Ketika Ibu Guru Menangis
Sedikitnya 100 guru, sebagian besar kaum perempuan mendatangi Kantor Dinas Pendidikan Kota Tanjungpinang, siang tadi. Mereka bukan hendak mengurus sertifikasi atau mengambil honor kegiatan. Melainkan mengeluh karena apa yang menjadi haknya selama lima bulan belum juga mereka terima. Lima bulan mendidik generasi muda, para guru ini tak pernah mogok meski gajinya tertahan.
Tadi siang kesabaran mereka berakhir. Tentu bukan karena sesuatu jika para pehlawan tanpa tanda jasa ini turun ke kantor dinas, selain tuntutan hidup. Guru juga manusia, yang memiliki keluarga, anak, istri, atak irang lain yang harus menjadi tanggungannya. Ada guru yang suami atau istrinya tak kerja, ada yang anaknya tengah sakit.
Apalagi status mereka adalah guru tidak tetap. Tetapi tentu tidak bijaksana jika guru tidak tetap gaji atau lebih tepatnya honornya juga tidak tetap. Dan guru juga manusia. Mereka bertutur, teman mereka yang juga tidak tetap sudah mendapatkan honor secara berkala. Sementara kelompok ini yang tugasnya sama, sama-sama mengajar belum juga mendapatkan honor.
Penjelasan dari Kadis Pendidikan setempat, belum diterimanya honor para guru yang tadi siang ngeluruk ke kantornya bukan disengaja. Wali Kota belum meneken berkas mereka sehingga honor belum bisa diciarkan. Pak Kadis berjanji, begitu pimpinannya pulang dari dinas luar kota akan segera mengurus persoalan ini.
Beginilah gaya para ibu guru curhat. Ada yang menangis menceritakan bagaimana mereka harus mengelola keuangan rumah tangga yang sangat terbatas, sementara hak yang seharusnya mereka terima belum ada. Apa yang diputar?
Guru-guru ini sangat sedih dan sebagian besar tak kuasa menahan air matanya. Ada yang terduduk lesu, ada yang menelpon kerabatnya yang kebetulan kenal dengan Wali Kota. Kemarin, memang Wali Kota Tanjungpinang, masih berada di luar kota. "Apa salah kami pak, mengapa gaji kami belum keluar. Kami butuh hidup, setiap hari kami juga mengajar," ungkap salah satu guru.
Senada juga dikatakan guru lainnya, mereka merasa dianaktirikan. Ada juga teman-teman satu kerjanya, sama-sama mengajar di sekolah yang sama, statusnya sama, malah sudah menerima gaji setiap bulan. "Pemerintah hanya tinggal janji saja. Kita juga membutuhkan uang untuk belanja. Malah kita sudah dikejar-kejar utang. Kita berani utang ke tetangga karena Pemko berjanji gaji kami akan dibayarkan bulan ini," sebut guru lainnya sambil mengusap air matanya.
Semoga air mata guru ini cepat terhenti, karena masih banyak anak-anak negeri ini yang butuh bimbingan di sekolah.
##terima kasih untuk bapak dan ibuku, guru-guru kampung yang selalu mengingatkanku untuk tak pernah menyerah dengan keadaan##
![]() |
Siap tak nangis lihat yang lain bisa gajian? f-abas |
Apalagi status mereka adalah guru tidak tetap. Tetapi tentu tidak bijaksana jika guru tidak tetap gaji atau lebih tepatnya honornya juga tidak tetap. Dan guru juga manusia. Mereka bertutur, teman mereka yang juga tidak tetap sudah mendapatkan honor secara berkala. Sementara kelompok ini yang tugasnya sama, sama-sama mengajar belum juga mendapatkan honor.
Penjelasan dari Kadis Pendidikan setempat, belum diterimanya honor para guru yang tadi siang ngeluruk ke kantornya bukan disengaja. Wali Kota belum meneken berkas mereka sehingga honor belum bisa diciarkan. Pak Kadis berjanji, begitu pimpinannya pulang dari dinas luar kota akan segera mengurus persoalan ini.
Beginilah gaya para ibu guru curhat. Ada yang menangis menceritakan bagaimana mereka harus mengelola keuangan rumah tangga yang sangat terbatas, sementara hak yang seharusnya mereka terima belum ada. Apa yang diputar?
Guru-guru ini sangat sedih dan sebagian besar tak kuasa menahan air matanya. Ada yang terduduk lesu, ada yang menelpon kerabatnya yang kebetulan kenal dengan Wali Kota. Kemarin, memang Wali Kota Tanjungpinang, masih berada di luar kota. "Apa salah kami pak, mengapa gaji kami belum keluar. Kami butuh hidup, setiap hari kami juga mengajar," ungkap salah satu guru.
Senada juga dikatakan guru lainnya, mereka merasa dianaktirikan. Ada juga teman-teman satu kerjanya, sama-sama mengajar di sekolah yang sama, statusnya sama, malah sudah menerima gaji setiap bulan. "Pemerintah hanya tinggal janji saja. Kita juga membutuhkan uang untuk belanja. Malah kita sudah dikejar-kejar utang. Kita berani utang ke tetangga karena Pemko berjanji gaji kami akan dibayarkan bulan ini," sebut guru lainnya sambil mengusap air matanya.
Semoga air mata guru ini cepat terhenti, karena masih banyak anak-anak negeri ini yang butuh bimbingan di sekolah.
##terima kasih untuk bapak dan ibuku, guru-guru kampung yang selalu mengingatkanku untuk tak pernah menyerah dengan keadaan##
Post a Comment for "Ketika Ibu Guru Menangis"