Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sebuah Pesan Penggugah Tekad

Jualanku saat itu, stiker kakilima di tepi jalan raya.


Biasanya, aku paling tidak suka membaca balasan atau kiriman pesan di apilkasi instan messenger yang isinya copas dari entah mana sumbernya, terus kalimatnya panjang banget kayak ular habis nelan mangsa. Apalagi lihat juudlnya yang bombastis banget. Orang yaka ginian kalau diingetin biasanya melawan dan merasa dirinya benar sendiri. Mending kalau sumbernya jelas, lha ini nggak jelas alias hoax.

Namun minggu lalu, temanku di kontak sebuah instan messenger yang jarang atau bahkan belum tentu sebulan sekali saling berkirim pesan tiba tiba mengirimkan sesuatu. Isinya biasa saja, sangat biasa bahkan menurutku. Namun entah mengapa kok aku ingin membacanya sampai tuntas. Dan apa yang aku dapatkan? Hal yang sangat biasa, bukan luar biasa, sehingga semua orang sebenarnya bisa melakukannya. Masalahnya hanya satu: mau nggak melakukannya?

Temanku ini share sebuah tulisan tentang mengapa orang yang menjalani sebuah usaha hasilnya masih ngos ngosan? Padahal berbagai cara sudah dicoba. Bikin pamflet, spanduk di sudut sudut kota, akun facebook saja lima, semua medsos dibuat untuk promosi. Komplit dah. Nyatanya, hasilnya belum sesuai yang diharapkan.

Tulisan ini juga aku yakin sangat biasa. Apalagi aku hanya sekadar mereview sebuah pesan. Untuk membuat usaha dan menuai sukses, cara cara yang lazim pasti dilakukan. Dan di zaman modern dan serba digital ini, namanya media sosial sudah pasti menjadi salah satu senjata. Biayanya murah, buatnya gampang, yang gak bisa buat email sekarang pakai nomor ponsel pun jadi, jangkauannya bisa sampai ke negaranya Duterte atau Paman Trump. Semakin banyak kenalan atau pertemanan, semakin banyak yang bisa mengekspos bisnis itu. tetapi tetap saja sepi.

Lalu aku merenung. Bener bener merenung lha wong nyatanya terdiam beberapa saat di depan kibor laptopku. Dalam tulisan yang dikirim temanku tadi, ada satu yang mungkin selama ini dilupakan. Untuk gampangnya, ambil contoh aku saja. Kebetulan aku juga punya usaha kecil kecilan, yang hasilnya juga diharapkan terus tumbuh. yang dilupakan itu... Tuhan. Untuk ingat Tuhan, kurasa bukan baru ada belakangan ini. Sebagai contoh, tahun 80-an saja aku tahu Power Metal membuat sebuah lagu berjudul Pengakuan yang liriknya dintaranya: Tuhan.... yang terlupa. Kaulah penguasa alam, langit dan bumi sijud pada-Mu; Kau yang maha memberi segala nikmat kepada kami: Kau yang mendengar doa dan keluh kesah kami: Kau yang maha melihat, segala perbuatan kami; Kaulah yang maha suci ampunkan sombong dan khilaf kami.

Jauh sebelum itu aku rasa banyak lagu, puisi, buku, kisah nyata yang isinya betapa pentingnya Tuhan itu.

Yah, mereview pesan temanku tadi, ada baiknya memberi dahulu untuk mengharapkan imbalan. Intinya, tak ada salahnya sedikit dari hasil penjualan disedekahkan untuk mereka yang membutuhkan. Sekian ribu bagiku mungkin tak seberapa, tetapi bagi mereka yang sangat membutuhkannya bisa jadi sangat membantu. Terus begini tulisan yang dikirim temanku itu, sudahkan setiap kali menjelang membuka toko atau usaha berdoa dengan niat yang baik? Lanjutnya, yang menggerakkan hati pembeli kita ya Tuhan. Bukankah Tuhan maha penggerak hati? Coba Tuhan menggerakkan hati konsumen ke kedai sebelah, ya kedai kita sepi. Nah, jika Tuhan menggerakkan hati banyak orang untuk datang ke tempatku, bukan hal yang sulit kukira. Tuhan kan serba maha... dan aku 100 persen percaya itu.

Kata yang nulis tadi, jualan itu bukan sekadar ilmu profesional, namun ada hubungan spiritualnya. Nah, lo, ternyata profesional nggak menjamin setiap usaha pasti berhasil. Dan kata pasti sebenarnya hanya Tuhan yang bisa.

Dan pesan temanku itu kukirim ke dalam arsip pesan. Menurutku bagus, entah menurut sahabat semua...

Post a Comment for "Sebuah Pesan Penggugah Tekad"