Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Belajar Hidup dari Dinding Kantin Kampus Stisipol Raja Ali Haji yang Sederhana

Diantara coretan seenaknya, ada yang sungguh-sungguh.
Kantin kampus itu semacam ikon. Bukan lantaran setiap kampus memiliki kantin, melainkan biasanya para mahasiswa bisa lebih lepas bicara jika suasananya bebas. Sambil minum segelas es, atau biasalah menu zaman susah, indomie. Atau menu kesederhanaan yang sekarang justru menjadi tempat kuliner di seantero negeri: sego kucing. Lha zaman dahulu saat saya kuliah nasi mungil ini memang diciptakan untuk mereka yang ingin tetap bisa makan dengan uang seadanya.

Coba saja sekarang datangi sudut kota, khususnya di luar Jawa, yang dibanjiri sego kucing. Ukuran nasinya tetap seukuran makanan kucing, namun harganya harga gajah ha ha ha. Ya jangan salahkan pedagangnya, Anda saja yang terlalu percaya diri nasi kucing di Jawa dan luar Jawa harganya paling sama. Nggak!

Ini cerita tentang kedatangan saya bersama teman ke Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Stisipol) Raja Ali Haji, Tanjungpinang. Kira-kira sebulan lalu, atau bahkan lebih. Kalau bertanya mengapa baru saya tuliskan sekarang, sebenarnya mood menulis lagi hilang. tetapi entah mengapa setiap kali melintasi jalan di samping kampus ini kok saya merasa berdosa. Padahal ya, nggak saya tulis juga nggak berdosa.

Di sini ada dua kantin. Satu di dekat pintu keluar belakang gedung utama, dekat masjid kampus. Nah, yang ini benar-benar kantin. Ada bangunannya, ada mejanya, ada kursinya, ada almari esnya, ada dapurnya, ada penjualnya, ada makanan dan minuman yang dijual dan ada mahasiswa sebagai pembelinya. Dan juga hidup.


Duduk di sini bisa menyembuhkan penyakit yang diderita semua manusia, yakni penyakit lapar. Tinggal pilih obatnya. Mau nasi goreng, atau nasi lemak kalau yang ingin merasakan sarapan khas Melayu, indomie rebus jumbo biar punya tenaga sampai malam dan kiriman dari kampung telat datang, tinggal pilih. Jangan lupa bayar. Pokoknya di sini memang benar-benar kantin.

Nah, berjarak kurang lebih 100 meter, ada lagi sebuah kantin. Percayalah kepada saya, jika tak ada beberapa mahasiswa makan indomie atau menikmati kopi, saya juga ragu apakah tempat yang satu ini pantas disebut kantin kampus.

Hanyalah sebuah ruangan yang mungkin awalnya bukan dibuat untuk kantin. Daripada nganggur terlalu lama, yah lebih baik diberi kursi dan meja kayu serta alat memasak seadanya. Eit jangan underestimate dahulu, begini-begini ada namanya lho.

Kantin Koprol. Kafe KOpi Politik ROck n roLl (baca kata yang terbentuk dari huruf yang saya buat kapital semua). Maaf, yang agak telat mikirnya pasti bingung. Sementara yang cerdas langsung tersenyum sentum. Hmmm, kreatif juga, silakan memuji siapa yang memberi nama kantin ini dengan Koprol.

Jangan dibayangkan nama kantin ini dibuat dengan media khusus. Hanya selembar kertas ditempel. begitu saja. Lantas apa yang membawa saya menuliskan Kantin Koprol di blog ini?

Saya menemukan puluhan kertas ditempel di dinding kantin. Saya jadi teringat zaman SMP, setiap ada foto artis berwarna di koran langganan ayahku, kugunting kutempel kamar. Belum lagi poster yang dibeli di pasar. Di Kantin Koprol juga begitu, cuma lebih hebat. Hampir semua yang ditempel coretan tangan mahasiswa setempat.

Agaknya tak ada aturan, selain aturan tak tertulis seperti dilarang memasukkan unsur SARA dan pornografi di setiap coretan. Isinya sangat kaya fitur. Ada puisi, pantun, kalimat bijak, sekadar singkatan, vignet yang kurang sempurna, gambar tangan dan sebagainya. Saya rasa, inilah mimbar demokrasi yang masih jalan. Bebas namun tetap dalam koridornya.

Kedalaman berpikir bisa muncul dari sesuatu yang sederhana.
Saya coba kutip beberapa. Ada tulisan jual ide jual diri. Wow, sebuah peringatan yang rasanya langsung jleb jleb jleb. Sekarang ini, banyak ide kreatif yang akhirnya keagungannya berkurang karena dijual kepada orang yang salah. Ada lagi tulisn Merantaulah Agar Kamu Tahu Siapa yang Kau Rindu, hehehe. Ini juga bukan kalimat sembarangan.

Bagi yang suka buang sampah sembarangan, saya kurang paham apakah buang upil sembarangan masuk ke dalamnya atau tidak. yang jelas sebuah piring plastik bekas dibalik lalu ditulisi: Monyet Buang Sampah Sembarang. Galak nian, Om.

Yang benar-benar tulisan benar ya seperti: Sombong Itu Pakaian Allah, Manusia Jangan Pakai. Tak perlu pasal penjelasan saya rasa di sini. gamblang, jelas. Manusia saja kok sombong. Kaya sombong meski tak baik orang maklum. Miskin sombong? Pintar sombong meski tak bagus beberapa orang memaklumi. Bodoh sombong?

Sementara yang doyan mereka-reka makna dalam sebuah kata, baca saja tulisan seperti: Masih kaku & Diam. Entah apa yang kaku silakan dipikirkan sendiri. Atau yang memang dibuat seenaknya: Makan Tak Makan Asal Kenyang. Lha ini sulit dicerna.

Itu beberapa yang sempay saya ingat. Sebenarnya sih nggak ingat, fotonya saya buka di komputer lalu saya lihat lagi hehehehe.

Makanannya memang hanya mie rebus atau goreng. Minumannya memang hanya teh atau kopi o, tetapi dinding Kantin Koprol Stisipol Raja Ali Haji Tanjungpinang adalah tempat yang sangat mewah untuk berpikir. Dari satu tema ke tema lain. Toh kekayaan bukan hanya dilihat dari sebenarap tebal uang di kantong kalian, melainkan juga seberapa dalam kita menyikapi makna setiap tulisan. Bagi saya itu salah satu ciri orang kaya, kaya pemikiran.

Post a Comment for "Belajar Hidup dari Dinding Kantin Kampus Stisipol Raja Ali Haji yang Sederhana"