Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cincin Stempel Raja Ali Haji 1828

“Telah ditemukan sebuah cincin stempel Raja Ali Haji!” Kabar penting ini terungkap dalam ceramah Dr. Annabel Teh Gallop (British Library) dan Dr. Venetia Porter (Brtish Library) London yang bertajuk  Lasting Impressions: Seals From The Islamic World (Nilai Sebentuk Tanda: Cap Mohor Dunia Islam) sempena sebuah pamaren Cap Mohor Dunia Islam, yang digelar oleh  Islamic Arts Museum Malaysia (IAMM) Kuala Lumpur bekerjasama dengan Biritis Library dan British Museum pada 28 September 2012 yang lalu.

Penjelasan lebih jauh tentang cincin ini ditulis pula dalam sebuah artikel berjudul “Raja Ali Haji and His Seal” oleh Dr. Jan van der Putten dan Dr. Annabel The Gallop, yang dimuat dalam sebuah buku sangat indah  dan mewah setebal 199 halaman  berjudul Lasting Impressions: Seals From The Islamic World yang diterbitkan khusus bersempena pameran yang akan berlangsung sejak tanggal 27 September 2012 hingga 27 Januari 2013.

Kabar ini sangat penting bagi Tanjungpinang khususnya, dan Provinsi Kepulauan Riau, kampung halaman Raja Ali Haji. Mengapa?

Inilah temuan terbaru yang berkenaan dengan Raja Ali Haji dalam rentang waktu 21 tahun terakhir sejak Dr. Jan van der Putten menemukan seratus pucuk lebih surat-surat pribadi Raja Ali Haji kepada Herman von de Wall pada tahun 1991, dan kemudian memaparkannya dalam ”Four Malay Letters from Raja Ali Haji to Von de wall” (BKI, 1992) dan In Everlasting Friendship: Letters From Raja Ali Haji  (Leiden, 1995). Hal ini terjadi setelah seratus tahun lebih surat-surat  yang berada dalam simpanan Perpustakaan Nasioanl Republik Indonesia (PNRI) di Jakarta dan Perpustakaan Universitas Leiden di Negeri Belanda itu tak pernah disentuh.

Hingga kini, cincin ini adalah satu-satunya ‘artefak’ atau barang pribadi milik Raja Ali Haji yang diketahui, terselematkan, dan  melengkapi sejumlah naskah karyanya serta surat-surat yang telah lebih dahulu dikenal dan diselematkan.

Selain itu, satu hal yang penting, cicin stempel ini erat kaitannya dan menjadi salah satu bukti ‘perjalanan bersejarah’ kisah ibadah haji yang pertama kali dilakukan oleh keluarga diraja Riau Lingga, seperti dinukilkan oleh Raja Ali Haji dan ayahanda  dalam Tuhfat a-Nafis (1886). Mengapa? Tarik hari ini akan mengulas konteks historis cincin yang merupakan stempel pribadi tersebut dengan secubit kisah dalam kehidupan Raja Ali Haji.

***

Stempel Raja Ali Haji ini terbuat dari bahan batu ‘permata’ berwarna merah pekat berbentuk empat persegi (rectangular) dari jenis batu carnelian atau batu akik, yang kemudian diikatkan pada sebentuk cicin berbahan perak: maka jadilah ia chincin chap seperti dijelaskan R.O. Winstedt dalam kamusnya (1959). atau disebut juga cincin stempel.

Diatas permukaan batu carnelian itu terukir namanya setelah beliau selesai menunaikan ibadah Haji: Haji Ali ibn Raja Ahmad Riau. Ditulis menggunakan khat nasta’lig yang hurufnya condong ke kanan. Diantara untaian huruf-huruf indah yang membentuk nama Raja Ali Haji itu, tertulis pula angka tahun 1243 Hijriah yang bersamaan dengan 1828 Miladiah.

Menurut Dr. Annabel The Gallop, pakar ‘stempel Melayu’ yang kitab khatam kajinya pada SOAS University of London berjudul Malay seal inscriptions : a study in Islamic epigraphy from Southeast Asia (2002), bentuk dan model cincin stempel menggunakan ‘batu permata’ yang diukir seperti kepunyaan Raja Ali Haji tersebut tak dikenal dalam tradisi pembuatan stempel di Riau-Lingga dan Alam Melayu.
“Stempel orang Melayu lazimnya terbuat dari perak atau bahan kuningan, dan sebagainya, sebagaimana kita ketahui dari laporan Abdullah Munsyi, ianya dibuat oleh seorang pandai emas berdasarkan sebuah reka bentuk yang disediakan oleh seorang penulis khat. Stempel yang diukir pada sebuah batu permata seperti stempel Raja Ali Haji, tak pernah dikenal dalam tradisi pembuat stempel lokal.” (Annabel, 2012, h. 95).

Angka tahun yang tercantum pada stempel itu (1243 Hijriah) erat  kaitannya dengan sebuah ‘perjalanan haji bersajerah’ yang pertamakali dilakukan oleh keluarga diraja Riau-Lingga pada tahun 1828. Ketika itu usia Raja Ali Haji 19 tahun.

Seperti dinukilkan oleh Raja Ali Haji dalam Tuhfat al-Nafis, ia dan rombongan ayahandanya, Raja Ahmad ibni Raja Haji Fisabilah, berangkat dari pulau Penyengat menuju Singapura dan kemudian ke pulau Pinang menyewa kapal Turki bernama Feluka dengan nakhoda Kapitan Husain yang akan membawa mereka ke Jeddah.

Rombongan jamaah haji diraja Riau-Lingga yang berjumlah 14 orang itu dibekali Engku Putri Raja Hamidah uang sebesar sepuluh ribu ringgit. Mereka sampai di pelabuhan Jeddah pada 18 Syakban 1243 Hijriah, bersamaan dengan 27 Februari 1828 Miladiah. Setelah selama 2 tahun berada di tanah Hijaz dimana kota Jeddah, Mekahm dan Madinah terletak,  Raja Ali Haji dan rombongan ayahnya kembali ke pulau Penyengat melalui Singapura sekitar tahun 1830.

Dr. Annabel teh Gallop dan Dr. Jan van der Putten ‘memperkirakan’ bahwa stempel ini diperoleh atau tepatnya dibuat oleh Raja Ali Haji dalam rangkaian perjalanan naik haji ke Mekah atau pada sebuah tempat yang disinggahinya usai menunaikan ibadah haji, atau dalam perjalanan pulang ke Pulau Penyengat usai menunaikan rukun Islam ke-5 itu. Hal ini dimungkinkan, karena Raja Ali Haji dan rombongan ayahnya ‘bermukim’ di tanah Hijaz cukup lama. Lebih kurang 2 tahun.

Menurut Dr. Annabel The Gallop, adalah sebuah kelaziman dikalangan jamaah haji dari kawasan Asia Tenggara untuk membuat ‘stempel pribadi’ ketika tiba di tanah Hijaz. Biasanya hanya berupa stempel biasa dari bahan kuningan. Sebaliknya stempel Raja Ali Haji dari bahan batu mulia yang diikat dengan cincin perak hasil kerja pembuat cincin dan pengukir stempel yang istimewa.

Sebuah bukti otentik yang menguatkan aspek historis cincin stempel ini sebagai artefak pribadi Raja Ali Haji adalah sepucuk surat Raja Ali Haji kepada Resident Belanda di Tanjung Pinang, Eliza Netscher, bertarikh 1 Zuhijah 1283 Hijriah bersamaan 17 April 1866 yang ditemukan Dr. Jan van der Putten dalam simpanan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jakarta.

Dalam surat yang berisikan permohonan bantuan keuangan kepada Resident Netscher sempena membangun sebuah sekolah di pulau Penyengat dan permohonan untuk mendapatkan sebuah percetakan, Raja Ali Haji mencantumkan stempel tersebut menggunakan tinta merah. Inilah satu-satunya surat yang mengandungi stempel pribadi Raja Ali Haji, diantara seratus pucuk lebih suratnya yang telah dikenal pasti.

Ada sebuah kabar baik. Pertama, cincin stempel Raja Ali Haji ini belum menjadi milik atau koleksi lembaga manapun milik pemerintah Malaysia. Dalam buku Lasting Impressions: Seals From The Islamic World yang telah saya sebutkan sebelumnya, Dr. Annabel The Gallop mencantumkannya sebagai barang private collection (koleksi pribadi). Kabar baik kedua, menurut sebuah informasi yang dapat dipercaya, sang kolektor sedang mencari donatur bersedia menyerahkannya untuk dipelihara pada sebuah lembaga yang layak menyimpan, merawatnya dengan baik, dan memperlihatkan sebagai bagian dari kegiatan edukasi publik di Tanjungpinang-Kepulauan Riau, kampung halaman Raja Ali Haji.

Sudah selayaknya pemerintah Kota Tanjungpinang dan Provinsi Kepulauan Riau menanggapi kabar baik ini. Bukan hanya karena Raja Ali Haji adalah pujangga besar (man of letters), tapi juga karena beliau adalah Pahlawan Nasional dari Provinsi Kepulauan Riau yang artefak pribadinya sangat langka. Semoga!.***

Post a Comment for "Cincin Stempel Raja Ali Haji 1828"