Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Terpendam dari Lorong Sepatu (6)

Karena Sepatu Bukan Mesin Ketik

Zaman terus berganti, hari-hari berlalu, berputar meninggalkan masa lalu. Perputaran ini menyebabkan terjadinya sejarah. Namun tukang sol sepatu di Lorong Sepatu tak gentar menghadapi perubahan demi perubahan. Mereka masih enjoy menikmati pekerjaannya, tak pernah takut suatu saat jasanya tinggal kenangan.

Karena sepatu bukanlah mesin ketik, atau peralatan lain yang terus mengalami perubahan, bahkan secara instan. Para ahli sejarah memperkirakan bahwa sepatu pertama kali dibuat pada zaman Es atau sekitar 5 juta tahun lalu. Sepatu itu dibuat dari kulit hewan. Sepatu primitif (kuno) dalam jumlah besar pernah ditemukan di pedalaman Missouri, Amerika Serikat (AS). Diperkirakan sepatu itu berasal dari 8000 Sebelum Masehi (SM). Sepatu lainnya juga pernah ditemukan di pegunungan Prancis dan kemungkinan berasal dari 3300 SM.

Seiring bertambahnya waktu, manusia terus menyempurnakan bentuk sepatu. Tentunya, hal itu dimaksudkan untuk lebih memberikan kenyamanan bagi para pemakainya.Tahun 1800 sepatu beralaskan sol karet pertama dibuat dan dinamakan plimsolls. 1892 Goodyear dan perusahaan sepatu karet dari US Rubber Company, memulai memproduksi sepatu karet dan kanvas yang diberi nama Keds. 1908 Marquis M. Converse mendirikan perusahaan sepatu Converse. Pada 1920 Adi Dassler, pendiri Adidas, mulai memproduksi sepatu olahraga buatan tangan di kamar mandi ibunya. Ia membuat sepatu tanpa bantuan alat-alat listrik. Tahun 1948 Puma Schuhfabrik Rudolf Dassler didirikan. Sepatu sepak bola pertama Puma digunakan oleh tim sepak bola Jerman Barat. Kemudian 1962 Phil Knight dan Bill Bowerman meluncurkan sepatu atletik berteknologi tinggi (pada masa itu) dengan nama Blue Ribbon Sports (BRS). Seiring dengan desain dan teknologinya yang baru, pada tahun 1968, nama mereka diganti menjadi Nike. 1970 Platform shoes dengan tumit setinggi 2-5 inci atau 5—12 sentimeter menjadi incaran pria dan wanita. Era 70-an juga merupakan awal kepopuleran sepatu model bakiak.

1995 Museum Sepatu Bata di Toronto, Kanada, resmi dibuka pada bulan Mei. 1998-2001 Sepatu lars menjadi salah satu sepatu yang populer di Indonesia. 2006-sekarang Model wedges shoes (berbentuk irisan) merupakan model yang populer di kalangan kaum perempuan. Di samping itu, sepatu-sepatu yang menawarkan kenyamanan bagi para pemakainya mulai menjadi pilihan banyak orang.

Melihat sejarah tadi, kayaknya sepatu dari dulu ya seperti itu. Baik yang mahal atau murahan, yang membadakan tentu bahan dan harganya. Ini menguntungkan bagi tukang sol sepatu. Lihatlah Suheri, yang bangga meneruskan keahlian ayahnya, Suratman yang telah meninggal. Kini, Eri menempati lapak bekas ayahnya. Ketika mulai diajari menjahit dan memperbaiki sepatu, nyatanya ketrampilan ini tak ketinggalan zaman. Berbagai bentuk sepatu tetap bisa diperbaiki dengan cara diganti alas karetnya, dilem dan bentuk perbaikan lainnya.

Pak Jhon, Subarman, Eri dan penghuni Lorong Sepatu lain bersyukur sepatu bukanlah mesin ketik. Karena dianggap kurang praktis, akhirnya manusia menciptakan perangkat canggih namanya komputer. Dulu, perangkat ini gedenya minta ampun. Lama-lama disempurnakan, jadilah PC. Kini, ada lagi laptop, netbook dan sebagainya. Tukang servis mesin ketik belum tentu bisa memperbaiki komputer karena elemennya sudah sangat jauh berbeda. Beda dengan sepatu, sampai kini ada sepatu yang tetap mempertahankan tali. Kadang sepatu masih bagus, cuma ingin dijahit alasnya biar lebih kuat.

"Rezeki tukang sol sepatu tak akan pernah mati. Saya rela meninggalkan pekerjaan lama sebagai supir dan beralih ke tukang sol karena yakin. Alhamdulillah hasilnya memang lebih enak di sini," tutur Indra yang baru empat tahunan menjadi tukang sol sepatu.Ya, selama manusia masih bersepatu, sepanjang itu juga akan terdengar teriakan sol sepatu di perumahan-perumahan, selama itu pula Lorong Sepatu akan terus bernafas.(habis)

Post a Comment for "Kisah Terpendam dari Lorong Sepatu (6)"