Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Semuanya Butuh Waktu Cepat

Foto; Adly Bara Hanani
Ada satu nasihat dari teman yang sampai sekarang masih saya ingat. Janganlah ngebut di jalan, bukan soal benar atau salah. Jika sudah terjadi sesuatu, yang benar pun bisa saja mendapatkan kerugian. Bisa kaca mobil pecah, velg sepeda motot membentuk angka delapan, kaki lecet, mata cacat dan sebagainya. Okelah yang tak salah menurut undang-undang dibantu perawatannya oleh pelaku, namun tetap saja ia rugi.

Bukan orang baik sebenarnya teman saya ini. Dulu, lima tahun sebelumnya, ia adalah pembalap liar di sebuah kota di Jawa Tengah, Purbalingga. Ia juga ketua sebuah komunitas motor di kotanya. Cerita ngebut baginya bagaikan menatap garis tangannya, masih cukup jelas. Sesekali, saat ada pengendara sepeda motor melintas dengan kecepatan tinggi (saat ini) ia masih sempat berkomentar andai saja motor kesayangannya dibawa ke Tanjungpinang.

Semua orang cenderung menginginkan waktu yang singkat untuk mencapai tujuannya. Hasilnya, begitu banyak pengguna jalan yang melupakan sejenak nuraninya. Tahu ada larangan melintas, diterobosnya juga. Memang, selalu ada alasan mengapa ia melakukannya. Bisa karena waktunya mendesaklah, jika memutar jauhlah, sudah ditunggu orang lainlah dan lah lah lainnya. Jika sudah demikian, bentakan pengguna jalan lain yang merasa keselamatannya terancam dianggap angin lalu. Malah ada yang masih sempat terkekeh, lucunya malah ganti membentak pakai kata kata dagadu!!! Hahaha.

Di tengah sempitnya jalan, karena satu sisi sudah disesaki kendaraan yang parkir. Masih saja ada yang menggunakannya untuk kepentingannya sendiri. Jika sudah sama-sama emosi, kalimatnya pun meluas ke mana-mana. Saling bersikeras, sampai tak tahu lagi mana yang salah dan benar sebagai pengguna jalan.

Saya tuliskan ini karena selalu setia melintasi Jalan Merdeka, Jalan Gambir, Jalan Pasar Ikan di Tanjungpinang. Kapan kesemrawutan berakhir?

Post a Comment for "Semuanya Butuh Waktu Cepat"