Semoga Tak Lupa Cara Berjabat Tangan
![]() |
foto: otodidakeriwordpressdotcom |
Menjalani lebaran di Tanjungpinang dan di kampung ada persamaan juga perbedaannya. Persamannya, sama sama didahului puasa sebulan penuh, lalu menyambut malam lailatul qadar, salat tarawih, tadarus atau membaca alquran dan tentu saja salat ied. Bedanya saat salat ied berakhir.
Aku, yang lahir di kampung kecil di Kota Pati, Jawa Tengah masih ingat benar bagaimana sukanya menyambut bagian akhir dari salat ied. Sehabis khutbah, panitia yang biasanya orang orang masjid mengumumkan bahwa barisan dibentuk dari pintu mana, siapa yang mulai bergerak dahulu, lalu keluar lewat pintu mana. Ya, sudah diatur sedemikian rupa sehingga hampir separo warga kampung bisa bersalaman semua. tentu saja yang jamaah laki laki dan perempuan melakukannya di ruangan yang berbeda.
Di kampungku ada dua masjid besar, kami menyebutnya masjid lor dan masjid kidul. Yang rumahnya di bagian selatan salat ied di masjid kidul, yang tinggal di sebelah utara salat ied di masjid lor. Oh, ya, antrean jamaah yang berdiri mengular merupakan keasyikan sendiri. Apalagi bagi aku yang masih kecil, selalu menyimak pengumuman panitia awalan jamaah bergerak dari ujung mana. Mengapa? Karena yang bergerak pertama artinya pulang lebih cepat. Ia akan berjalan pelan menyalami semua orang yang saat itu salat ied, ratusan orang, lalu keluar dan pulang. Kehebohan lainnya, sibuk mencari sandal yang berserakan karena semua anak anak ingin paling dahulu. Biasanya kami memiliki cara agar sandal tak tertukar, yaitu menyimpannya di berbagai sudut. Mengasyikkan dan menggembirakan.
Kata orangtuaku dulu, aku gak boleh pulang meski khutbah salat ied berakhir. Karena bisa saja salahku banyak kepada para tetangga. Kalau sudah berjabat tangan meminta maaf di masjid seandainya siangnya tak ketemu di rumah mereka sudah diampuni dosa dosaku. Maklum, aku mungin termasuk anak yang agak nakal hehe. Kami bersalaman sambil membaca salawat. Tradisi ini masih tetap terjaga sampai sekarang. Karena beberapa tahun silam aku merayakan lebaran di kampung pun masih melakukan hal sama. Aku pikir apa yang dilakukan di masjid di kampungku ada benarnya, tak jarang ada warga yang begitu pulang salat ied keluar untuk pergi ke rumah kerabatnya. Bahkan keluar kota.
Begitulah, meski di masjid aku sudah salaman dengan hampir separo warga di bagian utara, ayahku akan mengajakku untuk bergegas ke masjid kidul. Dengan harapan belum terlambat ikut berjabat tangan dengan warga yang tinggal di bagian selatan kampungku. Weh, capeknya hehe. Namun senang dan bahagia.
Sementara di Tanjungpinang, khususnya di masjid yang ada di dekat perumahanku jabat tangan hanya dilakukan tak sampai separo jamaah yang hadir. Setelah khutbah salat ied berakhir, kebanyakan akan bergegas pulang ke rumah masing masing. Paling berjabat tangan saat bertemu dengan tetangga yang sama sama hendak keluar masjid. Sudah. Tak ada pengumuman dari pengurus masjid untuk melakukan jabat tangan secara menyeluruh sehingga tradisi bermaaf maafan seperti di masjid kampungku.
Sesampai di rumah, seperti tahun tahun berikutnya adalah kekosongan waktu. Mau ke tetangga, yang ada di rumah hanya beberapa. Kebanyakan sudah mulai keluar rumah untuk berlebaran dengan mertuanya, saudaranya, kerabatnya dan pulangnya tak tahu kapan. Aku berpikir, ah, andaikata ada acara salam salaman di masjid yang diatur rapi sehingga aku bisa meminta maaf paling tidak kepada tetangga satu komplek perumahan yang merayakan idul fitri, tentu sudah menenangkan hati. Namanya juga bertetangga, kadang ada silap kata dan perilaku. Yang disengaja atau tidak.
Ah, semoga aku tak lupa bagaimana caranya berjabat tangan. Selamat berlebaran sahabatku semua. Mohon maaf lahir dan batin, semoga aku dimasukkan golongan orang orang yang memang pantas untuk dimaafkan.
Post a Comment for "Semoga Tak Lupa Cara Berjabat Tangan"