijalani. Begitulah Danu, sahabatku, bicara santai kepadaku.
***
Suatu hari, aku telepon Danu,"Bro minta tolong antarkan tiga galon air isi ulang dan satu tabung gas tiga kilogram."
Dari seberang, pada speaker telinga ponsel, kudengar jawaban, "Siap, tetapi habis ashar ya, Mas."
Ini sahabaku, aku sahabatnya. Mana sehabatmu? |
"Sudah ashar, Mas?" satu pertanyaan singkat itu keluar dari bibir Danu.
"Durung, Kang, sedelok maneh (Belum, Mas, sebentar lagi)," jawabku.
Lalu ia merapikan tempat galonnya, menyalakan mesin sepeda motornya, roda berputar dan aku menatapnya hilang di tikungan Jalan Radar. Mau Danu jenggotan atau kelimis, bercelana ngatung atau jins belel, kalau perilaku dan sikapnya menyenangkan ia adalah teman baikku. Sama seperti ia menerimaku apa adanya.
Semoga pertemanan kalian berlangsung panjang ya.
ReplyDeleteBy the way mas, saya sesekali bingung. Jadi nama aahabat mas ini, Danu, Bayu, atau Dani? Sepertinya banyak typo di tulisan mas kali ini. Semoga setelah diperbaiki nanti, bisa semakin menyenangkan saat dibaca oleh blogger lainnya ya. 😊
Mas Akarua Cha, terima kasih koreksinya. Alhamdulillah sudah saya perbaiki kesalahan huruf pada nama teman saya itu. Semoga komentar Mas menjadi sebuah catatan kebaikan...
Delete