Yang Kudapat Hari Ini
Keluar rumah pagi, jalanan masih basah oleh hujan semalam. Kutelanjangi sudut-sudut perjalananku, siapa tahu ketemu sesuatu yang bisa didiskusikan bersama teman-teman sekantor sebagai bahan liputan.
Seorang supir metrotrans tampak cemberut ketika menghentikan kendaraanya di bawah pohon rindang di pinggir jalan. Teduh di bawahnya, juga udara yang masih cukup segar tak mampu menghapus mimik mukanya yang tak biasa. Tak ada yang menarik, kalau saja aku berhenti dan bertanya mengapa ia cemberut bisa-bisa cemberutnya bertambah hebat. Mungkin dari rumah ia sudah dicemberuti istrinya lalu balas dendam ganti cemberut di balik kemudi metrotrans.
Melewati sebuah kedai kopi, beberapa pegawai negeri asyik berbincang. Kulirik jarum jam di pergelangan tanganku, seharusnya mereka sudah bersiaga melayani masyarakat. Masih tak menarik, entah sudah berapa kali coba disindir di media, masih saja seperti itu. Aku berpikir positif saja, mungkin secangkir kopi di pagi hari sangat diperlukan untuk tetap terjaga ketika harus melayani masyarakat. Biarlah, daripada tanpa kopi malah tertidur di meja kerja. Soal obrolan? Paling tentang Merapi atau Mentawai yang belakangan ini memang rajin mengunjungi masyarakat Indonesia lewat media massa.
Aku berlalu...
Melintasi Tepi Laut, pecahan ombak lautan yang tengah pasang dengan pongah menabrak beton pembatas, mencipratkan air ke trotoar. Pasti terjadi setiap kali laut pasang. Pun tak bisa kutanya hanya untuk mendapatkan satu kata jawaban. Bicara dengan ombak? Ah, maaf... nanti aku dikira kurang waras atau baru sembuh dari tidak waras.
Kubuka mataku lebar-lebar di perjalanan selanjutnya, siapa tahu ada keseharian yang terlupakan. Pasar, gedung olah raga, bank, deretan toko, pejalan kaki, penjual, pembeli dan lain lain. Hari ini tak ada yang menarik.
Sejenak kulepaskan lelah di pesimpangan jalan. Berpikir, apa ada ide lain? Kupandangi ujung sepatu kulit yang dibelikan temanku sebagai hadiah, kupandangi celana jinsku yang sudah seharusnya dicuci dua hari lewat, kulihat kulit jemari tangan juga lenganku yang warnanya semakin tua karena sering berlari-lari di panasnya terik saat mencari berita.
Akhirnya ada yang kudapat hari ini. Ya, mataku masih diberi-Nya kesempatan untuk menatap bagian-bagian tubuhku sendiri. Tulang-tulangku masih mampu kugerakkan. Kutunggu suara azan terdengar dari masjid agung yang ada di seberang jalan. Akan kukabarkan apa yang kudapat kepada-Nya, mengucapkan terima kasih tak terhingga.
Seorang supir metrotrans tampak cemberut ketika menghentikan kendaraanya di bawah pohon rindang di pinggir jalan. Teduh di bawahnya, juga udara yang masih cukup segar tak mampu menghapus mimik mukanya yang tak biasa. Tak ada yang menarik, kalau saja aku berhenti dan bertanya mengapa ia cemberut bisa-bisa cemberutnya bertambah hebat. Mungkin dari rumah ia sudah dicemberuti istrinya lalu balas dendam ganti cemberut di balik kemudi metrotrans.
Melewati sebuah kedai kopi, beberapa pegawai negeri asyik berbincang. Kulirik jarum jam di pergelangan tanganku, seharusnya mereka sudah bersiaga melayani masyarakat. Masih tak menarik, entah sudah berapa kali coba disindir di media, masih saja seperti itu. Aku berpikir positif saja, mungkin secangkir kopi di pagi hari sangat diperlukan untuk tetap terjaga ketika harus melayani masyarakat. Biarlah, daripada tanpa kopi malah tertidur di meja kerja. Soal obrolan? Paling tentang Merapi atau Mentawai yang belakangan ini memang rajin mengunjungi masyarakat Indonesia lewat media massa.
Aku berlalu...
Melintasi Tepi Laut, pecahan ombak lautan yang tengah pasang dengan pongah menabrak beton pembatas, mencipratkan air ke trotoar. Pasti terjadi setiap kali laut pasang. Pun tak bisa kutanya hanya untuk mendapatkan satu kata jawaban. Bicara dengan ombak? Ah, maaf... nanti aku dikira kurang waras atau baru sembuh dari tidak waras.
Kubuka mataku lebar-lebar di perjalanan selanjutnya, siapa tahu ada keseharian yang terlupakan. Pasar, gedung olah raga, bank, deretan toko, pejalan kaki, penjual, pembeli dan lain lain. Hari ini tak ada yang menarik.
Sejenak kulepaskan lelah di pesimpangan jalan. Berpikir, apa ada ide lain? Kupandangi ujung sepatu kulit yang dibelikan temanku sebagai hadiah, kupandangi celana jinsku yang sudah seharusnya dicuci dua hari lewat, kulihat kulit jemari tangan juga lenganku yang warnanya semakin tua karena sering berlari-lari di panasnya terik saat mencari berita.
Akhirnya ada yang kudapat hari ini. Ya, mataku masih diberi-Nya kesempatan untuk menatap bagian-bagian tubuhku sendiri. Tulang-tulangku masih mampu kugerakkan. Kutunggu suara azan terdengar dari masjid agung yang ada di seberang jalan. Akan kukabarkan apa yang kudapat kepada-Nya, mengucapkan terima kasih tak terhingga.
Post a Comment for "Yang Kudapat Hari Ini"