Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tepi Laut

Tanjungpinang adalah Tepi Laut. Menikmati beberapa kilometer jalan raya yang berbatasan langsung dengan bibir laut menumbuhkan kenyamanan tersendiri, juga kenangan di waktu yang akan datang. Gelombang pecah di tumpukan batu-batu pemecah yang ditumpuk di sepanjang pantai, membantu menahan beton pembatan biar tak tergerus. Tak usah menjerit, ketika tiba-tiba air laut yang menabrak batu pemecah muncrat menyiprati pakaian.
Setiap sore, setiap malam, Tepi Laut selalu hidup. Oleh Pemkot Tanjungpinang, Tepi Laut sengaja dibebaskan untuk pedagang kaki lima berjualan dari sore hingga dini hari. Meski trotoar tak menyisakan tempat lagi untuk pejalan kaki, tak mengurangi cantiknya kota ini. Memasuki pintu masuk Tepi Laut, Anjung Cahaya di sebalah kiri jalan menyapa kita, lengkap dengan belasan kios cenderamata khas Kota Gurindam ini. Sekadar catatan: di sinilah Raja Ali Haji, penulis Gurindam 12 yang tersohor itu lahir.

pencari udang kala senja datang.

bocah-bocah menikmati percakapan dengan air

lengang menyambut malam

di bawah terang lampu, ratusan jajanan menggoda lidah setiap pelintas jalan.
 Penjual udang hidup berjejer dengan barang dagangan digantung di ujung tongkat yang dipasang melengkung. Sejak dari pintu masuk hingga ujung jalan, tepatnya di pintu masuk Pelabuhan Sri Bintanpura, begitu banyak yang bisa dirasakan, dicium, dinikmati. Beton pembatas di bibir pantai seolah tonggak manusia karena di atasnya muda-mudi, berbaur dengan warga dari berbagai generasi umur duduk menikmati kerlip lampu yang dipancarkan dari rumah warga Pulau Penyengat.

Saat laut surut, beberapa pedagang kaki lima sengaja menata kursi dan meja jualannya di atas batu-batu pemecah ombak. Malam yang dingin, digoda angin laut nan nakal, pesanan secangkir kopi tubruk atau jenis lainnya, ditemani jagung atau roti bakar dan cerita cinta, Tanjungpinang tak akan terlupa.

Setelah melewati Anjung Cahaya, di sebelah kanan jalan adalah beragam masakan Melayu. Ya, selamat datang di Melayu Square. Menu tradisional ini disandingkan dengan menu modern lain di lokasi ini, karena sebuah pusat hiburan juga buka setiap malam. Suara orang berkaroke, suara live music dari kafe lain, suara terompet penjual mainan, suara ombak yang memecah, dan malam itu suara para penyair yang menggelar acara di halaman Anjung Cahaya memeriahkan suasana.

Di tengah perjalanan, sempatkan diri untuk melihat ikon kota ini, patung gonggong yang berdiri persis di tepi pantai. Hewan laut ini memang hanya bisa ditemukan di Batam atau Tanjungpinang. Di seberang jalan, sebuah monumen belasan meter seakan menaungi pasangan cinta yang tengah memadu kasih di bawahnya. Ada tiga tingkat menikmati pemandangan ini. Persis di tepi laut, di jalur jalan searah dan di Bukit Gurindam. Sebuah kota yang eksotis begitu kita melewati Tepi Laut, Kota Tanjungpinang.

Post a Comment for "Tepi Laut"