Like Father Like Son
Sungguh, saya tak ingin anak saya seperti saya. Saya tahu, sejak kecil dulu sering mendekap radio hanya untuk menghafalkan lagu-lagu baru. Tangga lagu-lagu selalu saya ikuti. Dan saya tak ingin anak saya seperti saya. Untuknya saya siapkan komputer meja. Meski kami harus berbagi, kadang dia harus menyingkir kalau saya gunakan untuk bekerja, tak apalah. Paling tidak dia tak harus kehilangan lirik lagu yang dihafalnya jika lagunya terlewat. Sekarang ada banyak pemutar lagu, dan anak saya menyukai winamp. Kalau menghafalkan lagu, ia cukup memutar ulang lagu yang tengah disukainya.
Saat kecil, begitu ingin saya menyaksikan sebuah grup band terkenal di panggung. Tetapi apa daya, hanya ada televisi di rumah. Kota kelahiran pun sebuah kota kecil, yang ada hanya dangdutan. Saya tak ingin anak saya seperti saya. Mumpung di kota perantauan begitu sering pesta musik dengan bintang tamu penyanyi atau grup band papan atas, sebisa mungkin saya ajak dia. Sebuah keasyikan tersendiri berhimpitan di antara penonton. Dan anak saya begitu terpesona melihat bagaimana EO mengelola Soundrenalin waktu di Batam. Saya tahu, ketika acara usai anak saya selalu menanyakan begitu8 banyak hal tentang acara tersebut. Alhamdulillah, apa yang diinginkan ayahnya dulu tak harus ia menunggu belasan tahun baru bisa terlaksana.
Ada banyak yang saya tank inginkan anak saya seperti saya. Tetapi ada satu yang inginkan dia seperti saya. Salah satunya saya selalu usahakan dia untuk fokus melakukan sesuatu. Saya katakan jangan diharapkan hasilnya seperti apa. Kalau toh gagal tetapi ia sudah fokus, itu nasib hehe. Saya hanya bercerita kepadanya, tiga tahun lalu ayahnya reporter sebuah koran dengan grup terbesar di Indonesia yang harus membagi waktunya. Siang bekerja, malam bekerja. Cuma, malamnya bekerja di tepi jalan, di sebuah trotoar di depan pusat perbelanjaan.
Jualan stiker. Saya hanya bercerita, terus bercerita sampai akhirnya saya tunjukkan mesin cutting sticker yang ada di rumah. Bahkan beberapa kali anak saya membuat desain sederhana seperti namanya sendiri lalu dicutting. Saya tetap minta dia fokus. Awalnya bahan stiker rusak, tetapi lama-lama dia terbiasa. Lalu, saat dia saya ajak ke kios di tengah kota tempat saya menjalankan bisnis stiker yang alhamdulillah menggurita, anak saya masih bertanya apakah karena saya bekerja malam sehingga bisa memiliki kios stiker yang cukup besar itu. Alhamdulillah, ia mulai fokus.
Dan saya tersenyum saat teman sekolah anak saya bercerita bahwa anak saya menjawab ingin jual stiker ketika ditanya gurunya soal cita-cita. Tentu guru kaget saat teman-temannya menjawab dokter, bupati, polisi, atau yang lain. Saya tidak risau, karena apapun yang dikerjakan fokus akan diikuti hasil yang bagus. Paling tidak saya sudah membuktikannya sendiri.
Saat kecil, begitu ingin saya menyaksikan sebuah grup band terkenal di panggung. Tetapi apa daya, hanya ada televisi di rumah. Kota kelahiran pun sebuah kota kecil, yang ada hanya dangdutan. Saya tak ingin anak saya seperti saya. Mumpung di kota perantauan begitu sering pesta musik dengan bintang tamu penyanyi atau grup band papan atas, sebisa mungkin saya ajak dia. Sebuah keasyikan tersendiri berhimpitan di antara penonton. Dan anak saya begitu terpesona melihat bagaimana EO mengelola Soundrenalin waktu di Batam. Saya tahu, ketika acara usai anak saya selalu menanyakan begitu8 banyak hal tentang acara tersebut. Alhamdulillah, apa yang diinginkan ayahnya dulu tak harus ia menunggu belasan tahun baru bisa terlaksana.
Ada banyak yang saya tank inginkan anak saya seperti saya. Tetapi ada satu yang inginkan dia seperti saya. Salah satunya saya selalu usahakan dia untuk fokus melakukan sesuatu. Saya katakan jangan diharapkan hasilnya seperti apa. Kalau toh gagal tetapi ia sudah fokus, itu nasib hehe. Saya hanya bercerita kepadanya, tiga tahun lalu ayahnya reporter sebuah koran dengan grup terbesar di Indonesia yang harus membagi waktunya. Siang bekerja, malam bekerja. Cuma, malamnya bekerja di tepi jalan, di sebuah trotoar di depan pusat perbelanjaan.
Jualan stiker. Saya hanya bercerita, terus bercerita sampai akhirnya saya tunjukkan mesin cutting sticker yang ada di rumah. Bahkan beberapa kali anak saya membuat desain sederhana seperti namanya sendiri lalu dicutting. Saya tetap minta dia fokus. Awalnya bahan stiker rusak, tetapi lama-lama dia terbiasa. Lalu, saat dia saya ajak ke kios di tengah kota tempat saya menjalankan bisnis stiker yang alhamdulillah menggurita, anak saya masih bertanya apakah karena saya bekerja malam sehingga bisa memiliki kios stiker yang cukup besar itu. Alhamdulillah, ia mulai fokus.
Dan saya tersenyum saat teman sekolah anak saya bercerita bahwa anak saya menjawab ingin jual stiker ketika ditanya gurunya soal cita-cita. Tentu guru kaget saat teman-temannya menjawab dokter, bupati, polisi, atau yang lain. Saya tidak risau, karena apapun yang dikerjakan fokus akan diikuti hasil yang bagus. Paling tidak saya sudah membuktikannya sendiri.
Post a Comment for "Like Father Like Son"