Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menjadi Pengecut di Sosial Media

Kedekatan seperti ini bisa bubar gara gara status sosmed
Memiliki akun di sebuah sosial media sudah menjadi kebutuhan dewasa ini. Tujuannya pun beragam. Hanya ingin mencari teman, mencari pacar, menemukan teman lama yang tak tahu rimbanya (siapa tahu punya akun) dan jualan. Ada juga yang tujuannya menyampaikan isi hatinya untuk pihak lain. Nah, yang terakhir ini yang ingin aku tuliskan di sini.

Lain lubuk lain ikannya, lain orang lain hatinya, hehe... maaf pepetah itu aku plesetkan sedikit. Kemajuan sosial media didukung oleh perkembangan teknologi. Apalagi jika bukan smartphone. Dulu dunia maya hanya bisa dinikmati melalui komputer meja atau laptop. Untuk membukanya dibutuhkan jaringan internet. Karena pintarnya manusia, akhirnya smartphone pun dibenami fitur jaringan internet. Asalkan punya kuota internet, aplikasi sosial media diunduh, kini bersosial media bisa dilakukan di mana saja. Yang ada jaringan internet tentu saja.



Setiap orang memiliki persoalan, setiap manusia punya hati, setiap hati punya keinginan. Baik atau buruk tergantung yang punya hati. Peliknya, jika sakit hati dengan seseorang kadang diumbar dan melupakan batas batas kewajarannya. Tak berani ngomong langsung ke orangnya, ketak ketik lalu membuat status di sosial media. Sehalus apapun kalimatnya, jika kalimat itu mengandung sindiran, hujatan, tudingan untuk orang atau pihak lain akan terasa saat membacanya.

Sifat dan perangai seseorang pun mempengaruhi bagaimana ia menuliskan status tersebut. Yang sifatnya berapi api, semangat berkobar kobar dan gampang tersulut, biasanya bahasanya vulgar. Langsung to the point. Sampai teman yang membacanya kaget sehingga komentar pun bermunculan. Sudah begitu ketika ditanya untuk siapa sebenarnya status tersebut, yang nulis status plintat plintut. Lempar status sembunyikan jawaban haha. Yang seperti ini banyak sekali di dunia maya. Sementara yang sifatnya lembut namun akhirnya tak kuasa untuk berontak membuat status yang berputar putar yang intinya sama saja, mengarahkan sesuatu kepada orang atau pihak lain.

Begitulah. Kalau dibantah sudah pasti ada benarnya. Misalnya begini, ah itu kan tidak semua orang. Banyak kok media sosial yang isinya mendidik, memperluas wawasan dan sebagainya. Pasti aku jawab benar, setuju. Namun yang kutulis kali ini bukan yang bagus bagus seperti itu. Yang doyan menyimpan kedengkian dan hujatan dengan cara pengecut. Pasti pernah terjadi saat seseorang membaca status media sosial orang lain dan merasa ia yang tengah diincar, lalu orang ini menuliskan komentar apakah dirinya yang dimaksud. Dan... pembuat status memberikan jawaban samar samar. Nggak, kok. Bukan kamu, kok. Aduh, bukan aku yang nulis itu. Maaf, ponselku tadi dipinjam teman, gak tahu kalau nulisnya begituan. Weh, dobel banget pengecutnya.

Menulis sesuatu yang kurang bijaksana di sosial media menurutku memberikan pengaruh negatif. Bisa saja teman dekat yang selama ini percaya aku baik, tiba tiba mengirimkan pesan pribadi dengan mengatakan: tak kusangka engkau bisa sejahat itu, ya? Atau paling parah, kehilangan teman. Mencari teman itu gampang, namun memelihara pertemanan itu yang paling sulit. Entah jika pertemanan yang terjadi di sosial media bagi beberapa orang hanya dianggap teman sebatas dunia maya. Karena tak pernah bertemu langsung. Jadi mau pergi pergilah, mungkin ada yang berpikir begitu.

Sosial media adalah alat, hanya peralatan. Tak seharusnya disalahkan. Seperti aplikasi start up yang semakin hari semakin memudahkan manusia memenuhi kebutuhannya. Yang salah ya penggunanya. Celakanya lagi jika penggunanya kurang paham bahwa ada aturan bersosial media. Zaman sekarang status negatif di sesial media bisa dilaporkan. Baru sadar jika statusnya menimbulkan persoalan belakangan, buru buru dihapus. Telat hehe, sudah banyak yang keburu membagikannya. Bisa memang melobi satu persatu orang yang membagikannya untuk menghapusnya? Aku kok nggak yakin.

Post a Comment for "Menjadi Pengecut di Sosial Media"