Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Saat Kebencian Pun Laku Dijual



Sungguh, para pejuang atau founding father negara ini tak pernah terpikir jika puluhan tahun kemudian kebencian pun laku dijual. Yang terpikirkan mereka saat itu hanya satu, agar aku, kamu, Anda dan anak cucu merasakan kehidupan tanpa penjajah bersenjata. Lalu Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 silam, dan kemerdekaan berpendapat semakin digeneralisasi hingga menabrak kewajaran.

Belakangan ini tentu masyarakat dikejutkan dengan dibongkarnya kelompok yang menjadikan ujaran kebencian sebagai komoditas dagangan mereka. Terselubung di media sosial, gerekan seperti ini akhirnya membasar dan menggurita. Semua orang punya kepala, punya tangan, punya mata, punya hasrat dan bebas membuat akun akun media sosial. Soal isinya, semua tergantung individunya masing-masing.

Saat konten kebencian dilontarkan ke ranah publik, pasti ada sambutan. Sebegitu banyak warga Indonesia, isi kepalanya tak bisa ditebak. Apalagi untuk eksis di media sosial hanya butuh perangkat kecil bernama smartphone. Apa yang dituliskan dalam akun media sosialnya pun tak bisa diintip orang lain. Di kamar tidur menjelang tidur menulis status, di kamar kecil pun buat status, di tempat kerja juga sama.


Baru setelah muncul di dinding, publik atau teman teman terpilihnya akan bisa melihat apa yang dituliskannya. Pro kontra selalu ada. Negara ini pun terbelah oleh opini yang digiring para penyuka ujaran kebencian. Mereka akan dengan sangat lihai mencari apapun yang bisa dijadikan bahan untuk menyudutkan lawannya. Baik individu atau kelompok. yang merasa tak sependapat dengan ide, sikat. Entah bahan untuk menyikat benar atau sekadar kabarnya, itu urusan belakangan.

Kasihan mereka yang awalnya ingin merasakan kemajuan teknologi dengan memiliki akun media sosial. Berharap bergabung dalam komunitas dunia maya akan membuat semakin pintar, menambah banyak wawasan baru, menambah teman teman berkualitas, nyatanya ada yang terjebak pada pola bermedia sosial yang isinya doktrin untuk membenci. Sayangnya, orang orang pintar pun kadang memilih untuk meramaikan suasana dengan status yang justru membuat masyarakat bertanya tanya. Lantas, tanya siapa? Apakah harus bertanya kepada rumput yang bergoyang?

Kalimat bisa dipelintir, gambar bisa dipotong, dicrop, disamarkan, disambung, semuanya bisa untuk hati yang membenamkan kebencian. Ibarat komputer, prosessornya adalah ujaran kebencian. Dan itulah kenyataannya, selalu ada banyak pengikut. yang benar-benar militan, ikut ikutan, sekadar mengiyakan ajakan teman. Siapa yang berani menuliskan status berseberangan, siap saja dihabisi secara berjamaah. Semakin dalam topiknya, semakin lama menyelesaikannya.

Apa ya nggak lebih bagus waktu yang dibuang di depan smartphone, komputer, dipakai untuk bekerja. Atau paling tidak merenung akan apa yang sudah dituliskan. Paling tidak masih memiliki sifat sebagai manusia yang bisa memilah mana yang membuat nyaman dan galau. tetapi ya sudahlah, orang orang yang memang suka menebar virus kebencian hidupnya adalah mencari celah untuk dijadikan senjata. Hal kecil dibesar besarkan. Aib seseorang dibuka di ruang publik. Ibarat rujak, satu sendok bumbu kacang dengan lima butir cabe rawit merah sebenarnya sudah cukup untuk membuat seseorang merasa pedas. Ini ditambah dengan merica, weh pedasnya.

Bukankah yang membedakan manusia dengan bukan manusia adalah hati? Bukankah hati itu lembut? Atau ada hati yang keras wujudnya, seperti batu atau baja misalnya? Menurut Al Ghazali, kemarahan apabila dibiarkan meluap karena tak bisa dilenyapkan, seketika itu juga akan merasuk ke hati, memanaskan diri di sana, hingga ujungnya lahirlah dendam. Secara psikologis, mereka yang doyan mengumbar kebencian sengaja membiarkan perasaan negatif di hatinya, menjadikan jiwanya tidak tenang, tersiksa dan gampang marah. Ujungnya bisa menimbulkan penyakit.

Bila dendam menyangkut dua pihak dan dibiarkan, malah digosok gosok akan menimbulkan permusuhan yang tiada habisnya. Lalu saling balas. Tak menutup kemungkinan menjadi penyebab konflik terbuka.

Zaman memang sulit sahabat, haruskah dipersulit dengan kebencian yang mendarah daging? Semua pilihan. Memilih seyogyanya menggunakan hati. Kecuali hati digadaikan untuk sebongkah rasa benci. Tak ada rampungnya...

2 comments for "Saat Kebencian Pun Laku Dijual"

  1. Zaman sekarang menyebar kebencian sangat pesat sekali. Pengguna media sosial harus lebih berhati-hati dalam menerima berita. Pemerintah juga sudah saatnya mempromosikan lebih genjar tentang bahaya hoax

    ReplyDelete