Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Terpendam dari Lorong Sepatu (1)

Tukang Sol Pencatat Sejarah

Dari balik topinya, Subarman tampak menunduk. Tangan kanannya memegang pisau, satu tangan lain menahan sepatu yang alasnya sudah rusak. Dua perempuan berkerudung, berpakaian PNS, baru saja kembali ke hadapan lelaki yang mengaku berasal dari Jakarta, setelah sekitar 20 menit menitipkan sepatunya untuk diperbaiki.

Subarman hanya satu dari 10 tukang sol sepatu yang masih aktif di Lorong Sepatu, Jalan Merdeka, Tanjungpinang. Jangan cari di peta kota, karena nama Lorong Sepatu tak akan pernah ditemukan. Menurut keterangan tukang sol sepatu, awal-awalnya warga masih setia menyebut lorong ini dengan Lorong Merdeka IV. Namun, sekitar tahun 60-an, ketika tempat ini tiba-tiba saja menjadi pusat bertemunya para tukang sol sepatu setelah berkeliling, orang mulai menyebutnya Lorong Sepatu.

Jika Lorong Sepatu ini diibaratkan sebuah sekolah, entah sudah berapa alumnusnya. Ada yang sudah meninggal tanpa sempat menitipkan keahliannya kepada ahli warisnya, ada yang mati-matian membujuk anak lelakinya untuk meneruskan usaha sang ayah tetapi hanya dijawab dengan kata sori yah, ada juga yang tak punya anak sehingga tetap bertahan memperbaiki sepatu warga dengan modal mata tua.

Begitulah Lorong Sepatu terbentuk. Meski dikenal hanya dari mulut ke mulut, popularitasnya tak kalah tenar dengan jalan protokol lain. Bedanya, tempat ini hanya berbentuk gang kecil, lebar jalannya tak lebih dari tiga meter, dengan panjang tak lebih juga dari 10 meter. Berdirinya Lorong Sepatu bukan berarti tahun itu juga mulai ada tukang sol sepatu di Tanjungpinang. Melebihi umur Lorong Sepatu, tukang sol sepatu sudah mulai ada sebelum tahun 50-an. Saya sendiri juga kurang tahu, apakah pada zaman itu yang banyak diperbaiki adalah sepatu tentara atau yang lain, karena masih zaman baru-baru merdeka. Tentu belum ada Kantor Wali Kota, Kantor Gubernur Kepri, Kantor Bupati Bintan dan instansi lain yang sejumlah pegawainya kini menjadi langganan tukang sol sepatu di Lorong Sepatu.

"Tahun 50-an tukang sol sepatu keliling, penduduk Tanjungpinang masih jarang. Dari pagi hingga jam 13.00-an mencari rezeki di jalanan, setelah itu istirahat di lorong ini," ungkap Pak John, yang sudah 40 tahun menghuni Lorong Sepatu. Ada yang lucu dari lelaki kelahiran Bukit Tinggi ini. Karena seringnya terlihat memperbaiki sepatu, namanya pun tak cuma satu. Macam-macam orang menyebut namanya, toh ia cuek saja asalkan mereka tak salah sebut profesinya. Jika tulang sol sepatu lantas diceritakan dari mulut ke mulut sebagai tukang ojek misalnya, itu yang mungkin menjadi masalah.

Menurut keterangan Adi, seorang pedagang batik di pasar Jalan Merdeka, Lorong Sepatu memang terbentuk karena ada komunitas tukang sol sepatu di ujung lorong. Bahkan, saking populernya, pemilik kios sewa yang letaknya di belakang lorong ini akan lebih mudah menjelaskan kepada pelanggan barunya bagaimana menemukan kiosnya dengan mudah. "Masuk saja dari Lorong Sepatu, terus saja nanti ketemu," begitu kata Adi.(bersambung)

1 comment for "Cerita Terpendam dari Lorong Sepatu (1)"

  1. Lorong Sepatu, kira-kira patokan sebelah mana... di depannya itu ada toko pa

    ReplyDelete