Makanan Kucing yang Banyak Dicari Manusia
![]() |
| Makan di temaram lampu teplok. f-ajilbab.com |
Untuk menemukan makanan kucing ini syaratnya hanya dua, malam hari dan tentu saja membawa uang. Meski makanan kucing, bukan berarti bisa dicuri seenaknya dari kucing. Ya, bagi yang pernah kuliah atau travelling ke Solo atau Yogya, makanan kucing tentu tak asing lagi. Merasa neg dengan kata makakan kucing? Bagaimana kalau kita sebut saja sego kucing.
Sego (istilah nasi untuk orang Jawa) dan kucing (orang jawa juga menyebutnya dengan kucing, kecuali ada yang menyebutnya lain aku tak pernah dengar. Paling juga anak kucing, emboknya kucing). Jadi sego kucing adalah nasi untuk konsumsi manusia. Tidak salah kok, memang dibuat untuk dinikmati manusia. Disebut sego kucing bukan berarti yang makan harus bergaya seperti kucing.
Aku menemukan referensi dari kompasiana tentang sejarah sego kucing di Indonesia (baca Yogyes).
Sejarah angkringan di Jogja merupakan sebuah romantisme perjuangan menaklukan kemiskinan. Angkringan di Jogjakarta dipelopori oleh seorang pendatang dari Cawas, Klaten bernama Mbah Pairo pada tahun 1950-an. Cawas yang secara adminstratif termasuk wilayah Klaten Jawa Tengah merupakan daerah tandus terutama di musim kemarau. Tidak adanya lahan subur yang bisa diandalkan untuk menyambung hidup, membuat Mbah Pairo mengadu nasib ke kota. Ya, ke sini, ke Jogjakarta.
Mbah Pairo bisa disebut pionir
angkringan di Jogjakarta. Usaha angkringan Mbah Pairo ini kemudian
diwarisi oleh Lik Man, putra Mbah Pairo sekitar tahun 1969. Lik Man yang
kini menempati sebelah utara Stasiun Tugu sempat beberapa kali
berpindah lokasi. Seiring bergulirnya waktu, lambat laun bisnis ini
kemudian menjamur hingga pada saat ini sangat mudah menemukan angkringan
di setiap sudut Kota Jogja. Angkringan Lik Man pun konon menjadi yang
paling dikenal di seluruh Jogja, bahkan di luar Jogja.
Berbeda dengan angkringan saat ini yang
memakai gerobak, diawal kemunculannya angkringan menggunakan pikulan
sebagai alat sekaligus center of interest. Bertempat di emplasemen
Stasiun Tugu Mbah Pairo menggelar dagangannya. Pada masa Mbah Pairo
berjualan, angkringan dikenal dengan sebutan ting-ting hik (baca: hek).
Hal ini disebabkan karena penjualnya berteriak “Hiiik…iyeek” ketika
menjajakan dagangan mereka. Istilah hik sering diartikan sebagai
Hidangan Istimewa Kampung. Sebutan hik sendiri masih ditemui di Solo
hingga saat ini, tetapi untuk di Jogja istilah angkringan lebih
populer. Demikian sejarah angkringan di Jogjakarta bermula.
Boleh jadi angkringan merupakan
stereotipe kaum marjinal berkantung cekak yang beranggotakan sebagian
mahasiswa, tukang becak dan buruh maupun karyawan kelas bawah. Namun,
peminat angkringan kini bukan lagi kaum marjinal yang sedang dilanda
kesulitan keuangan saja, tetapi juga orang berduit yang bisa makan
lebih mewah di restoran...... untuk baca ertikel ini selengkapnya klik di sini
Ada beberapa lokasi sego kucing di Tanjungpinang. Di Batu 10, depan SPBU; di Bintan Center dekat Kimia Farma; Batu 6; Batu 5 (dekat Taman Makam Pahlawan); di Jalan Soekarno Hatta. Paling tidak itulah tempatku keluar malam jika sedang mengincar menu kucing. Berbeda dengan menikmati sego kucing di Yogya atau Solo, biasanya gojekan atau guyonan dilakukan dengan bahasa Jawa. Di Tanjungpinang, bukan hanya orang Jawa yang menikmati sedapnya sego kucing.
Menikmati sego kucing semakin lama semakin biasa bagi warga. Bukan sekadar mengisi perut menikmati sajian sederhana di tempat seperti ini. Lebih ke nostalgia atau suasananya. Bisa ngobral ngalor ngidul. Sambil bercerita ternyata tak sadar empat bungkus nasi kucing sudah berpindah ke perut. Lauknya macam-macam, tempe bakar, ceker pitik (sudah dipotong bukan ayam hidup), kerupuk, telur puyuh atau yang murah-murah pokoknya. Minumnya wedang jahe....uanget tenan.
Namun sego kucing pun terus berbenah. Salah satunya menggunakan listrik untuk penerangannya. Jujur saja, jadi agak kurang asyik. Pernah nggak membayangkan ada pembeli sego kucing seorang gadis lalu parasnya tersorot sinar kampu minyak tanah? Weeeh huayune, tetapi begitu tersorot lampu PLN, ealah..... banyak jerawatnya. Tentu bukan karena itu, yang jelas kurang asyik saja bagiku. Toh aku bersyukur masih bisa menemui sego kucing. Lalu aku teringat masa lalu, ketika kami berdua menikmati angkringan di Yogyakarta. Kami berbincang hangat, intinya membicarakan: mengapa kami terlalu egois sehingga sego kucing Yogya itu akhirnya hanya menjadi kenangan?
Ah, gombal, romantis..... pokoknya sego kucing.....

Post a Comment for "Makanan Kucing yang Banyak Dicari Manusia"