Maaf, Pak......Gubrak!!!
![]() |
Pramugari. F-net |
Hanya karena ditegur agar mematikan ponselnya di dalam pesawat, Pak Pejabat ini menyimpan rasa dendam berkepanjangan. Kisahnya
bermula saat pesawat terbang Sriwijaya Air akan mendarat di Bandar
Udara Depati Amir, Bangka Belitung, tanggal 6 Juni lalu. Peraturan keselamatan
penerbangan di semua maskapai penerbangan Tanah Air, di antaranya
melarang pemakai jasa (penumpang) menyalakan apalagi mengoperasikan
perangkat elektronika dan perangkat komunikasi.
Walau
bekerja pada frekuensi yang berbeda dengan intensitas sangat lemah,
namun diketahui pancaran dan tangkapan gelombang elektromagnetik pada
gelombang UHF itu bisa membuat radio komunikasi penerbang dengan ATC
serta instrumen lain penerbangan di pesawat terbang menjadi kacau.
Mengingatkan
hal ini adalah tugas pramugari dan pramugara. Hadi termasuk yang
diingatkan tentang itu oleh Nur Febriani. Apa daya, Pak Pejabat satu ini malah marah, memaki, dan menampar Febriani memakai koran yang
sedang dia baca.
Entah apa yang akan dikenakan kepada Umar, itu penegak hukum yang akan bicara. Aku hanya lebih suka mengomentari dari kaca mataku, bagaimana seorang pejabat tak mampu mengontrol perilakunya ketika harus berhadapan dengan peraturan yang sudah pasti dan nyaris semua penumpang juga tahu itu. Bahkan Menteri Perhubungan EE Mangandaan pun ikut buka suara, dengan menilai tindakan Zakaria adalah tindak kekerasan dan melanggar Undang-Undang Penerbangan.
Pak Menteri kembali menegaskan, penumpang tidak boleh menggunakan telepon seluler saat proses pesawat akan terbang atau mendarat. Pelanggaran aturan ini akan menyebabkan bahaya bagi seluruh penumpang pesawat karena gelombang telepon mengganggu komunikasi dan pengendalian pesawat oleh pilot.
Aturan dan larangan penggunaan telepon, menurut Mangindaan, juga bersifat mutlak tanpa ada pengecualian. Hal ini disampaikan menanggapi kabar alasan Zakaria menggunakan telepon karena istrinya akan menjalani proses operasi di rumah sakit. "Jadi, telepon itu salah, pesawat sedang mendarat. Pukul tidak boleh," kata mantan Menteri Perikanan dan Kelautan ini.
Bukankah pejabat itu memiliki kearifan yang lebih tinggai dibandingkan warganya? Karena pejabat punya banyak fasilitas untuk mencerdaskan otak, ketimbang warga yang masih saja sering susah sekolah. Pejabat seyogyanya memiliki batas kesabaran yang lebih tebal ketimbang masyarakat yang memang lebih suka menyelesaikan persoalan dengan unjuk rasa. Jika kalimat awalnya maaf tetapi ujungnya berakhir pemukulan, alangkah rendah derajat para pejabat.***
Post a Comment for "Maaf, Pak......Gubrak!!!"