Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dua Anak Kucing yang Menangis

Semoga harimu menyenangkan anak anak kucing
Tanggal 23 petang aku ke Ruko Bintan Wrapping Stiker Variasi di Batu 10, Tanjungpinang. Seperti biasa setiap malam aku selalu menyempatkan diri datang ke sini untuk mengecek pembukuan hasil toko. Kalau kebetulan aku pulang cepat, aku bisa lebih dini ke sana, seperti petang itu. Tak ada yang istimewa, kulihat anak anak muda yang bekerja melakukan aktivitasnya seperti biasa. Yang berbeda hanya sebuah kardus dengan tutup terbuka di pojok luar ruko.

Akan menjadi sebuah kardus biasa jika tidak terdengar sesuatu di dalamnya. Ya, aku hafal benar suara itu. tak perlu menjadi pengamat binatang untuk tahu kalau ada anak kucing di dalamnya. Aku beranjak dari dudukku di bangku kayu depan ruko, dan melihat dua ekor anak kucing bersuara. Mungkin memanggil manggil induknya yang tak lagi ada di sampingnya. Bagiku itu seperti suara tangisan. Sudah pasti anak anak kucing itu dibuang oleh seseorang. Pertanyaannya, mengapa dibuangnya di sudut depan ruko yang aku sewa?


Untuk urusan kucing aku tak perlu berpikir panjang. Aku teringat Narto, tukang teralis yang membuka usahanya di Jalan hang Lekir, depan rumahku. Aku pernah menuliskan kisahnya di blog ini, pada postingan terdahulu. Segera kuhubungi perantau asal Wonogiri, Jawa tengah itu, mengabarkan ada dua ekor anak kucing ditelantarkan. Sebenarnya aku ingin memeliharanya, namun karena masih kecil aku khawatir tak bisa merawatnya. Kebetulan di rumahku mulai terdengar gerakan gerakan tikus yang tentu saja sulit kutemukan.

Begitu mendengar apa yang kusampaikan, Narto langsung memintaku membawanya pulang ke bengkel teralisnya. Kubawa kardus berisi dua ekor anak kucing tadi. Kupikir itu anak kucing baru lahir. Menurut Narto sudah semingguan usianya. Ia lalu memasukkan telapak tangannya sam bil mengelus elus bulu kedua hewan mungil itu.

"Tidak galak sepertinya, Mas," ujarnya.

Ia lalu mengangkat satu persatu hewan tadi, untuk mengetahui jenis kelaminnya. Tanpa ragu ia menerima anak asuh baru, menambah jumlah anak asuhnya yang sudah cukup banyak. Aku ingat, setiap kali ke bengkel teralis Narto, ada beberapa ekor kucing berkeliaran. Mereka tidak buas, karena memang dirawat semampu Narto. Untuk makanan, lelaki lajang berambut gondrong ini selalu rajin membeli beberapa ekor ikan lalu direbus dan dicampur nasi.

Sehari kemudian, Narto meneleponku apakah ada suntikan atau alat penyefot lain. Katanya, untuk memberi susu anak anak kucing yang masih terlalu kecil harus dilakukan seperti memberikan susu kepada bayi manusia. Akhirnya aku belikan di sebuah Apotek di Batu 8 Atas. Harganya hanya Rp2.000. Oleh karyawan Apotek, aku ditanya untuk apa membeli suntikan. Ketika kubilang untuk memberi minum anak kucing, ia hanya mengambil jarumnya lalu menyerahkan suntikan kepadaku.

Dan Narto yang hasil pekerjaannya tak selalu berlebih merasa senang. Entah sampai kapan Narto akan begitu menyayangi kucing kucing yang diperolehnya lewat berbagai cara. Kebanyakan kucing koleksinya adalah liar, atau kucing yang kesasar ke depan bengkelnya, beberapa diambil dari jalanan. Hanya satu yang kuingat dari Narto.

"Aku tidak berharap apa apa, Mas. Anak kucing yang kupelihara juga tidak akan bisa membantuku mengelas atau merangkai teralis. Hanya sadar kucing juga mahluk hidup," katanya datar.

Dari seorang tukang teralis yang lulusan SMA, aku mendapatkan pelajaran berharga.

Post a Comment for "Dua Anak Kucing yang Menangis"