Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ketika film menjadi guru terbaik

Think n make decision!
bukankah kejujuran yang menyakitkan lebih baik
daripada berkamuflase membohongi perasaan sendiri?

Aku menemukan kalimat ini dari sebuah blog yang mengulas tentang film berjudul He's Just Not That Into You. Bukan filmnya yang katanya bagus buat orang yang kebetulan memiliki kisah seperti cerita dalam film ini. Lebih dari itu adalah seorang teman lama yang tak pernah sama sekali komunikasi. Belasan tahun bahkan, aku melihat dia terakhir kali ya saat terakhir sekolah di SMA. Dan dia punya cerita nyata.

Menurutku dia memiliki pesona tersendiri, memiliki gaya tersendiri, dan lumayan pandai. Paling tidak jalur perguruan tinggi tanpa tes yang ditawarkan kepadanya menjadi salah satu buktinya. Setahun belakangan, saat facebook ramai menjadi teman yang menyenangkan bagi begitu banyak manusia, aku dan dia ketemu. Undanganku untuk menjadi teman dikonfirmasi. Satu kalimat awal yang kutuliskan di wallnya: kok gemuk sekarang, atau sedang hamil, ya?

Rupanya sapaanku tadi tak berkenan baginya, dan tak perlu menunggu 1x 24 jam tulisanku itu menghilang dari wallnya. Lihat dulu dong info tentang diriku baru ngasih komentar, pesan dia selanjutnya. Aku jadi merasa bersalah sendiri. Rupanya dia sedikit terganggu dengan komentarku, karena hingga ia menuliskan jawaban untuk komentarku masih sendiri. Belum berkeluarga. Aku juga sebenarnya bukan berbasa-basi, jujur bertanya apa adanya. Dalam pikiran, temanku sudah memiliki apa yang ingin dimilikinya, keluarga, kebahagiaan dan lainnya.

Obrolan demi obrolan akhirnya mengeluarkan begitu banyak cerita pahit tentang dirinya. Selama bekerja di ibu kota, ia telah menjalin hubungan (baca melakuka pendekatan) dengan sedikitnya empat pria. Dunia maya menjadi ajang perkenalan. Sebuah cara yang lazim digunakan oleh mereka yang menyukai dunia perkenalan lewat internet. Jangan heran jika program jejaring sosial atau chating terpasang di ponselnya. Pokoknya, tak ketemu untuk alasan yang masuk akal bisa dimaklumi, kan masih ada pesan online yang bisa dijadikan sarana untuk komunikasi. Anehnya, lelaki pertama hingga keempat tak ada yang bertahan hingga ke sebuah ikatan yang benar-benar bisa dikatakan sebagai hubungan serius. Bagiku wajar sang teman mencari kenalan demikian, karena ia pasti butuh teman. Yah untuk sharing, ngobrol, nonton film atau sekadar jalan-jalan untuk mengurangi kepenatan kerja.

Kalau dikatakan Tuhan tengah mengujinya, mungkin ia memang dipersiapkan oleh-Nya untuk menjadi wanita teruji dalam hidupnya. Pengakuannya kepadaku, setiap kali dekat dengan pria ia jujur mengatakan tak sedang main-main. Ia ingin serius. Ada yang meninggalkannya lantaran tak bisa meninggalkan istrinya, dan saat hubungan pendekatan berlangsung si pria memiliki anak lagi. Bahkan anaknya dinamakan sama seperti nama teman lamaku tadi. Mungkin kamu yang kebetulan sedang membaca blog ini bisa merasakan luka hati temanku ini. Saat tahu teman kerjanya bermasalah dengan istrinya, temanku mencoba menjadi orang yang dijadikan curhat. Sebagai teman kerja, tentu wajar saja. Dan ketika si pria teman kerjanya mengatakan hubungan dengan sang istri semakin renggang lalu ia mengutarakan perasaannya kepada temanku, akhirnya terciptalah hubungan backstreet untuk menghindari gunjingan orang. Tetapi jalan ini toh dilakukan temanku karena ia memang sangat membutuhkan kehadiran seseorang dalam hidupnya. Apa daya, suatu hari si pria mengatakan karena permintaan orangtuanya ia tak bisa melepaskan sang istri. Dengan pria kedua demikian, ketiga tak jauh beda. Salah satu dari mereka justru lost contact untuk waktu yang lumayan lama dan jawaban itu didapatkan temanku ketika datang undangan pernikahan.

Seingatku, teman lamaku ini baik orangnya. Namun agak kaget juga aku ketika ia mengatakan, andai hari pernikahan pria yang meninggalkannya dengan wanita pujaannya itu berlangsung pada saat ia sedang libur kerja, ia akan datang. Temanku masih seorang manusia yang memiliki hati dan sakit. Ingin sekali rasanya ia datang dan membisikkan kalimat : selamat, kamu telah salah memilih calon suami, ke telinga mempelai wanita. Kok bisa ingin melakukan hal yang seharusnya tak dilakukan kepada orang yang sama sekali tak terlibat dalam urusan hati, aku hanya berpikir mau apalagi, memang kadang cinta membuat hal-hal demikian, kok. Pikirku, kalau temanku datang ke pesta pernikahan itu ia akan mendatangi mempelai pria yang tak lain orang yang sudah meninggalkannya secara diam-diam dengan selalu diam tak menjawab meski email, telepon selalu dicoba temanku. Terus kalau andaikata datang ke mempelai pria, apa yang akan dilakukan temanku, ya? Entahlah... aku tak berani menebak.

Jujur, temanku mengatakan merasakan pedih. Ia sudah mencoba memberikan yang terbaik untuk menjaga hubungan, ternyata harus berakhir seperti itu. Pada hubungan dengan pria keempat, teman lamaku ingin mendapatkan kepastian tentang hubungan itu. Ia mendukung penuh langkah yang diambil pria tadi, termasuk saat keluar dari pekerjaan lamanya dan mencari pekerjaan baru. Teman lamaku tahu, sebuah hubungan memang dibutuhkan pengorbanan. Dengan pria keempat ini berjalan kurang lebih setahun. Waktu yang lumayan lama sebenarnya untuk mendapatkan pengakuan dari pria kalau hanya untuk mengatakan: aku cinta kepadamu. Dan saat kalimat itu tak juga keluar dari bibir pria keempat, ia tetap menunggu.


Too long to find someone
Kehilangan komunikasi agaknya menjadi hantu yang sangat menakutkan bagi teman lamaku tadi. Dan saat pria keempat juga belakangan agak susah ditemui dan dihubungi, suatu hari temanku membeli DVD sebuah film percntaan berjudul He's Just Not That Into You, gampangnya film ini ingin menyampaikan pesan: si pria gak suka sama si wanita. Buktinya ia tak menelepon balik, email yang dikirimkan penuh pertanyaan juga tak ditanggapi. Aneh memang, menurut teman lamaku tadi meski menjalin hubungan dengan pria satu kota, tak ubahnya hubungan jarak jauh. Begitu inginnya jalan-jalan, begitu inginnya nonton di bioskop lebih banyak kerinduan semata ketimbang nyata. Dengan salah satu pria yang diharapkan bisa mengakhiri kesendiriannya, teman lamaku bahkan sedikit memaksa untuk nonton film bareng. Tahu pria itu sedang tak kerja, teman lamaku yang membeli tiket untuk acara nonton bareng itu. Tentu saja temanku tak cerita bagaimana suasana nonton film berdua itu. Atau apa yang dilakukan di gedung bioskop. Ah itu urusan mereka... Dan hari ulang tahun pernah menjadi momen yang mungkin tak terpikirkan oleh orang lain, temanku menghadiahi dirinya sendiri dengan barang yang dibelinya sendiri. Cerita lain, tahun baru yang dijanjikan akan dilewati berdua akhirnya gagal karena teman prianya benar-benar tak datang. Bukannya tanpa upaya untuk mewujudkan menikmati tahun baru bersama, sore harinya teman lamaku mencoba menghubungi ponsel teman prianya, tak diangkat. Dicobanya menelepon kantor teman prianya, ternyata yang dicari sudah pergi sejak sore... Tak berhenti, teman lamaku mengirimkan email yang isinya penuh pertanyaan: mengapa oh mengapa?

Jadi intinya adalah soal bagaimana cara membedakan pria yang serius tentang hubugannya dengan seorang wanita atau cuma main-main. Sebelum difilmkan, bukunya lebih dulu edar yang ditulis oleh Greg Behrendt & Liz Tuccillo, yang juga penulis sekaligus konsultan dari Sex and the City. Memahami empat pria yang semuanya mengakhiri hubungan dengan konsep balada membuat teman lamaku menyimpan sebuah pertanyaan: cintakah dia padaku? Hingga di akhir film, teman lamaku memahami dan mendapatkan petunjuk cara mengetahui kapan pria ingin menjalin hubungan yang serius. Dengan begitu, ia berpikir tidak perlu membuang-buang waktu untuk mencari-cari dalih atas hubungan yang tidak jelas.


Dari film ini, secara tersirat ditemukan indikasi seorang pria tidak serius menjalin hubungan dengan wanita jika ia tidak mengajak wanita keluar, ia terlalu sibuk untuk menjawab panggilan telepon dari wanita, ia berselingkuh, dan terakhir tidak mau menikahi wanita. Keempat alasan tadi dirasakan teman lamaku, apakah pria yang sedang menjalin hubungan dengannya memiliki alasan-alasan tadi sehingga setahun perjalanan tak pernah terlontar kata atau pengakuan cinta. Dan temanku menunggu kalimat itu diucapkan, eh tak juga didengarnya.

Saat ia yakin bahwa pria yang dihadapinya memang tak sungguh-sungguh, ia memutuskan untuk mengakhiri. Jika sebelumnya ia yang harus menerima keputusan diakhiri, yang terakhir teman lamaku yang memutuskan untuk mengakhiri. Ia tak peduli meski ada teman dekat pria keempat mencoba memberitahukan kepada teman lamaku bahwa si pria masih cinta, teman lamaku menjawab ia tak peduli lagi. Ia yakin mengambil keputusan yang tepat.


Saat ini temanku mengatakan: film itu telah membuatku berani mengambil keputusan yang aku rasa tepat. Aku sekarang merasakan hidup yang lebih menyenangkan ketimbang menghabiskan waktu dengan seseorang yang tak pernah memahami perasaan wanita di saat aku memberikan perhatian penuh kepadanya. Nah, mungkin ada yang belum nonton film ini dan butuh pedoman bagaimana memahami pria yang tengah dekat di hati?

Sebagai gambaran saja, saat pertama-tama bertemu di dunia maya, aku tahu temanku begitu suka mendengarkan lagunya Agnes Monica - Teruskanlah dan Dewi Sandra - Kapan Lagi Bilang I Love You. Dengar sedihnya saja bikin merinding.... Toh aku rasa wajar saja, apalagi bukan hanya dengan satu pria temanku gagal membina hubungan. Jeritan hatinya mungkin tak beda dengan lirik soundtrack film
He's Just Not That Into You yang telah memberinya isnpirasi untuk mengambil sebuah keputusan. Coba simak penggalan lirik lagu Human League - Don't You Want Me Baby (Don’t, don’t you want me?
You know I can’t believe it when I hear that you won’t see me
Don’t, don’t you want me?
You know I don’t believe you when you say that you don’t need me
It’s much too late to find
You think you’ve changed your mind
You’d better change it back or we will both be sorry)

atau penggalan lirik lagu Keane - Somwhere Only We Know (I'm getting old and I need something to rely on
So tell me when you're gonna let me in
I'm getting tired and I need somewhere to begin).

Aku sempat meragukan teman lamaku, jika sampai empat pria yang pernah dekat dan semuanya berakhir tanpa ketidakjelasan hubungan, sebenarnya siapa yang memulai atai menjadi penyebabnya? Jangan-jangan temanku. Tahu jawaban teman lamaku atas pertanyaanku ini? Jangan menduga-duga kalau kamu tak tahu ceritanya, aku sudah berubah, bukan lagi seperti teman SMAmu tetapi gadis dewasa sejak bekerja di ibu kota, begitu jawaban sahabat lamaku.

Satu yang ingin aku katakan di sini, segala sesuatu di sekitar kita bisa dijadikan pedoman dalam sisi-sisi kehidupan ini. Tergantung dari sudut pandang mana. Seperti teman lamaku ini, mendapatkan kekuatan untuk mengakhiri kebodohan dari sebuah film.

Post a Comment for "ketika film menjadi guru terbaik"