Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Untung Cuma Celup Jari

Pemilu Presiden 2014 memang sudah usai. Bahkan juragan Pemilu sudah menetapkan pasangan presiden dan wakilnya yang terpilih, meski ada kemungkinan lawan politiknya akan mengajukan gugatan ke MK. Saya bersyukur karena tanda bahwa seorang warga negara mencoblos hanya dengan cara mencelupkan salah satu jarinya ke tinta di TPS.

Namun pertarungan belum selesai. Gontok gontokan masih saja terjadi di antara warga. Ada yang diam diaman, tak terasa jika sebenarnya ada perang dingin. Antar teman, antara suami dan istri. Dan saya dengan mudah bisa menemukan sisa sisa pertarungan itu di jejaring sosial. Entah apa yang ada dalam hati para facebooker sehingga begitu kebawa mati soal pilihan.

Seandainya simbol mencoblos bukan sekadar mencelup jari, tak tahulah saya apa yang bakal terjadi. Seorang teman di Jakarta kebetulan memiliki KTP tembak menggunakan alamat abang kandungnya. Dia tahu pasti jika sang abang memilih calon presiden yang tak sama dengannya. Padahal azaz Pemilu itu salah satunya rahasia. Toh kata teman saya itu, abangnya sempat bertanya siapa yang bakal dipilih nanti di bilik suara.


Ealah, sampai sebegitunya. Karena memiliki kepentingan supaya bisa numpang mobil sang abang saat pulang lebaran nanti ke salah satu kota di Jawa Tengah, akhirnya taman saya itu menunjukkan sikap seolah olah ia juga mendukung calon pilihan si abang.

Memang, teman saya itu juga tak ngomong ke saya siapa yang dipilihnya, juga dipilih abangnya. Ia hanya mengatakan berbeda. "Jangan jangan hanya karena beda pilihan bisa kena bully di mobil saat mudik nanti," ungkap teman saya sambil tertawa. Untung bukti mencoblos hanya tinta di ujung jarinya.

Lain lagi cerita teman lain di Tanjungpinang. Mertuanya lebih galak soal pilihan. "Pokonya kalau mertua pulang saya harus segera memindah saluran teve yang biasa ditonton mertua. Atau pura-pura sibuk membaca koran," kata teman saya sambil tertawa.

Menjelang Pilpres kemarin, memang ada dua televisi swasta yang tampak berbeda soal calon jagoannya. Sampai sebegitunya pengaruh Pilpres. Lucunya, toko stiker saya juga kerap menjadi ruang debat terbuka warga. Saat ada pembeli stiker membeli stiker bergambar wajah salah satu calon dan kebetulan ada juga pembeli yang memiliki calon lain, ada ada saja yang mereka debatkan.

Dan jika sudah seperti itu saya mendingan diam saja. Ikut nimbrung tak akan bisa meredam suasana. Debatnya bisa sampai setengah jam, padahal beli stikernya hanya satu biji masing-masing.

Coba deh setiap warga yang usai mencoblos kemarin harus mencantumkan nama jagoannya di kulit tangannya pakai spidol, yang permanen pula. Waduh bisa dipastikan akan lebih ramai. Tentu akan banyak mata yang memelototi siapa nama yang ada di kulit tangan temannya, pacarnya, adiknya, abangnya, seupunya, menantunya, mertuanya, rekan sekerjanya, bawahannya, bosnya. Ah... ha ha ha, pasti lucu.

Begitulah warga. Eh, saya tak bisa menyalahkan warga yang masih gampang menelan kampanye hitam atau serangan dari para elit politik menjelag coblosan kemarin. Dan jika cinta itu sudah melekat, kata almarhum Gombloh, tahi kucing serasa cokelat. Jika sudah cinta mati sama calon presiden tertentu, yang ada pada diri calon itu semuanya benar. Sementara calon tetangganya serba tak mutu, tak hebat dan bla bla bla.

Tetapi ya untung jugalah habis mencoblos hanya mencelupkan jari ke tinta. Kalau tidak pemerintah harus mengeluarkan lebih banyak duit untuk pengadaan kaos atau benda lain untuk para pemillih. Lha kalau jumlah suara sah mencapai 130-an juta, ya tekor pemerintah ha ha ha.

Post a Comment for "Untung Cuma Celup Jari"