Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dorong Saja, Nggak Usah Ditarik

Selembar kertas dengan tulisan sederhana menempel di kaca sebuah klinik di Jalan DI Panjaitan, Tanjungpinang. Di bagian bawah kertas dituliskan kata-kata seperti ini: Pintu Di Dorong, Jangan Di Tarik. Padahal di bawahnya jelas terlihat stiker bertuliskan Dorong di sebelah gagang pintu persis.

Untuk kata dorong butuh dua warning. F-dewe
Melihat hal tersebut, langsung saja aku foto. Hasilnya bisa Anda lihat di artikel asal-asalan ini. Bagiku, stiker saja sudah cukup. Seharusnya. kan dipasang disamping gagang pintu, siapa saja yang bisa melihat, kalau mau masuk pasti melihat tulisan Dorong tadi. Kecuali mereka bisa menembus kaca lha itu cerita dunia lain. dengan kotak stiker berwarna putih dan tulisan hitam, stiker peringatan ini sangat jelas.

Sementara kalimat peringatan yang dicetak pada selembar kertas HVS putih isinya sama. Ya karena medianya kertas, lebih lebar jadi bisa dituliskan beberapa kata. Yuk kita reunungkan, Pintu Di Dorong, Jangan Di Tarik dengan stiker Dorong, artinya sama bukan? Aku tak sempat bertanya karena para perawat sedang sibuk melayani pasien. Klinik yang aku singgahi untuk sekadar mengambil foto ini memang berada di tepi jalan dan menerima pasien dengan fasilitas BPJS.

Jadi teringat guyonan-guyonan yang kerap dilontarkan teman-teman. Seperti kalau bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah? Kalimat satir ini biasa dikaitkan dengan pelayanan atau birokrasi di kantor-kantor pemerintah. Jangan-jangan tulisan pada kertas dan stiker menunjukkan betapa orang kita menyukai hal yang bertele-tele. Bisa jadi begini sindirannya, kalau bisa diperpanjang mengapa harus diperpendek? Hehehe, dipas paskan saja.

Kalau memang hal itu harus dilakukan untuk memberikan arahan yang benar, kok yo begitu rendahnya daya pikir kita, ya. Hanya untuk meminta kita mendorong pintu, harus dibutuhkan dua peringatan. Aku maklum kalau seandainya stiker bertuliskan Push dan tulisan di HVS Dorong, malah aku tak menemukan bahan untuk membuat artikel yang tengah Anda baca ini. Siapa tahu yang berobat kakek-kakek yang tak bisa bahasa Inggris, tentu tak paham apa arti tulisan Push. Beruntung masih ada tulisan Pintu Di Dorong, Jangan Di Tarik yang sangat mudah dipahaminya.


Kupikir sendiri, apa perilaku kita sering seenaknya? Dilarang naik di kapal yang sudah penuh penumpang, eh masih nekat juga. Dilarang menenggak minuman keras dicampur anake obat-obatan, eh masih nekat juga. Dilarang menggunakan ponsel saat sedang aktif di-charge, eh masih saja dilakukan sehingga muncul musibah. Dilarang korupsi, eh masih saja sampai hari ini satu persatu pelakunya diendus olah komisi antirasuah (baca KPK) lalu dicokok dengan barang bukti beryupa duit duit duit. Mengapa aku tuliskan duitnya tiga kali, karena yang digarong dari rakyat banyak nyak nyak.

Sepasang sandal yang menyendiri. Fotoku dhewe
Mungkin suatu saat bank-bank memberikan banyak papan peringatan hanya untuk mengingatkan agar nasabah antre saat menyetor uang di teller. Yang paling banyak dilihat dalam kehidupan nyata di negeri ini adalah antre. Budaya antre sudah digembar-gemborkan cukup lama, nyatanya masih saja ada yang suka menyelinap. Berdalih temannya pimpinan kantorlah, kerabatnya orang dalamlah, atau apalah. Yang bikin gemes kalau warga biasa antre, eh tiba-tiba gilirannya diserobot oleh oknum yang pakaian dinas hariannya sama dengan petugas yang melayani antrean. Pernah nggak diserobot seperti itu? Ngaku sajalah.

Memang, untuk melakukan sebuah tindakan tepat butuh kesadaran. Untuk tidak mendahului kendaraan di jalan yang dilarang mendahului, namun tetap nekat juga, dibutuhkan otak yang mengesampingkan kesadaran. Kalau orang sadar sepenuhnya, tentu warpada mendahului kendaraan lain sementara marka jalan tengah tidak putus-putus yang artinya jangan mendahului.

Satu lagi foto yang kuambil tak sengaja saat mau salat di sebuah masjid di Tanjungpinang. Pada sebuah anak tangga tunggal jelas ditulis Batas Suci. Semua jamaah yang menganakan alas kaki menanggalkannya di luar. Ada yang di depan pintu, ada yang menaruhnya di rak alas kaki yang sudah disediakan pengelola masjid.

Lalu hari itu terpampang dengan jelas sepasang alas kaki dengan tenang berdiri di bagian batas suci. Sebenarnya kalau melihat tulisan Batas Suci terpasangnya di anak tangga tunggal, sebenarnya alas kaki bisa ditanggalkan di lantai sebelum anak tangga tunggal itu. Namun yang lain memilih menanggalkannya di depan teras. Jadi teras tetap bersih, keset yang dipasang di depan tulisan Batas Suci hanya untuk mengeringkan kaki.

Hayo, sepasang sandal siapa itu?

Post a Comment for "Dorong Saja, Nggak Usah Ditarik"