Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

menunggu pagi

Alhamdulillah bangun untuk sahur. Menunggu pagi (subuh) sudah ada di benak ketika sendok terakhir masuk ke mulutku. Aku buka laptop, menyalakan modem hape yang harus rela gantian fungsi, malam hari ia harus mau menjadi modem dan siang hari untuk urusan kerja. Padahal ada modem eksternal, tetapi mungkin rumah yang aku tempati letaknya agak "katrok" jadi malah tak nyambung-nyambung.

Browsing berbagai artikel, membuka berbagai website, hiburan hingga portal berita. Yang terakhir aku sebutkan memang biasa aku buka paling buncit untuk mengetahui kejadian apa terbaru di negeri ini, siapa tahu bisa aku larikan ke daerah. Miaslnya kebijakan pemerintah pusat melalui tangan kementrian atau organisasi vertikal, belum tentu langsung diketahui warga di daerah.

Merasa tak menemukan isu hangat yang bisa aku "pindahkan" ke daerah untuk liputan koran tempatku bekerja, aku iseng-iseng buka portal penyedia space download dan upload file gratis. Mau download software, video, atau mp3 tinggal klik saja. Begitulah manusia. Tanpa beban aku dengarkan file mp3 yang sukses pindah ke hardisk, melengkapi ribuan lagu lain yang sudah mulai aku download sejak tahun 2000 lewat galaxy. Belakangan program peer to peer ini digugat sehingga harus bayar, aku pindah ke limewire, kazza dan juga program serupa lain hanya untuk bisa berburu lagu.

Hanya untuk memuaskan kegemaranku soal musik (maaf, tepatnya mendengarkan lagu. karena kalau soal musik seharusnya aku tahu A sampai Z tentang musik, padahal biasanya cuma hafal lagu sama nama penyanyinya, informasi lain terabaikan :)), aku tak segan-segan download software perekam lagu online. Sekali proses tak hanya satu atau dua lagu, bisa mulai merekam sehabis maghrib dan berakhir pagi jam 06.00.

Tanganku yang sekarang mengetik kata-kata di blog ini sudah tak peduli lagi dengan nasib orang lain. Entah sudah berapa kali aku atau teman lain menulis razia CD bajakan di kalangan pedagang kaki lima. Aku tahu, mereka hanya ingin mencari makan, bukan untuk kaya, kecuali memiliki 50 lokasi kaki lima. Yang kaya siapa lagi kalau bukan pembajaknya, atau bos pemasok CD bajakan. Aku masih ingat benar bagaimana pedagang yang tertangkap tangan harus merelakan barang dagangannya diboyong ke kantor polisi sebagai barang bukti. Kalau modalnya sudah balik mungkin its okey, kalau modal yang tak seberapa hasil minjam tetangga karena anak belum bayar uang sekolahnya?

Inilah hidup, begitu mudah mengingkarinya. Saat polisi menginterogasi pedagang CD bajakan yang tertangkap basah menggelar dagangannya, aku mengikuti pertanyaan demi pertanyaan dengan teliti, seakan ingin menguliti nasib sialnya. Sementara saat aku harus menuliskannya di laptop atau PC, lagu-lagu hasil membajak dari internet menemani pekerjaanku. Baik saat mengirimkan berita dari teras warga saat tiba-tiba jam deadline mendekati batasnya sehingga tak mungkin mengetik di kantor, atau saat mengetiknya di kantor.

Sambil menunggu pagi aku membayangkan, para pedagang kebanyakan hanyalah ingin mencari makan tanpa tahu bagaimana proses membuat CD bajakan yang dibuatnya. Padahal di rumahku setumpuk CD blank berhimpitan di rak, berisi koleksi lagu-lagu hasil "curian" di internet. Harusnya aku mengenakan topeng saat berhadapan dengan pedagang CD bajakan, pura-pura bertanya ini itu sementara aku tak lebih dari pecundang yang ingin menginformasikan kepada pembaca koran telah tertangkap sekian pedagang CD bajakan pada hari anu di lokasi anu oleh anu.

Pagi sebentar lagi tiba, aku hanya berdoa mereka yang teraniaya diberi kekuatan dan ketabahan. Pada saat yang bersamaan, proses download laguku masih berlangsung. Dan saat sadar, subuhku sudah lewat waktunya..... Apakah harus selalu aku katakan karena aku hanyalah manusia, tempatnya salah dan lupa?

Post a Comment for "menunggu pagi"