Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berharap Lebih, Akhirnya ......

Ini kisahku yang terjadi Sabtu kemarin. Seperti biasa pagi jam 06.15 aku mengantar anakku semata wayang, Ilalang ke sekolahnya, SMPN 4 Tanjungpinang. Setelah itu, selama 30 menit seperti rutinitas di hari Sabtu, aku joging di Jembatan I Dompak, depan Ramayana. Pulangnya aku sejenak beristirahat. Ada rencana dalam otakku, yakni mengajak Ilalang ke Batam untuk membeli keperluan lewat Tanjunguban, memanfaatkan pelayaran kapal Roro.

Sebenarnya sejak pagi, saat mengantar Ilalang aku bisa memberitahunya. Namun entah mengapa pagi itu aku sengaja diam. Biasanya, Ilalang akan bersuka cita boncengan motor denganku. Apalagi antara rumahku dan Pelabuhan Roro di Tanjunguban jaraknya sekitar 50 kilometer, melewati sejumlah jembatan. Jalan yang mulus, biasanya kami lewati dengan canda. Sesekali Ilalang aku biarkan mengemudi, aku di boncengan.

Pada hari Sabtu, Ilalang ada jam kursus mata pelajaran dari jam 16.00 sampai 18.00 di sebuah lembaga pendidikan bimbingan belajar yang jaraknya hanya 1,2 kilometer dari rumah. Akhirnya, jam 13 kurang 15 menit Ilalang pulang. Aku yang sudah bersiap siap segera memberitahu Ilalang untuk berangkat ke Batam. Rupanya harapanku terlalu berlebihan padanya. Dan ini tidak biasanya, sangat tidak biasa.


Karena menemaniku ke Batam, ia boleh izin tidak kursus hari itu. Ternyata, Ilalang mengatakan tak ingin ikut. Ia hanya mengatakan capai, ingin istirahat sebentar lalu berangkat kursus. Aku tidak bisa memaksa. Akhirnya aku berangkat sendiri. Perjalanan harus aku tempuh dengan jarum speedometer bergerak antara 80 sampai 100 kilometer per jam. Mengapa? Akuharus mendapatkan kursi di Kapal Roro, karena tak setiap jam ada jadwal keberangkatan.

Alhamdulillah, masih ada waktu beberapa menit untuk melemaskan otot menjelang keberangkatan Kapal Roro. Aku harus bermalam di Batam karena pencarianku akan barang yang kubutuhkan belum ketemu sampai menjelang Isya. Aku tidur di rumah saudara, dan esok paginya baru ketemu tempat yang menyediakan kebutuhan yang harus aku bawa balik ke Tanjungpinang. Bayangkanku, barang yang kubawa cukup kutaruh di depan sepeda motor matikku. Lha kok gak bisa dan harus diikat di jok boncengan. Bayangkanku kemarin pagi juga, barang bawaan akan kutaruh di depan dan kembali pulang sambil bercengkerama bersama Ilalang selama perjalanan.

Aku tidak marah dengan keputusan Ilalang. Toh sebenarnya kursus lebih penting ketimbang harus menemaniku. Dan setelah berbelanja, aku baru sadar tak ada yang kebetulan atas apa yang aku alami. Andaikata Ilalang ikut serta, mungkin aku akan kerepotan membawa barang belanjaanku. Jika harus dipangku, ia akan kesulitan berpegangan. Sementara jika kutaruh di depan, setang sepeda motorku akan sulit jika harus kuputar di belokan jalan. Bahaya, bahkan bisa terjatuh.

Sekali lagi, Tuhan lebih tahu dan memilihkan hal terbaik bagiku.

Post a Comment for "Berharap Lebih, Akhirnya ......"