maaf, yang terluar memperdayaku
Porter Pelabuhan Kijang, Pulau Bintan |
Malas rasanya segera meninggalkan kawasan pelabuhan, sebab di sana ada banyak tingkah yang kadang membuatku tersenyum-senyum sendiri. Bisa dibayangkan, lambung kapal buatan Jerman (kalau tak salah) itu tiada hentinya memuntahkan penumpang yang berasal dari berbagai daerah. Bukan cerita baru jika ada yang sibuk, bahkan sibuk amat setiap kali ada kapal penumpang merapat. Mereka: porter pelabuhan.
Dengan seragamnya yang khas, tiada kewajiban mengancingkan bajunya, handuk kecil di tangan yang berfungsi ganda - untuk mengelap keringat dan penahan rasa ngilu ketika kedua tangannya membawa turun atau naik barang bawaan penumpang ke atau dari kapal. handuk ini dililitkan di jemari tangan, mirip pendekar bloodysport yang membalut telapak tangannya dengan kain perban, membasahinya lalu mencelupkannya ke tumpukan serbuh pecahan kaca untuk melukai tubuh lawan - sambil berteriak menawarkan jasa.
Coba Anda jujur, melihat penampilan fisik porter pelabuhan, tentu kesan yang langsung menyeruak ke rongga otak ialah kotor. Ya iyalah, meski habis mandi sekali pun jika sudah mengangkat beberapa kopor berat dari bawah ke atas kapal tentulah harum sabun atau wangi shampoonya hilang, bertukar dengan masam keringat yang bercucuran. Nah, mau tahu apakah para porter ini tak kebagian jatah pekerjaan lain sehingga turun menjadi porter pelabuhan?
Saat aku mewawancara beberapa porter pelabuhan, baru tahu jika ada syarat khusus untuk menjadi porter. Pertama, setor duit sekian juta - di atas lima jeti rupiah - untuk mengganti tempat porter yang sudah uzur dan berniat mengundurkan diri dari dunia porter - memorter. Artinya, calon porter sudah mengeluarkan duit sebelum ia sendiri menerima pemasukan. Hebat! Dan jangan salah, posisi ini berebut. Tentu tak salah, karena jadwal kapal penumpang yang datang dengan membawa ribuan penumpang merupakan rezeki bagi para porter.
Turun sendiri membawa empat atau lima barang bawaan dengan kondisi penumpang berdesak-desakan turun, Anda pasti memilih menggunakan jasa porter. Dan lihainya para porter, saat penumpang turun mereka santai saja menyelinap di antara penumpang yang turun. Bukan ikut turun, melainkan naik, atau melawan arus. Yo sisahe golek duit, Cak... kata seorang porter dengan dialek Jawa Timurnya yang kental.
Lalu seorang petugas pelabuhan memberitahuku usai wawancara dengan para porter. Temanku ini bilang begini: ikuti mereka ke rumah, jangan kaget jika para porter memiliki kendaraan roda empat untuk berbisnis, rumah kontrakan beberapa pintu dan bentuk keberhasilan lain. Di akhir perbincangan, temanku berteriak : jangan lihat sesuatu dari luarnya saja, bro!
Post a Comment for "maaf, yang terluar memperdayaku"