Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Anakku dan Pedagang Bensin Eceran

Dua hari silam, anakku pulang dari sekolah. Kebetulan hari itu ia harus kursus Bahasa Inggris di Jalan Merdeka. Karena ia lupa membawa baju ganti, ia pinjam sepeda motor untuk pulang ganti baju. Seminggu tiga kali, anakku memang kursus dan biasanya ia langsung mampir ke tokoku sepulangnya dari sekolah.

Karena aku sedang mengerjakan pesanan stiker konsumen, aku tidak begitu memperhatikan kapan dia berangkat. Tahu tahu tiba tiba ada sebuah panggilan masuk ke ponselku. Biasanya, kalau ada panggilan masuk hanya muncul nomornya bisa ditebak dari calon konsumen bahan atau stiker cutting. Nomor ponselku memang kucantumkan di blogshop stiker sehingga gampang orang menghubunginya.


Ternyata suara di seberang sana milik ibu ibu paro baya. Ia tak banyak bicara, hanya mengatakan anak saya ingin bicara.

"Halo, ini anak Bapak ingin bicara."

Ilalang, anakku lalu bicara ,"Yah, bensin habis."

"Sampai mana, Nak?" tanyaku.

"Batu delapan atas."

Aku tahu apa yang terjadi. Aku minta anakku memberikan ponsel ke pemiliknya karena aku ingin bicara. Tak banyak yang aku sampaikan. Pertama terima kasih berkenan menelepon aku atas permintaan anakku. Kedua, kalau berkenan dan tidak keberatan aku minta diisikan saja tanngki sepeda motor anakku dengan satu botol besar bensin. Aku jelaskan bahwa aku bekerja di Batu 5, jam lima sore baru bisa balik. Saya tambahi, jika harus ada jaminan, aku bilang anakku ada jam tangan yang menurut aku pantas dijadikan jaminan. Ibu tadi hanya menjawab iya Pak.

Sepuluh menit berlalu, anakku tiba kembali ke toko.

Sore harinya, aku pulang ke rumah. Anakku yang baru pulang dari kursus duduk di boncengan. Kepadanya aku minta untuk ditunjukkan pemilik kios bensin yang tadi siang membantunya. Aku berhenti. Aku membeli beberapa bungkus snack lalu membayarnya ditambah harga satu botol besar bensin yang dipinjamkan ke anakku. Ada sisa uangku, lalu aku berikan kepada anakanya yang sore itu sedang membantunya di dalam ruangan kios yang sesak karena ukurannya yang kecil.

Namun ibu tadi menolak. Ia tak mau sama sekali. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih kepadanya. Di tengah jalan anakku bertanya,"Kok ibu tadi baik ya, Yah."

Kepadanya aku jawab, mungkin Tuhan mengingatkan aku dan dirinya akan kebaikan yang selama ini sering ada di majalah, koran, internet, televisi dan lainnya. Gampang dibaca namun sukar untuk dijalankan. Dan kepadanya jelas aku tegaskan, kebaikan bukanlah memberikan uang bermiliar miliar, memberikan rumah, menyekolahkan anaknya atau sebagainya. Seribu rupiah pun adalah kebaikan jika seseorang ihlas memberikannya kepada orang yang benar benar membutuhkan seribuan tadi. Meski sekarang zaman digital, tak amnesty saja uang tebusannya bertriliun triliun, kebaikan tetaplah kebaikan tanpa dibatasi bentuk dan jumlahnya.

Sebelum turun dari boncengan karena sampai di rumah, anakku berkata, "Ayah, kalau ayah kasih uang lebih, saya pakai untuk jajan dengan teman sekolahku yang tak pernah bawa uang jajan boleh?"

Ya, Allah, semoga kebaikan itu tertanam di hati anakku... selamanya.

Post a Comment for "Anakku dan Pedagang Bensin Eceran"