Tak hanya mengenang
Seseorang yang pernah menjadi teman sekantorku tiba-tiba koma pagi itu, selasa kemarin. Jam 8 pagi aku baru saja membuka komputer ketika kabar itu datang. Bergegas aku menuju rumah sakit yang hanya berjarak satu kilometer dari kiosku. Yang kudapati adalah sesosok tubuh yang terbujur di ruang ugd. Seorang wanita dengan penuh kasih mencium wajah suaminya yang sama sekali tak bereaksi dengan apa yang dikatakannya. Hanya sesekali tangan kanannya bergerak mencoba menyentuh bagian belakang kepalanya. Botol infus itu bergerak gerak setiap kali ada gerakan tangan temanku tadi.
Dinir M Sono, aku mengenalnya dekat. Dia yang selalu memberikan ide segarnya setiap kali kami mengadakan rapat redaksi. Ia rajin menyodorkan usulan berita apa yang layak dijadikan pengisi halamsn liputan utama. Tak ada gejala sakit sebelumnya. Dia yang butuh perawatan segera hanya bisa menunggu karena peralatan scan tak berfungsi. Sebenarnya ada juga rumah sakit lain yang memiliki ct scan, namun juga tak bergungsi.
Istrinya, dalam kegalauan dan kesedihan diminta untuk menghubungi rumah sakit di batam. Namun urusan tak segampang itu. Ada rumah sakit yang memiliki ct scan ternyata kehabisan kamar, ada jugs yang memiliki namun dokternya sedang libur. Akhirnya temanku discan di rumah sakit yang memiliki peralatan ini namun kamarnya habis, sementara untuk perawatannya dilakukan di rumah sakit lain.
Rabu kemarin, jam setengah dua belas kabar duka itu tiba. Inna lillaahi wainna ilaihi roojiuun. Kamis pagi aku bersama bekas teman2 sekantorku melayat ke batam.
Karangan bunga duka cita berjejer di depan rumah orang tua tamanku almarhum. Wajah duka tampak di jalan, depan rumah dan ruang dalam. Wajah sedih dan mata sembab istri almarhum terlihat di antara para pelayat. Kabarnya, temanku meninggal usai salat malam dan terjatuh. Ada penggumpalan darah di kepala bagian belakangnya.
Teman, masih jelas terbayang bagaimana engkau menemani kami menyelesaikan koran setiap hari. Sebagai koordinator liputan engkau begitu cerewet untuk mengingatkan reporter di lapangan agar mendapatkan berita layak jual. Aku juga masih ingat benar bagaimana engkau selalu pesan nasi goreng di kafe belakang kantor kita setiap rapat mingguan. Sebagai redpel, aku paling sering berkoordinasi dengan dia untuk urusan pemilihan bahan berita untuk halaman utama sebelum dicek wapemred dan pemred.
Di usiamu yang ke-36 tentu masih banyak yang bisa engkau lakukan. Ketika aku memutuskan untuk resign tanggal 1 agustus, engkau yang memintaku untuk menahan surat pengajuan resignku sampai akhir tahun. Perjalanan dari rumah duka ke pemakaman lebih banyak kami isi dengan diam. Saat tanah terakhir dilemparkan ke atas pusaramu hanya hening menerpa. Salah satu anakmu yang belum tahu arti kehilangan seorang ayah berjalan di antara banyak pelayat.
Suatu saat giliran kami akan datang sahabat. Liang lahat akan menjadi rumah kami suatu hari nanti. Dan kami tak pernah tahu kapan itu. Kematianmu yang begitu mendadak mengingatkanku betapa sederhananya kehidupan ini. Seribu rencana tak tercapai ketika ajal menjemput kita. Kita memang terbiasa menghadapi orang yang komplain berita ke kantor kita dulu. Namun kita tentu tak berdaya ketika malaikat yang diperintahkan Allah SWT datang untuk menjalankan tugasnya.
Selamat jalan sahabat. Aku akan selalu berdoa untuk damaimu di alam sana. Terima kasih atas persahabatan indah yang engkau berikan selama ini.
Post a Comment for "Tak hanya mengenang"