Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Lagi, Cerita Sedih Pahlawan Devisa

Nasib sedih menimpa seorang TKI asal Lampung yang dipulangkan ke Indonesia melalui Pelabuhan Sri Bintanpura, Tanjungpinang, beberapa hari lalu. Dipulangkan dalam kondisi hamil tua, sebut saja Siti, harus melahirkan di sebuah rumah sakit di Tanjungpinang. Bayinya selamat, Siti juga selamat, namun ia menjadi korban pemerasan seorang oknum satgas Dinsosnakertrans Kota Tanjungpinang di penampungan TKI.

Pemulangan TKI B, Jumat (1/2). Foto: Adly Bara Hanani
Beruntung kabar ini segera tersebar dari pesan singkat ke pesan singkat. Dan oknum pegawai ini rupanya mencium tersebarnya pesan singkat tadi. Bersama kepala dinas terkait, sejumlah wartawan bertemu dengan Siti usai melahirkan. Siti yang memang orang kampung, jarang berbohong (semoga) menceritakan pengalamannya selengkapnya.

Ia mengaku diminta uang Rp500 ribu sebagai biaya persalinan. Diberikan. Lantas oknum pegawai meminta lebih, tetapi apa daya Siti sudah tak punya uang lagi. Sebenarnya ia sempat ingin meminjam uang temannya, namun oleh sang teman ia diingatkan supaya tak usah memberi jika tak punya. Akhirnya uang Rp500 ribu memang dikembalikan. Siti pun sudah dipulangkan ke kampung halamannya melalui kapal dari Pelabuhan Kijang.


Tanjungpinang menjadi pintu masuk kepulangan TKI bermasalah dari Malaysia. Di kota ini, silakan datang ke penampungan TKI Batu 14 arah Senggarang, nyaris selalu ada TKI yang menunggu kepulangan. Dan selalu ada cerita dari bibir mereka. Jika cerita menyenangkan tentu kita juga bangga. Pahlawan devisa, harum bagi negara dan tentu harum bagi keluarga.

Entah sudah berapa kali media mengangkat kesedihan para TKI di negeri tetangga. Ada yang menjadi korban tindak asusila, gajinya ditahan, disiksa dan cerita menyedihkan lain. Yang berhasil sebenarnya juga tak sedikit, namun seperti pepatah panas setahun terhapus hujan sehari. Seriba cerita sukses TKI akan mudah terlupa dengan satu kisah memilukan yang dialami seorang TKI.

Aku hanya bisa merenung, mengapa harus ada pemeras seorang manusia yang bekerja keluar negeri untuk sebuah perbaikan ekonomi keluarganya? Atau seberapa nikmat menerima uang dari tangan pejuang keluarga yang harus meninggalkan istri, suami, anaknya, orang tuanya, kekasihnya di kampung? Seorang teman yang dulu, sebelum ada aturan ketat soal TKI mengatakan, ia awalnya bekerja di sebuah kantor PJTKI. Karena terbiasa membantu, lelaki yang tak lulus SMA ini lantas meminta izin bosnya untuk mendirikan cabang PJTKI.

Akhirnya ia memiliki kantor sendiri dan pergi ke Jawa untuk mencari siapa yang bersedia berangkat ke Malaysia. Sekali datang ia bisa membawa 300 calon TKI, laki-laki maupun wanita. Dan ia mengaku, setiap malam bisa menghabiskan sedikitnya Rp1 juta untuk entertain. Itu dari uang usahanya. Bukan hanya itu, ia juga terkadang bisa memuaskan hasrat lelakinya kepada calon TKI wanita yang akan berangkat. tentu saja dengan ancaman yang dirancang agar korban tak mampu mengelak.

Saat aturan dibuat, calon TKI tak bisa dengan mudah keluar masuk Malaysia. TKI yang sudah ada di negara tetangga itu didata dan dipulangkan sebagai TKI bermasalah. Namun masih ada juga yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan itu. Contohnya ya Siti, orang bodoh, orang kampung, yang dengan takut mengiyakan permintaan uang kepada oknum pegawai pemerintah. Sementara sang oknum, yang sekolah, yang tahu aturan, yang mengenakan baju seragam, justru berperilaku buruk.

Post a Comment for "Lagi, Cerita Sedih Pahlawan Devisa"