Kucing Kedua Itu Juga Mati
![]() |
Foto: bytesdaily |
Anakku, Muhammad Farand Ilalang, pernah kehilangan seekor kucing saat kami masih tinggal di rumah kontrakan, beberapa tahun lalu. Saat itu ia masih duduk di bangku SD. Kucingnya mati, dan ia menangis. Sebenarnya bukan kucing kami, karena tiba tiba saja suatu hari ada kucing main ke rumah. Dikasih sisa sisa tulang oleh Ilalang dan lama lama kucing itu betah.
Matinya kucing kedua terjadi sebulan silam. Kucing yang sampai matinya tak diberi nama oleh anakku yang sekarang kelas dua SMP ini hampir setiap hari ada di rumah. Bahkan saat malam hari pun ia lebih suka ada di rumah. Entah siapa yang mengajari untuk tidak berak dan muntah di dalam rumah, setiap kali merasa akan buang air besar atau kencing, kucing berbulu hitam putih didominasi putih itu akan merengek di depan pintu. Minta agar pintu dibuka. Sesekali ya pernahlah kucing ini muntah di bantal sofa.
Memiliki kucing juga bukan sesuatu yang sangat istimewa bagi anakku. Maklum, menginjak masa remaja ia lebih suka keluar dengan teman temannya daripada berbincang dengan kucingnya. Lagian, jika kedua mahluk beda bentuk ini ngobrol entah yang mana yang dianggap tak mengerti bahasa oleh pasangan bicaranya. Namun di kala kala tertentu, Ilalang tak lupa mengelus elus bulu kucingnya tadi. Untuk urusan makanan, kucing ini tidak manja amat.
Yah, bukan kucing selebriti atau artis. Main seadanya. Tidur pun di sofa ruang tamu, juga sering di ujung kaki Ilalang di atas kasur. Makannya kebanyakan sisa makan seperti tulang ikan dan ayam. Pernah juga dibelikan makanan kucing, namun sangat jarang. Ada pengalaman yang sampai sekarang tidak dapat aku lupakan tentang kucing ini. Suatu hari, saat pagi dan aku harus mengantar Ilalang sekolah, ada hal yang membuatku marah.
Kemarahan itu tiba tiba kulampiaskan ke kucing yang kebetulan melintas. Tubuh kucing itu terpental masuk bak mandi. Buru buru aku keluarkan dan termangu adalah tindakan aku setelahnya. Pasti bukan karena aku menendang kucing itu jika beberapa jam kemudian aku dikabari bekas teman satu kantorku di sebuah perusahaan koran mendadak jatuh dan koma. Aku ke rumah sakit dan akhirnya temanku ini dirujuk ke sbuah rumah sakit di Batam. Pada akhirnya, ia meninggal dunia.
Yang membuat aku menyesal, mengapa akuharus pakai nendang nendang kucing segala? Kejadian lain, kucing ini memang kadang manja. Suatu kali aku salat duha sebelum berangkat bekerja. Baru saja hendak bangun dari sujud, ada yang mencakar kulit kepalaku. Sakit, reflek aku menggerakkan tanganku dan pemandangan yang kulihat selanjutnya ialah kucing Ilalang yang berjalan sempoyongan. Aku hentikan salatku dan menyadari rupanya kucing itu yang mencakar kulit kepalaku saat sujud, dan saat tangan aku gerakkan, ujung jari tanganku mengenai bola matanya. Tak bisa kubayangkan betapa sakitnya.
Kucing itu mencoba berjalan tegak keluar ruang. Namun baru beberapa langkah ia berguling sambil kakinya mencoba menggaruk matanya. Untuk bisa keluar rumah, ia hanya perlu berjalan satu menit pada kondisi normal. Namun pagi itu ia harus menahan sakit, berjalan tertatih, lalu bergulingan lagi, begitu seterusnya. Ah, kucing yang malang.
Hari itu, Ilalang pulang sekolah naik ojek langsung kerumah. Sore haria ia harus les tambahan di sebuah tempat bimbingan belajar.Seperti biasa, tetangga depan rumah kami pulang. Bukan hari itu saja jika tetanggaku memasukkan mobilnya ke garasi. Mengeluarkan dan memasukkan mobil adalah rutinitasnya. Dan selama ini tak ada yang perlu dikhawatirkan. yang berbeda hari itu ialah kucing Ilalang kebetulan melintas di depan ban mobil yang sedang bergerak.
Dan aku rasa tetanggaku tak melihatnya dari balik kemudi. Kucing yang bertubuh kecil, dengan tulang yang tak segede kuda nil, tak menyisakan rasa aneh di kemudi mobil atau ban. Tiba tiba saja saat tetanggaku memarkirkan mobilnya, ia melihat darah bercecer di bawah lolong mobilnya. Kucing Ilalang mati lagi...
Dan sore itu selepas balik dari kerja, kulihat anak lelakiku yang hobi memetik gitar itu matanya sembab. Saat kutanya ia menangis sesenggukan. Aku yang belum dapat kabar apa-apa sempat bingung, namun jawaban dari seorang tetangga lain membuatku paham.
"Kucing Mas Lalang mati lagi, yah. Ketarbak mobil Om xxx," katanya sambil menyebut nama tetanggaku.
Aku jelaskan tak ada yang sengaja menabrak kucing dengan mobil. Alhamdulillah Ilalang tak menyalahkan tetanggaku, ia hanya menyesalkan mengapa kucingnya harus melintas di waktu yang tak tepat. Ya sudahlah anakku, itu nasibnya.
Ketika kutanya bangkainya, anakku mengatakan sudah dikubur tetanggaku yang kurasa juga tak nyaman karena mobilnya telah menabrak mati seekor kucing.
Post a Comment for "Kucing Kedua Itu Juga Mati"