Hanya Buah di Kulkas
Tiga hari lewat. Pulang dari toko stiker, sambil menunggu waktu berbuka puasa aku ke Mal Tanjungpinang. Di swalayan, sepasang suami istri tengah memilih beberapa biji buah pir hijau yang harganya Rp3.000 an per ons.
Aku awalnya tak ingin dekat dengan mereka. Namun saat mendengar apa yang diperbincangkan keduanya, tiba tiba aku tahan kakiku untuk segera beranjak.
Si istri tampaknya ingin membeli juga kelengkeng bangkok yang tengah didiskin harganya. Namun oleh si suami disarankan untuk membeli buah pir saja.
"Paling tidak anak anak tahu rasanya buah ini. Kalau kelengkeng kan sudah pernah, Bu," kata suami yang sore itu masih mengenakan baju kerja lapangan.
Meski mengikuti perkataan suaminya, tampak raut kecewa di wajah istri. Ia ikut memilih buah pir dengan malas-malasan. Tak banyak yang mereka beli, kira kira 6 biji.
Sesaat sebelum beranjak ke meja penimbangan, suami kembali berkata. "Kita seharusnya bersyukur Bu bisa membeli baju dan buah pir untuk anak anak."
"Tetapi kelengkeng kan tidak mahal, Pak?"
"Kita masih diberi kesempatan besok minta maaf ke tetangga kanan kiri usai salat id sudah syukur. Bisa beli buah juga syukur. Bisa menyimpan buah di kulkas pun harus kita syukuri. Biar anak anak bisa merasakan dinginnya daging buah pir saat berbuka nanti."
Suami yang sabar itu lalu meminta istrinya menuju meja penimbangan. Aku yang awalnya memegang buah pir di rak sebelah kemudian mengurungkan niat.
Bahkan dalam perjalanan ke rumah aku kembali mengingat betapa mudahnya bersyukur. Hanya urusan buah pir yang tak seberapa harganya bisa membuat lelaki tadi mengagumi kebesaran Allah dengan bersyukur.
Mungkin buah pir itu nanti dibagi bagi agar bisa dinikmati semua anggota keluarga. Sementara aku sangat sering menggigit buah itu tak sampai habis karena sebenarnya perut tak begitu lapar. Sisanya lempar keluar jendela atau lupa ditaruh di meja hingga mengering.
Yang membuat aku bersyukur masih sebatas saat ada pelanggan membeli bahan atau pesan stiker dalam jumlah banyak. Sementara urusan buah, aku anggap biasa bahkan sangat biasa untuk tidak aku syukuri. Seharusnya banyak yang bisa membuat ucapan syukur terlontar dari bibirku.
Saat hari cerah dan toko ramai. Saat mesin tak bermasalah dan bisa membuat stiker pesanan. Saat ada konsumen yang datang dengan desainnya sendiri, bahkan filenya vektor sehingga bisa langsung aku cutting.
Ah.... mudahnya bersyukur. Sebenarnya......
Post a Comment for "Hanya Buah di Kulkas"