Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

seharusnya aku menyukuri

Siapa tak punya masa lalu? Ada yang jatuh karena masa lalu, karena masa lalu dianggap sebagai sebuah ganjalan yang selalu menghantui langkah ke depan. Ada yang sukses karena pandai memenej masa lalu dan menjadikannya tonggak untuk mengawali sebuah langkah sukes. Dan ini cerita tentang masa lalu...

Waktu melihat gadis yang disukainya melintas, ia mendengar canda tawa teman-teman sekelasnya. Seperti hari kemarin, gadis teman SMA-nya itu tak menoleh, hanya mengatupkan bibirnya sambil berjalan berjingkat dengan santainya. Begitulah, begitu sering ia mendengar teman-temannya sesama cowok membicarakan sang gadis. Dan dia ikut nimbrung meski sangat jarang ikut berkomentar.

Cerita ini mengalir dari bibir seseorang karena ternyata dia gagal mendapatkan gadis teman sekolahnya itu. Bodohnya dia, hanya bisa memendam perasaan dari kelas satu sampai kelas tiga. Hingga suatu malam keberanian itu muncul juga. Entah kekuatan dari mana, menjelang isya dia mengendarai motor sendirian. Satu tempat yang ditujunya, rumah gadis teman sekolahnya. Tak ada ragu ia melangkah, usai memarkir motor di depan halaman sebuah rumah.

Dia memberikan surat. Surat cinta. Tak bertelanjang dada karena dibungkusnya dengan sebuah majalah remaja. Siapa yang tak terkejut malam-malam menerima surat dari seseorang yang jujur belum pernah bertegur sapa apalagi akrab. Toh untuk menghargai, atau mungkin memang sifat si gadis demikian, ia menerima surat itu. Terlalu singkat malam itu, tak ada kalimat lain yang dicoba untuk menghangatkan suasana. Memberikan surat pasti menginginkan balasannya, pun demikian dengan si cowok. Sayangnya bukan balasan surat, melainkan pengakuan diri: maaf, aku tak bisa menerimamu.

Jawaban itu sudah terlalu jelas, tak cukup panjang untuk pusing mengartikannya. Padahal pagi itu dia memiliki rencana untuk mengajak gadis pujaan hatinya pergi usai sekolah. Kecewa pasti, tetapi atas nama apa kecewa? Lha wong cinta itu sederhana kok sebenarnya, jalani saja maka akan didapatkan maknanya. Kalau cinta kok dibawa ke kanan, kiri, atas, bawah atau diputar-putar seperti rollercoaster, sampai bawah ya pusing. Tanda berputar-putar di atas kepala serasa bunga atau malah kepala drakula.

Berhari-hari ia memikirkan cintanya. Entah berapa lembar buku pelajarannya tercantum nama sang gadis pujaan jiwa. Bukannya ia tak tahu jika cinta tak diterima bisa putus asa, kecewa, lalu nekat gantung diri pakai celana. Ia patah hati, meninggalkan kewajibannya sebagai umat bertuhan sekian hari hanya untuk protes. Hahaha, protes kok sama Tuhan. Memangnya Tuhan yang memintanya membuat surat cinta malam itu?

Hingga suatu senja, menjelang mahgrib ia ingin sekali bagamana merasakan cinta sesungguhnya. Di lapangan belakang sekolahnya, ia berniat dalam hati, hanya ingin memiliki satu cinta. Untuk itu, ia akan mencari kesempatan apa saja asalkan bisa mendapatkan cintanya. Hingga kota memisahkan mereka, dia tak bisa melupakannya. bahkan semakin melekat di dada. Satu kegiatan utamanya, malam-malam bersimpuh di atas sajadah. Ia berdoa, meminta, memohon, meratap, menangis.... jika Engkau anggap apa yang ada dalam hatiku sebuah kebaikan, maka kirimkan doaku kepadanya. Jika Engkau anggap apa yang kupendam sebuah kesalahan, mohon hilangkan.

Bermalam-malam, berminggu-minggu, bertahun-tahun, ternyata gadis teman SMA-nya tak mau hilang dari ingatan. Ia ingat doanya, andai rasa yang dimilikinya adalah sebuah keburukan di mata Tuhannya, pasti paras teman sekolahnya itu lambat laun akan memudar. Bisa berganti dengan wajah teman kuliahnya atau tak ada bayangan siapa-siapa karena memang tak ingin menemukan yang lain. Ada satu pelajaran menarik yang lupa saat masa kuliah. Dia berhasil mendapatkan alamat teman sekolahnya itu dan mengiriminya surat. Balasan itu sungguh indah baginya. Sayang, ia tak menyadari saat itu adalah sebuah kesempatan. Justru di kesempatannya setelah sekian lama mendamba, ia justru berpikir sebaliknya. Ia terlalu percaya diri dengan  suara hatinya: ah, aku yakin dia tak lagi seperti SMA. Dia pasti sudah menemukan seseorang di kampusnya. Begitulah cinta...

Hanya untuk menghindari bertemu dengan gadis teman sekolahnya, usai kuliah dia memilih sebuah kota yang terpisah laut dan gunung. Ia tak bisa membayangkan, andai ia tetap memilih mencari kerja di pulau yang sama, lalu suatu ketika berjumpa dengan gadis teman SMA-nya berjalan bersama seseorang. Ah.... apa yang harus dilakukannya? Cuma hatinya yang tahu tujuan kepergiannya. Kepada diri sendiri, ia meminta restu untuk menjaga perasaan itu hingga ia mampu menjaganya.

Ia percaya, gadis teman sekolahnya menemani langkahnya di tanah seberang. Dan ia berhasil meraih sebagian mimpinya di sana. Ia mencari cintanya, mencari dan mencari. Sementara saat ia mencari, saat melintasi sebuah lorong di ujung sana dilihatnya dua remaja tengah beradu mata mesra. Ah, bukan dia. Lalu ia memasuki relung laut, berenang hingga ke laguna, dan dilihatnya seorang gadis tengah berdiam diri. Ketika ia ingin mendekat, rupanya sang gadis tengah bermain petak air, karena tiba-tiba seorang lelaki muncul dari tenagnya air, di sampingnya. Ah, bukan dia....

Dia terus mencari cintanya. Hingga suatu ketika ia berhasil mendapatkan kontaknya. Ya sudah, apa yang selama sekian lama terkubur dalam dada meluap semua. Berharap keingiannya sesuai rencana, ia mencari sesuatu yang terbaik untuk rencananya itu. Kasih sayang yang apa adanya. Malam yang hening dia merenung, pencariannya sekian lama hanya menemukan orang lain di sampingnya. Setiap dia mencari, ketemu orang lain. Lalu ia bergumam: andai aku menyukuri, bukan mencari, aku sudah bisa memilikinya sejak dulu. Sejak pertama kali berjumpa di kelas satu SMA. Dengan menyukuri, teman sekolahnya mau membalas cintanya atau tidak tak menjadi persoalan karena ia hanya butuh kalimat: terima kasih ya Tuhan, Engkau izinkan aku bersyukur atas sesosok paras yang akan aku jaga selamanya meski pemiliknya sendiri tak pernah mengatahuinya.

Post a Comment for "seharusnya aku menyukuri"