‘The Pride of Riau’ Abad ke-19
Landmark atau mercu tanda kota Tanjungpinang yang mudah terlihat dari laut dan selalu mencuri perhatian setiap orang yang pertamakali bertandang ke kota ini pada abad ke-19 adalah sebuah Residentie Huis @ Residency House: kediaman resmi Resident Riau pada zaman Belanda. Masyarakat tempatan pada masa lalu menyebutnya Rumah Besar di tepi laut.
Gedung ini sesungguhnya adalah adalah bangunan ke-3 yang dibangun oleh Belanda sebagai kediaman resmi Resident Riau di Tanjungpinang, tak lama setelah pemberontakan Arung Belawa pada tahun 1819: Berdiri di bekas tapak sebuah benteng lama Raja Haji yang paling besar. Dibangunan antara tahun 1820-1821. Namun sayang, yang tersisa dari bangunan lama itu hanya pondasinya saja, dan diatasnya kini berdiri bangunan baru kediaman Gubernur Kepulauan Riau.
Dua bangunan kediaman Resident Riau sebelumnya terletak di dua tempat yang berbeda. Bangunan awal yang dipergunakan oleh Resident Riau pertama, David Ruhde (1785-1788), terletak di pulau Bayan. Sementara itu, bangunan kedua, yang diperguna sejak sekitar tahun 1788 hingga 1822 terletak di sebelas Selatan kaki bukit, dimana benteng Kroonprins terletak.
Di bekas lokasi bangunan kedua ini sekarang berdiri sebagian kompleks Angkatan Laut dan sebagian Kampung Jawa, persis di bawah bukit yang diatasnya kini berdiri Rumah Sakit Umum Daerah Tanjungpinang. Tak berbekas sama sekali sisa bangunan ini, namun jelas terekam dalam sebuah peta Tanjungpinang tahun 1819-1820.
***
Setiap orang yang pertamakali menjejakan kakinya di pelabuhan Tanjungpinang pada abad ke-19, akan selalu terpesona oleh keindahan banguan lama rumah Resident Riau ini. Sosoknya yang besar dengan gaya arsitektur Indische Empire khas neo-klasik yang ditopang pilar-pilar kembar gaya Roman-Doric (campur seni seni arsitektur Yunani dan Romai) selalu menawan setiap mata yang memandannya.
Pada tahun 1847, seorang bangsa Inggris bernama J.T. Thomson yang datang dari Singapura, melukiskan laporan pandangan matanya tentang bangunan rumah Resident ini menulis sebagai berikut: “Rumah Keresidenan (The House of Residency) adalah sebuah banguan indah yang bagian depannya dihiasi struktur segi tiga besar diatas jendela dan pitunya yang ditopang oleh pilar-pilar kembar gayang Roman-Doric”.
Enam tahun kemudian, seorang letnan angkatan laut Belanda nernama G.F. de Bruijnskops mencatat pulau perihal gedung itu dalam sebuah laoran yang dipulikasikan dengan judul, Schets van den Riouw-Lingga Archipen (Sketas Kepulauan Riau-Lingga): “…Rumah keresidenan (Het residentie-huis), adalah sebuah bangunan indah yang berada dibawah rerimbunan pohon-pohon yang tinggi, terletak di tepi pantai, di kaki bukit dimana benteng kroonsprins berdiri, yang seluruh warna dinding putih cerah memahkotai Tanjungpinang, ibukota Keresidenan Riau.”
Empat belas tahun setelah laporan pertama oleh J.T. Thomson, Dr. Steven Adriaan Buddingh dari Rotterdam, mempublikasikan pula sebuah laporan sebagai bagian dari kunjungannya ke Tanjungping sempenan perjalanan inspeksi terhadap gereja-gereja porotestan di Hindia Belanda pada tahun 1854. Dimuat dalam sebuah buku tebal berjdul, Neerlands-Oost-Indie, yang terbit di Rotterdam pada 1861.
Dr. Buddingh mencatat pula perihal gedung itu dan menyandingkan dengan mesjid Jamik Pulau Penyengat yang selesai dibangun dua puluh tahun sebelumnya: “…Rumah Keresidenan (residentie-huis) adalah sebuah bangunan batu besar, tebal, di tepi pantai, dan cantik, yang berdepan-depan dengan pulau Penyengat (Mars), yang tersergam sebuah bangunan mesjid kecil berplaster putih dengan 4 buah menaranya yang anggun…”
Dengan merujuk kepada dua catatan dan laporan pandangan mata oleh J.T. Thomson dan G.F. de Bruijnskops pada pertengahan abad ke19, Dr. Jan van der Putten dalam kitab khatam kajinya di Universitas Leiden, His Word is The Truth Haji Ibrahim’s letters and other writings, (2001), yang juga mengulas tentang Tajungpinang abad pada abad 19, mengatakan gedung kediaman Resident itu layak disebut sebagai ‘The Pride of Riau”. Kebanggan orang Riau. Kebanggaan Tanjungpinang abad ke-19 yang juga dikenal dengan sebutan Negeri Riau.
***
Apabila dilihat dari kaca mata sejarah, sesungguhnya julukan ‘The Pride of Riau’ itu mempunyai makna yang luas dan dalam. Ada keluasan makna historis dibalikan julukan gemilang itu.
Ia dipandang sebagai kebanggan orang Riau atau kebanggaan orang Tanjungpinang, tak hanya untuk abad ke-19 saja dan dimata orang Belanda yang membangunnya saja. Seandainya ‘lapisan-lapisan sejarah’ yang menimbun gedung itu dapat dikupas seperti arkeolog mengupas lapisan-lapisan permukaan tanah untuk menemukan jejak-jejak sejarah manusia, maka arti pentingnya di masa lalu dan makna pentingnya untuk masa kini akan jelas terserlah.
Secara historis, julukan ‘The Pride of Riau” tidak semata-mata karena memaknai kemegahan dan keindahannya pada masa lalu, tapi juga karena berbagai faktor historis yang tak dapat dihapus dari gedung itu, walau bentuk aslinya telah luluh-lantak oleh kebijakan pemerintah yang tak arif dan salah kaprah. Mengapa?
Gedung itu adalah sebuah ‘panggung sejarah’ bagi masyarakat Tanjungpinang khusunya dan Provinsi Kepulauan Riau umumnya. Tempat berlangsungnya berbagai peristiwa sejarah penting yang menentukan ‘wajah’ Tanjungpinang dan Kepulauan Riau pada hari ini.
Tak dapat dibantah bahwa pada mulanya gedung itu dibangun oleh penjajahan Belanda untuk kediaman seorang Resident Riau sejak 1822 hingga akhir 1949, dan sempat pula dipergunakan sebagai kediaman Resident Jepang di Tanjungpinang selama pendudukan Dai-Nippn yang singkat (1942-1945).
Akan tetapi siapa pula yang dapat membantah, bahwa di halaman gedung inilah masyarakat Tanjungpinang dan Kepulauan Riau mengadakan ‘rapat raksasa’ dikomandoi anak-anak muda yang tergabung dalam “Panitia 17” pimpinan Zamachhsjari dan Muhammad Jacob Hasibuan sempena menuntut penggabungan Kepulauan Riau ke dalam Negera Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir Desember 1949?
Dengan apa kan dibantah bahwa peresmian Provinsi Riau pada tahun 1958 dan pelantikan Mr. S.M. Amin sebagai gubernur pertamanya dilakukan di gedung peninggalan Belanda itu? Dan siapa pula yang berani menidakkan bahwa, empat pulah enam tahun kemudian, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno meresmikan pula terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau di gedung bersejarah itu pada 1 Juli 2004?
Tak ada yang dapat membantah bahwa ialah ‘The Pride of Riau”!***
Aswandi Syahri
Sejarahwan Kepri
sumber: tanjungpinang pos
Gedung ini sesungguhnya adalah adalah bangunan ke-3 yang dibangun oleh Belanda sebagai kediaman resmi Resident Riau di Tanjungpinang, tak lama setelah pemberontakan Arung Belawa pada tahun 1819: Berdiri di bekas tapak sebuah benteng lama Raja Haji yang paling besar. Dibangunan antara tahun 1820-1821. Namun sayang, yang tersisa dari bangunan lama itu hanya pondasinya saja, dan diatasnya kini berdiri bangunan baru kediaman Gubernur Kepulauan Riau.
Dua bangunan kediaman Resident Riau sebelumnya terletak di dua tempat yang berbeda. Bangunan awal yang dipergunakan oleh Resident Riau pertama, David Ruhde (1785-1788), terletak di pulau Bayan. Sementara itu, bangunan kedua, yang diperguna sejak sekitar tahun 1788 hingga 1822 terletak di sebelas Selatan kaki bukit, dimana benteng Kroonprins terletak.
Di bekas lokasi bangunan kedua ini sekarang berdiri sebagian kompleks Angkatan Laut dan sebagian Kampung Jawa, persis di bawah bukit yang diatasnya kini berdiri Rumah Sakit Umum Daerah Tanjungpinang. Tak berbekas sama sekali sisa bangunan ini, namun jelas terekam dalam sebuah peta Tanjungpinang tahun 1819-1820.
***
Setiap orang yang pertamakali menjejakan kakinya di pelabuhan Tanjungpinang pada abad ke-19, akan selalu terpesona oleh keindahan banguan lama rumah Resident Riau ini. Sosoknya yang besar dengan gaya arsitektur Indische Empire khas neo-klasik yang ditopang pilar-pilar kembar gaya Roman-Doric (campur seni seni arsitektur Yunani dan Romai) selalu menawan setiap mata yang memandannya.
Pada tahun 1847, seorang bangsa Inggris bernama J.T. Thomson yang datang dari Singapura, melukiskan laporan pandangan matanya tentang bangunan rumah Resident ini menulis sebagai berikut: “Rumah Keresidenan (The House of Residency) adalah sebuah banguan indah yang bagian depannya dihiasi struktur segi tiga besar diatas jendela dan pitunya yang ditopang oleh pilar-pilar kembar gayang Roman-Doric”.
Enam tahun kemudian, seorang letnan angkatan laut Belanda nernama G.F. de Bruijnskops mencatat pulau perihal gedung itu dalam sebuah laoran yang dipulikasikan dengan judul, Schets van den Riouw-Lingga Archipen (Sketas Kepulauan Riau-Lingga): “…Rumah keresidenan (Het residentie-huis), adalah sebuah bangunan indah yang berada dibawah rerimbunan pohon-pohon yang tinggi, terletak di tepi pantai, di kaki bukit dimana benteng kroonsprins berdiri, yang seluruh warna dinding putih cerah memahkotai Tanjungpinang, ibukota Keresidenan Riau.”
Empat belas tahun setelah laporan pertama oleh J.T. Thomson, Dr. Steven Adriaan Buddingh dari Rotterdam, mempublikasikan pula sebuah laporan sebagai bagian dari kunjungannya ke Tanjungping sempenan perjalanan inspeksi terhadap gereja-gereja porotestan di Hindia Belanda pada tahun 1854. Dimuat dalam sebuah buku tebal berjdul, Neerlands-Oost-Indie, yang terbit di Rotterdam pada 1861.
Dr. Buddingh mencatat pula perihal gedung itu dan menyandingkan dengan mesjid Jamik Pulau Penyengat yang selesai dibangun dua puluh tahun sebelumnya: “…Rumah Keresidenan (residentie-huis) adalah sebuah bangunan batu besar, tebal, di tepi pantai, dan cantik, yang berdepan-depan dengan pulau Penyengat (Mars), yang tersergam sebuah bangunan mesjid kecil berplaster putih dengan 4 buah menaranya yang anggun…”
Dengan merujuk kepada dua catatan dan laporan pandangan mata oleh J.T. Thomson dan G.F. de Bruijnskops pada pertengahan abad ke19, Dr. Jan van der Putten dalam kitab khatam kajinya di Universitas Leiden, His Word is The Truth Haji Ibrahim’s letters and other writings, (2001), yang juga mengulas tentang Tajungpinang abad pada abad 19, mengatakan gedung kediaman Resident itu layak disebut sebagai ‘The Pride of Riau”. Kebanggan orang Riau. Kebanggaan Tanjungpinang abad ke-19 yang juga dikenal dengan sebutan Negeri Riau.
***
Apabila dilihat dari kaca mata sejarah, sesungguhnya julukan ‘The Pride of Riau’ itu mempunyai makna yang luas dan dalam. Ada keluasan makna historis dibalikan julukan gemilang itu.
Ia dipandang sebagai kebanggan orang Riau atau kebanggaan orang Tanjungpinang, tak hanya untuk abad ke-19 saja dan dimata orang Belanda yang membangunnya saja. Seandainya ‘lapisan-lapisan sejarah’ yang menimbun gedung itu dapat dikupas seperti arkeolog mengupas lapisan-lapisan permukaan tanah untuk menemukan jejak-jejak sejarah manusia, maka arti pentingnya di masa lalu dan makna pentingnya untuk masa kini akan jelas terserlah.
Secara historis, julukan ‘The Pride of Riau” tidak semata-mata karena memaknai kemegahan dan keindahannya pada masa lalu, tapi juga karena berbagai faktor historis yang tak dapat dihapus dari gedung itu, walau bentuk aslinya telah luluh-lantak oleh kebijakan pemerintah yang tak arif dan salah kaprah. Mengapa?
Gedung itu adalah sebuah ‘panggung sejarah’ bagi masyarakat Tanjungpinang khusunya dan Provinsi Kepulauan Riau umumnya. Tempat berlangsungnya berbagai peristiwa sejarah penting yang menentukan ‘wajah’ Tanjungpinang dan Kepulauan Riau pada hari ini.
Tak dapat dibantah bahwa pada mulanya gedung itu dibangun oleh penjajahan Belanda untuk kediaman seorang Resident Riau sejak 1822 hingga akhir 1949, dan sempat pula dipergunakan sebagai kediaman Resident Jepang di Tanjungpinang selama pendudukan Dai-Nippn yang singkat (1942-1945).
Akan tetapi siapa pula yang dapat membantah, bahwa di halaman gedung inilah masyarakat Tanjungpinang dan Kepulauan Riau mengadakan ‘rapat raksasa’ dikomandoi anak-anak muda yang tergabung dalam “Panitia 17” pimpinan Zamachhsjari dan Muhammad Jacob Hasibuan sempena menuntut penggabungan Kepulauan Riau ke dalam Negera Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir Desember 1949?
Dengan apa kan dibantah bahwa peresmian Provinsi Riau pada tahun 1958 dan pelantikan Mr. S.M. Amin sebagai gubernur pertamanya dilakukan di gedung peninggalan Belanda itu? Dan siapa pula yang berani menidakkan bahwa, empat pulah enam tahun kemudian, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno meresmikan pula terbentuknya Provinsi Kepulauan Riau di gedung bersejarah itu pada 1 Juli 2004?
Tak ada yang dapat membantah bahwa ialah ‘The Pride of Riau”!***
Aswandi Syahri
Sejarahwan Kepri
sumber: tanjungpinang pos

Post a Comment for "‘The Pride of Riau’ Abad ke-19"