Bahkan di Tempat Ini Pun Rezeki Dicurahkan
Rezeki adalah sesuatu yang tak bisa ditebak. Dan hanya Allah Raja Segala Raja yang memiliki hak penuh. Otoritas penu untuk memberikan atau tidak kepada mahluk ciptaan-Nya. Namun dengan rumus yang benar, berdoa, berusaha,,,, Dia akan menunjukkan kebesaran_nya. Persoalannya, sabar nggak kita sebagai manusia?
Zaman berubah sangat cepat. Maunya serba cepat. Kalau mengurus perizinan di instansi terkait, ngurus KTP El atau surat tanah di BPN lama, warga bisa komplain. Lha wong sekarang lagi musim kantor-kantor pelayanan publik menyediakan nomor penting untuk pengaduan. Dipampang jelas di ruang publik yang bisa dengan gampang dilihat warga. Nah, kalau urusan rezeki bagaimana sampeyan mau ngadu sama Allah?
Mau ngotot minta bagian rezeki kalau Dia nggak kasih ya gak bakalan dikasih Bro. Soal rezeki ini juga yang menjadi pembiacaraan hangat antara aku dengan lelaki perantau asal Pacitan, Jawa Timur yang kini dikenal dengan sebutan Pak Bakpao. Nggak usah aku jelaskan kayaknya mengapa ia dipanggil demikian? Benar hehe, sebab Pak Bakpao adalah penjual bakpao keliling.
Pernah bekerja di Bekasi sebagai buruh kasar, mendengar cerita temannya di Pekanbaru enak cari duit, lalu tergiur. Bermodal ratusan ribu rupiah, perantau muda ini pun menyusul temannya. Rupanya sang teman hanya berbual-bual, asal ngomong saja. Kenyataannya nggak semudah yang dibayangkan. Di perantauan lelaki muda ini harus mengambil keputusan. Akhirnya memilih menyeberang ke Malysia.
Kebetulan ada sesorang yang bersedia membantu menguruskan perizinan, tentu saja dengan biaya tinggi. Karena ingin sukses, ia berusaha mendapatkan kiriman uang dari keluarganya. Selanjutnya bekerja sebagai tenaga kerja di luar negeri. Pernah dengar musim deportasi tenaga kerja dari negara tetangga? Nah, tokoh utama kita ini juga terkena kebijakan tersebut.
Bertemu di teras Masjid Agung Al Hikmah, Tanjungpinang, sore itu, hari sedang diguyur hujan lebat. Banyak warga yang berteduh sekalian jamaah salat Ashar. Kulihat bakpao Pak Bakpao masih banyak. Untuk melihat masih banyak jualan yang belum terjual cukup mudah. Jika di kotak kaca atas masih menumpuk adonan bakpao, berarti banyak yang belum dimasak. Sebab jika diberikan ke pembeli adalah bakspo yang sudah dipanaskan di alat pemanas yang berbentuk bulat.
Jangan bantah jika Allah ingin memberikan rezeki-Nya. Maksud hati ingin berteduh, salat berjamaah, lalu melanjutkan jualan keliling, nyatanya hujan masih mendera usai salat ashar. Paling lama juga satu jam kami semua menunggu hujan reda, dan dalam rentang waktu itu hampir separo lebih bakpao Pak Bakpao terjual. Rupanya menunggu hujan reda membuat beberapa orang merasa lapar. Mungkin saja ada yang sekedar berteduh lalu melanjutkan perjalanan ke warung untuk makan siang yang agak telat. Dengan senang Pak Bakpao melayani pembeli-pembelinya satu persatu. Berulang kali ia memindahkan adonan bakpao dari kaca di kotak jualan ke dalam alat pemanas.
"Alhamdulillah, bahkan saat istirahat menunggu hujan reda pun bakpao saya laku banyak," kata Pak Bakpao yang duduk bersebelahan dengan aku.
Kembali mengilas balik perjalanan hidupnya, ia menyingkat cerita di Tanjungpinang harus bertahan hidup. Apalagi usia juga sudah tidak muda lagi. Ada keluarga, istri dan anak yang membutuhkan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Pada saat kritis seperti itu, ada teman yang menawari bekerja sama berjualan bakpao. Sang teman ini sudah pengalaman membuat bakpao.
"Saya terima, siapa tahu jalan hidup," lanjut Pak Bakpao.
Namun rupanya butuh modal yang lebih besar. Akhirnya dicari pemodal, sementara Pak Bakpao dan temannya jualan keliling. Dan begitulah seperti yang sering kita dengar. Ketika usaha dibangun lewat jalan kerjasama beberapa pihak, akhirnya bubar. Pak Bakpao merasa sudah telanjur dan tak ingin menghentikan niatnya. Ia belajar dengan tekun cara membuat bakpao yang diketahuinya selama bekerja sama. Akhirnya bisa. tentu saja awalnya rasanya tak karuan, bentuknya kurang beraturan.
Melihat peluangnya bagus, ia kemudian membuatkan gerobak untuk istarinya. Berdua dengan istri Pak Bakpao menekuni usaha bakpao. Dari hasil jualan ini, Allah mencukupkan. Dalam perjalanannya, selalu saja ada rintangan. Namun dilaluinya dengan tawakal. Salah satu yang membuatnya yakin ada rezaki untuknya ialah ia telah berdoa. Sebisa mungkin ia akan singgah ke setiap masjid saat saatnya Zuhur dan Ashar.
"Di semua tempat itu ada rezeki, tergantung bagaimana kita menjalankan usaha," tuturnya.
Ia lalu mencontohkan apa yang barusaja diterimanya, separo jualannya terjual saat menunggu reda di Masjid Agung Al Hikmah. Tentu ia tak mangkal setiap hari di sini, sebagai penjual ia berkeliling. Dari satu jalan, gang perumahan satu ke tempat lain. Pak Bakpao sangat percaya penuh keadilan dan kapan rezeki dicurahkan. Karenanya, ia mengaku akan tetap bertahan sebagai penjual bakpao.
Saat hujan reda, panas kembali menyapa, Pak Bakpao menikmati hasil jualannya. Fotoku dhewe. |
Mau ngotot minta bagian rezeki kalau Dia nggak kasih ya gak bakalan dikasih Bro. Soal rezeki ini juga yang menjadi pembiacaraan hangat antara aku dengan lelaki perantau asal Pacitan, Jawa Timur yang kini dikenal dengan sebutan Pak Bakpao. Nggak usah aku jelaskan kayaknya mengapa ia dipanggil demikian? Benar hehe, sebab Pak Bakpao adalah penjual bakpao keliling.
Pernah bekerja di Bekasi sebagai buruh kasar, mendengar cerita temannya di Pekanbaru enak cari duit, lalu tergiur. Bermodal ratusan ribu rupiah, perantau muda ini pun menyusul temannya. Rupanya sang teman hanya berbual-bual, asal ngomong saja. Kenyataannya nggak semudah yang dibayangkan. Di perantauan lelaki muda ini harus mengambil keputusan. Akhirnya memilih menyeberang ke Malysia.
Kebetulan ada sesorang yang bersedia membantu menguruskan perizinan, tentu saja dengan biaya tinggi. Karena ingin sukses, ia berusaha mendapatkan kiriman uang dari keluarganya. Selanjutnya bekerja sebagai tenaga kerja di luar negeri. Pernah dengar musim deportasi tenaga kerja dari negara tetangga? Nah, tokoh utama kita ini juga terkena kebijakan tersebut.
Bertemu di teras Masjid Agung Al Hikmah, Tanjungpinang, sore itu, hari sedang diguyur hujan lebat. Banyak warga yang berteduh sekalian jamaah salat Ashar. Kulihat bakpao Pak Bakpao masih banyak. Untuk melihat masih banyak jualan yang belum terjual cukup mudah. Jika di kotak kaca atas masih menumpuk adonan bakpao, berarti banyak yang belum dimasak. Sebab jika diberikan ke pembeli adalah bakspo yang sudah dipanaskan di alat pemanas yang berbentuk bulat.
Jangan bantah jika Allah ingin memberikan rezeki-Nya. Maksud hati ingin berteduh, salat berjamaah, lalu melanjutkan jualan keliling, nyatanya hujan masih mendera usai salat ashar. Paling lama juga satu jam kami semua menunggu hujan reda, dan dalam rentang waktu itu hampir separo lebih bakpao Pak Bakpao terjual. Rupanya menunggu hujan reda membuat beberapa orang merasa lapar. Mungkin saja ada yang sekedar berteduh lalu melanjutkan perjalanan ke warung untuk makan siang yang agak telat. Dengan senang Pak Bakpao melayani pembeli-pembelinya satu persatu. Berulang kali ia memindahkan adonan bakpao dari kaca di kotak jualan ke dalam alat pemanas.
"Alhamdulillah, bahkan saat istirahat menunggu hujan reda pun bakpao saya laku banyak," kata Pak Bakpao yang duduk bersebelahan dengan aku.
Kembali mengilas balik perjalanan hidupnya, ia menyingkat cerita di Tanjungpinang harus bertahan hidup. Apalagi usia juga sudah tidak muda lagi. Ada keluarga, istri dan anak yang membutuhkan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Pada saat kritis seperti itu, ada teman yang menawari bekerja sama berjualan bakpao. Sang teman ini sudah pengalaman membuat bakpao.
"Saya terima, siapa tahu jalan hidup," lanjut Pak Bakpao.
Namun rupanya butuh modal yang lebih besar. Akhirnya dicari pemodal, sementara Pak Bakpao dan temannya jualan keliling. Dan begitulah seperti yang sering kita dengar. Ketika usaha dibangun lewat jalan kerjasama beberapa pihak, akhirnya bubar. Pak Bakpao merasa sudah telanjur dan tak ingin menghentikan niatnya. Ia belajar dengan tekun cara membuat bakpao yang diketahuinya selama bekerja sama. Akhirnya bisa. tentu saja awalnya rasanya tak karuan, bentuknya kurang beraturan.
Melihat peluangnya bagus, ia kemudian membuatkan gerobak untuk istarinya. Berdua dengan istri Pak Bakpao menekuni usaha bakpao. Dari hasil jualan ini, Allah mencukupkan. Dalam perjalanannya, selalu saja ada rintangan. Namun dilaluinya dengan tawakal. Salah satu yang membuatnya yakin ada rezaki untuknya ialah ia telah berdoa. Sebisa mungkin ia akan singgah ke setiap masjid saat saatnya Zuhur dan Ashar.
"Di semua tempat itu ada rezeki, tergantung bagaimana kita menjalankan usaha," tuturnya.
Ia lalu mencontohkan apa yang barusaja diterimanya, separo jualannya terjual saat menunggu reda di Masjid Agung Al Hikmah. Tentu ia tak mangkal setiap hari di sini, sebagai penjual ia berkeliling. Dari satu jalan, gang perumahan satu ke tempat lain. Pak Bakpao sangat percaya penuh keadilan dan kapan rezeki dicurahkan. Karenanya, ia mengaku akan tetap bertahan sebagai penjual bakpao.
Post a Comment for "Bahkan di Tempat Ini Pun Rezeki Dicurahkan"