Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Enam Kucing dan Setengah Kilogram Ikan

Dua dari enam kucing Narto sedang makan. F-nurali
Dia adalah lajang kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah, kurang dari 30 tahun silam. Merantau ke Tanjungpinang selepas menyelesaikan SMK di kota kelahirannya. Awalnya ia mencari pekerjaan sebagai pekerja harian las di sebuah bengkel. Pengetahuan tentang las sama sekali tak dimilikinya, namun Narto, begitu namanya sesuai KTP, tak ingin santai santai. Ia berlatih dan bertanya kepada teman temannya yang lebih pandai. Maklum, karyawan baru.

Berkat keuletan dan semangatnya, beberapa tahun belakangan ia dipercaya memimpin bengkel sendiri oleh seorang pemodal. Kehidupan adalah mata gerinda. Kadang di atas, kadang di bawah, kadang tajam, kadang tumpul. Sesekali bahkan mesin tak nyala karena rusak. Diibaratkan seperti itulah roda penghasilan di bengkel Narto, di Batu 10. Semakin banyaknya pesaing, harga yang ditawarkan tak seragam karena memang tak ada asosiasinya di Tanjungpinang, dan berbagai faktor akhirnya membuat Narto menerapkan gali lobang tutup lobang.


Satu yang selalu ada dalam hati anak muda ini. Ia sadar lahir sebagai mahluk Tuhan, dan Tuhan pasti sudah mencadangkan rezeki buatnya. Soal jumlahnya ia tak akan pernah tahu, namun dengan kerja keras ia tetap yakin suatu saat hasil pekerjaannya cukup dan dicukupkan untuk kebutuhan pribadi, mengirim orang tua, membantu saudara, menggaji karyawan, menyewa ruko dan sebagainya. Aku termasuk orang yang sedikit banyak sering diajak diskusi oleh Narto. Dari soal pembukuan, promosi, pelayanan, semuanya kami sharingkan.

Bisa dikatakan saat sekarang ini mampu bertahan dengan sebuah usaha yang digeluti sudah bisa dikatakan bagus. Asalkan jangan sampai rugi, ada sisanya sedikit buat saving. Berbagai hal seperti pembukuan sudah dilakukan Narto, juga promosi lewat jejaring sosial. Jika dulu statusnya kebanyakan kata kata galau tentang seseorang, sekarang setiap kali pasang pekerjaan difoto dan diupload. Ia juga rajin silaturahmi ke teman teman kampusnya sekadar menambah teman. Ia percaya salah satu jalan rezeki dari Allah melalui teman.

Dengan kondisi seperti itu, ditambah sejumlah karyawan yang butuh makan dan gaji bulanan, Narto harus pandai pandai berhemat. Dan di tengah keadaan itu ternyata ada enam ekor kucing liar yang dipelihara Narto di ruko yang sekaligus bengkel dan tempat tidurnya. Kucing kucing itu awalnya datang, entah dari mana. Setiap kali melihat hewan berkaki empat berbulu itu Narto langsung bereaksi. Kepadaku ia hanya mengatakan suka saja melihat kucing. Ada yang dikalungi. Bahkan Narto hafal sifat satu persatu kucing peliharaannya.

Setiap hari Narto mengaku selalu membeli ikan mentah Rp21.000. Dengan setengah kilogram itulah Narto memberi makan kucing kucingnya. Ikan itu direbusnya sendiri, lalu dicampurkan dengan nasi. Setiap hari Narto dan pekerjanya makan nasi bungkus, sehingga kadang ada nasi yang tersisa. Kalau tak ada, Narto menyisakan nasi putih. Ia sendiri yang mencampurnya.

Namanya juga kucing, ada yang tiba tiba berak di lokasi kerja. Selembar kasur tipis akhirnya menjadi korban karena ketika Narto terbangun di atas kasur itu seekor kucingnya berak. Namun aneka perilaku menjengkelkan sang kucing tak mampu mengubah sifatnya kepada hewan ini. Narto mengaku tak ada maksud apa apa dengan menyayangi kucing kucing. Ia hanya kasihan melihat kucing mengeong ngeong, terlihat lapar, matanya sakit, atau kehilangan induknya.

Jika itu dinilai sebagai sebuah perbuatan baik oleh Tuhan, Narto menyerahkannya kepada-Nya. "Aku mahluk Tuhan, kucing juga mahluk Tuhan, tak ada yang harus dipertanyakan sebenarnya jika aku menyukai kucing dan memeliharanya," tutur lajang yang gemar mengenakan kacamata hitam ketika keluar rumah ini.

Begitulah Narto dan kucing kucingnya...

Post a Comment for "Enam Kucing dan Setengah Kilogram Ikan"