Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Saat Zaki Menangis

ilustrasi: mamaphotography.ca
Zaki, bocah yang satu dua bulan lagi genap dua tahun ini tinggal di depan rumahku. Bapaknya bekerja di sebuah perusahaan rekanan PLN. Sementara ibunya seperti kebanyakan perempuan di perumahanku tinggal, ibu rumah tangga. Zaki sudah tak asing lagi bagi sebagian dari kami, penghuni perumahan yang cukup tenang.

Dua hari lalu, saat aku keluar rumah usai mengantar anakku sekolah, kulihat bocah yang baru senang berlari menangis kuat. Ia dipangku ibunya di tembok samping halaman rumahnya. Kedua tangannya menjulur ke depan. Sementara bapaknya baru beberapa meter meninggalkannya. Dari kendaraan, Sang Bapak berhenti sejanak, menoleh ke arah anak pertamanya itu lalu melambaikan tangan. Istrinya membalas lambaian tersebut.

Saat itulah tangis Zaki pecah. Keras. Tangisnya masih terdengar meski bapaknya menghilang di ujung jalan, di jembatan beton sederhana yang berada di tengah perumahan.

Aku membayangkan Zaki sebagai diriku yang sekarang. Bukan lagi anak anak, bukan lagi remaja, melainkan sudah dewasa. Aku tidak ingat lagi apakah dahulu juga menangis ketika bapakku yang guru SD berangkat kerja. Aku hanya ingat beberapa rekaman peristiwa bersama bapakku. Teringat saat aku bolos kegiatan sore di sekolah, sepedaku dikunci dan ditaruh di dapur. Jengkel rasanya. Juga saat bapak mengancam tak akan memberiku uang saku jika tak bersedia ikut lomba nembang.

Nembang Jawa di kecamatan. Jengkel pasti karena banyak lagu bagus zaman itu kok nembang. Rupanya begitulah bapak, ia tahu aku memiliki suara yang pas pasan namun tak pernah diam bersenandung di rumah. Dan saat aku beranjak dewasa, betapa aku lupa berterima kasih sudah mengajariku bagaimana tampil di depan umum. Dari lomba nembang, akhirnya aku tak mempan untuk dibuat grogi di hadapan banyak orang. Menyanyi saat perpisahan SMP, sebagai vokalis di band SMA juga kuliah. Begitulah bapak memberikan keberanian.


Kini bapak sudah tua. Saat aku menelepon, ia bahkan selalu menanyakan pertanyaan yang sama. Zaki menangis saat bapaknya berangkat kerja. Namun sore harinya bapaknya pulang. Suatu saat nanti, bapak akan pergi dan tak bisa lagi kulihat keteduhan kalimatnya. Belasan tahun setiap hari bersama bapak. paling tidak sampai aku SMA, sebelum akhirnya kuliah di luar kota. Namun saat ini rasanya waktu itu terlalu singkat. Paling hanya foto foto yang kuambil saat aku pulang, atau mendengarkan suara bapak yang tak lagi jelas di spiker ponselku.

Jauh sebelum Ahmad Dhani menciptakan lagu untuk anak anaknya, bapakku sudah berpesan. Lelaki itu jangan menangis. Senantiasa menunjukkan ketegaran hati.Tetapi kadang aku menitikkan air mata, saat bapak yang tengah sakit melintas di benakku. Berdoa untukmu bapak, itu pasti. Namun kerinduan seorang anak kadang tak cukup hanya dengan berdoa dan menelepon. Seharusnya mendengar suaramu bisa mengobati sedikit rasa kangenku, namun bisa sebaliknya. Bapak memang tak pernah mengatakan sakit, selalu sehat sehat sehat.

Namun kabar itu tak akan terhenti di tepian laut yang memisahkan daratan di mana kita berada saat ini. Selalu ada kabar dari saudara, anak anak bapak yang saling berkomunikasi. Engkau lelaki hebat di mataku. Sehebat perjuanganmu menggendong aku di pundakmu, berlari larian mencari lokasi terbaik untuk melihat para crosser beraksi. Kala itu, ya saat aku kecil, usai mengajar engkau mengajakku menyaksikan kejuaraan motorcross. Dengan penuh kasih aku engkau gendong, angkat dan akhirnya pulang dengan sepeda motor yang saat itu pun sudah pantas disebut butut.

Ketika pulang kemarin, sengaja kami mengajak bapak keliling kota untuk mengenang masa lalu. Bapak sering mengajakku menyantap sate di kota. Sekadar melihat alun alun kota. Pelesir orang kampung yang sudah cukup membuat anak anakmu bahagia. Kesedihan itu terasa, Pak. Betapa tidak, kami anak anakmu ingin mengajakmu menyantap masakan yang bapak inginkan. Pilihlah mana yang bapak suka. Namun hanya gelengan kepalamu, karena dokter sudah menetapkan daftar makanan "terlarang" yang harus engkau hindari.

Sakit itu hanya ragamu Bapak. Jiwamu akan sehat, sesehat nasihatmu hingga hari ini untuk anak anakmu. Meski tak ada hari libur nasional untuk merayakannya, aku ingin setiap hari adalah hari bapak. Keinginan bapak dari anak anak yang dilahirkan ibu akan terwujud... Insya Allah. Kami akan menjaga kepercayaan bapak, harapan bapak, dan terus nasihati kami.

Post a Comment for "Saat Zaki Menangis"