Sepenting Apakah Tulisanku
Bagiku, menulis adalah nafas. Bahkan saat pekerjaan lain menggelayut di pundakku. Saat matahari terbit dan hampir tenggelam. Saat tetangga kanan kiriku terlelap di peraduan. Menulis ibarat kebutuhan, sama seperti saat aku merasa lapar. Dan selama tangan ini bisa digerakkan, kibor komputer akan menjadi salah satu sahabat terdekatku.
Aku bisa curhat dengannya. Ia memang tak mampu menjawab, namun huruf huruf yang kususun membentuk jawaban atau apa yang ada di hatiku. Jadi jika ada yang bertanya sepenting apa tulisanku? Mungkin hanya aku yang bisa merasakannya. Lagipula semuanya bisa menjadi catatan. Apa yang kulihat, kudengar, kurasakan, huruf demi huruf itu akan terangkai.
Bagiku menulis itu nafas. sesekali tersengal, seperti ketika kebanyakan merokok. Ada batuk kecil, keras. Namun tetap saja aku ingin menulis. Sebenarnya ini adalah catatan iseng. Hanya saja tangan memiliki keterbatasan, lebih banyak karena harus berebut dengan pekerjaan lain. Selalu saja ada bahan yang belum sempat tertuang karena pekerjaan lain yang juga harus aku selesaikan.
Tulisan bagiku bukan sekadar rangkaian kata dan gabungan huruf. Sering aku merasa masuk ke sebuah catatan milik para pengumpul huruf ternama. Kuhabiskan berjam jam untuk menghabiskan halaman awal sampai akhir buku mereka. Atau mungkin lantaran sejak kecil aku selalu berebut koran dengan saudara saudaraku. Orangtuaku yang guru SD mendapatkan jatah langganankoran nasional yang kala itu sangat kuat kontrol pemerintahnya. Awalnya hanya ingin membaca cerita bersambung bergambar yang terbit setiap hari. Lama lama judul judul lain pun menggugah rasa untuk menikmatinya.
A sampai Z bagiku jutaan ide yang tak pernah bisa habis. Sama seperti lagu, dengan kunci atau kord sama iramanya bisa berbeda. Aku menulis sesukaku, waktunya sesukaku, temanya sesukaku. Dan aku juga tak terlalu peduli apakah tulisanku dibaca orang lain atau tidak.
Lalu, sepenting apa tulisanku? Jawabku: sepenting huruf huruf itu diciptakan.
Aku bisa curhat dengannya. Ia memang tak mampu menjawab, namun huruf huruf yang kususun membentuk jawaban atau apa yang ada di hatiku. Jadi jika ada yang bertanya sepenting apa tulisanku? Mungkin hanya aku yang bisa merasakannya. Lagipula semuanya bisa menjadi catatan. Apa yang kulihat, kudengar, kurasakan, huruf demi huruf itu akan terangkai.
Bagiku menulis itu nafas. sesekali tersengal, seperti ketika kebanyakan merokok. Ada batuk kecil, keras. Namun tetap saja aku ingin menulis. Sebenarnya ini adalah catatan iseng. Hanya saja tangan memiliki keterbatasan, lebih banyak karena harus berebut dengan pekerjaan lain. Selalu saja ada bahan yang belum sempat tertuang karena pekerjaan lain yang juga harus aku selesaikan.
Tulisan bagiku bukan sekadar rangkaian kata dan gabungan huruf. Sering aku merasa masuk ke sebuah catatan milik para pengumpul huruf ternama. Kuhabiskan berjam jam untuk menghabiskan halaman awal sampai akhir buku mereka. Atau mungkin lantaran sejak kecil aku selalu berebut koran dengan saudara saudaraku. Orangtuaku yang guru SD mendapatkan jatah langganankoran nasional yang kala itu sangat kuat kontrol pemerintahnya. Awalnya hanya ingin membaca cerita bersambung bergambar yang terbit setiap hari. Lama lama judul judul lain pun menggugah rasa untuk menikmatinya.
A sampai Z bagiku jutaan ide yang tak pernah bisa habis. Sama seperti lagu, dengan kunci atau kord sama iramanya bisa berbeda. Aku menulis sesukaku, waktunya sesukaku, temanya sesukaku. Dan aku juga tak terlalu peduli apakah tulisanku dibaca orang lain atau tidak.
Lalu, sepenting apa tulisanku? Jawabku: sepenting huruf huruf itu diciptakan.

Post a Comment for "Sepenting Apakah Tulisanku"